Tak lama setelah dikeluarkannya
Perppu Nomor 2/2017 tersebut, ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pun
akhirnya resmi dibubarkan oleh Pemerintah.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum
Kemkumham Freddy Harris di kantor Kemkumham Jakarta Rabu (19/7)
menyatakan pencabutan status hukum atas HTI itu dilakukan berdasarkan
Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
“Untuk merawat eksistensi Pancasila
sebagai ideologi, Undang-Undang Dasar 1945 dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) maka dengan mengacu pada ketentuan Perppu
nomor 2 tahun 2017 terhadap status badan hukum perkumpulan Hizbut Tahrir
Indonesia dicabut. Dengan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor
AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan
Hizbut Tahrir Indonesia,” kata Freddy. (Sumber).
Namun sayangnya, setelah status badan
hukumnya dicabut, HTI bukannya legowo secara total tapi malah
mempertanyakan soal tafsiran pemerintah tentang organisasi massa (ormas)
yang anti Pancasila.
“Siapa sesungguhnya pihak yang berwenang
menafsirkan Pancasila? Dulu masih ingat Pancasila ini disebut ideologi
terbuka. Kalau betul (terbuka), maka siapa saja bisa menafsirkan
Pancasila. Tapi baiklah kalau penafsir yang paling tepat adalah
pemerintah,” kata Juru Bicara HTI Ismail Yusanto, dalam acara diskusi di
Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2017). “Maka persoalannya kemudian
adalah siapa yang bisa menguji bahwa tafsir yang dibuat pemerintah pasti
benar?” sambung dia. (Sumber).
Heran juga sebenarnya melihat ormas HTI
ini. HTI ini kan sudah jelas-jelas sangat menginginkan terbentuknya
khilafah? Tapi kenapa malah HTI berlagak mempersoalkan Penafsiran
Pancasila kepada Pemerintah? Pemerintah kan hanya menjalankan
wewenangnya berdasarkan undang-undang dan sudah terlebih dahulu
melakukan diskusi dengan banyak ulama juga.
Lagipula, Ideologi Pancasila jelas
tidak mungkin untuk diubah menjadi khilafah. Dan Jika ditelusuri dari
arti katanya, Hizbut Tahrir sendiri artinya adalah Partai Pembebasan,
maka dari itu, dengan sendirinya Hizbut Tahrir Indonesia dapat juga
diartikan dengan Partai Pembebasan Indonesia. Disinilah yang jadi
masalahnya. Pertanyaannya ini partai atau ormas? Kenapa tidak jadi
partai saja? Lalu apakah Indonesia ini sedang dalam keadaan tidak bebas,
tidak merdeka atau sedang terpenjara makanya perlu pembebasan? Ini
belum lagi jika kita berbicara tentang banyak hal lainnya seperti
penghormatan pada bendera, melakukan upacara bendera serta penerimaan
terhadap adanya kesamaan hak setiap warga Negara dalam sebuah Pemilu
multi ras dan multi agama. Ini tentu jadi pertanyaan bagi kita semua.
Karena itu menurut saya, Langkah
Pemerintah membubarkan ormas HTI bisa dibilang sudah tepat. Tak hanya di
Indonesia, banyak negara pun rupanya telah melarang organisasi Hizbut
Tahrir yang mengagas berdirinya Khilafah Islamiyah ini. Negara-negara
tersebut yakni Arab Saudi, Tunisia, Yordania, Mesir, Turki, Pakistan,
Tajikistan, Uzbekistan, Malaysia, Jerman, Rusia serta Belanda.
Dibubarkannya HTI dibanyak Negara tentu karena dianggap bertentangan
dengan ideologi di Negara-negara tersebut. Lalu setelah Indonesia,
Negara mana lagi yang akan menyusul?
Terhadap ormas yang dianggap anti
Pancasila, Pemerintah memang harus tegas. Supaya tidak berdampak buruk
lebih jauh, tentu harus diambil langkah yang tepat untuk ormas anti
Pancasila. Apalagi, Pemerintah tentu tidak mau sampai kecolongan.
Takutnya ormas-ormas yang anti Pancasila justru akan menjadi duri dalam
daging dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Apalagi,
Perlu kita pahami bahwa Indonesia yang terdiri atas beragam suku bangsa
dan bahasa ini sudah diakui dunia dapat bersatu-padu dengan adanya
ideologi Pancasila. Maka, menurut saya yang waras dan pro Pancasila,
sebenarnya wajar saja jika Pemerintah bergerak cepat membubarkan ormas
yang dianggap anti dan bertentangan dengan Pancasila. Ya termasuk ormas
HTI ini.
Secara logika memang tidak mungkin ideologi khilafah dapat dipersatukan dengan ideologi Pancasila. Sudah menjadi konsensus bersama dan keputusan para pendiri bangsa ini untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi.
Lebih dari itu, Ideologi Pancasila kita
sejatinya bukanlah ideologi sembarangan. Ideologi Pancasila ini
merupakan ideologi pemersatu dan menjadi bagian yang tak mungkin
dipisahkan dari bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam Pancasila adalah hasil dari pemikiran dan refleksi filosofis dari
bangsa Indonesia sendiri. Jadi, Ideologi Pancasila ini merupakan
ideologi yang hebat karena mampu mempersatukan beragam suku-bangsa di
bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Rasanya tanpa ada ideologi Pancasila, maka besar kemungkinan Indonesia ini akan terpecah-belah.
Di pihak lain, Sebenarnya sah-sah saja
jika ormas HTI dan pimpinannya tidak legowo atau tidak setuju dengan
keputusan Pemerintah membubarkan ormas tersebut. Namun tentunya ada
mekanisme yang lebih tepat. Maka sangat disarankan bagi HTI untuk dapat
menggunakan mekanisme yang tepat itu.
Misalnya HTI dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan jika tidak terima dibubarkan Pemerintah Republik Indonesia.
Jika sudah mengajukan gugatan ke pengadilan ya tinggal tunggu saja
sidangnya dan mari buktikan dipersidangan. Tentu akan lebih elegan
rasanya jika HTI dan pimpinannya dapat menggunakan mekanisme yang tepat
untuk memprotes pembubaran ormas tersebut. Jadi, tidak perlu lagi
mempertanyakan soal ini dan itu kepada Pemerintah yang sudah bareng
tentu telah menimbang secara matang terlebih dahulu sebelum mengambil
keputusan final membubarkan HTI.
Pada akhirnya seluruh warga HTI
dan pimpinannya harusnya memutuskan mau terus berkeinginan mendirikan
khilafah atau segera bertobat, sadar, dan bersedia menjunjung tinggi
ideologi Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Begitulah seharusnya.
0 komentar:
Posting Komentar