Pemerintah sudah resmi membubarkan ormas
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan mencabut izin badan hukum HTI.
Dengan dicabutnya badan hukum HTI, maka HTI dilarang melakukan kegiatan
dalam bentuk apapun dengan menggunakan nama serta atribut yang melekat
kepada HTI.
Tindakan tegas pemerintah membubarkan HTI
ini memberikan sebuah sinyal kepada gerakan-gerakan radikalisme untuk
mulai membenahi dirinya kalau tidak mau dibubarkan. Mengajukan gugatan
tidak ada gunanya karena mereka akan dibubarkan sebelum gugatan tersebut
masuk dalam putusan, itu pun kalau mereka menang dalam gugatan.
Beberapa HTI daerah sudah meulai mentaati
ketegasan pemerintah dengan menutup kantor dan juga menghentikan
kegiatan mereka. Walau begitu perlawanan tetap dilakukan dengan
mengajukan gugatan ke PTUN dan juga akan didukung dengan gerakan aksi
demo menolak Perppu yang akan dilakukan oleh GNPF.
Screening mengenai ormas-ormas radikal
juga sampai menyelidiki juga beberapa kader yang masuk dalam lingkungan
pemerintah. Beberapa kampus sudah membuka wacana untuk melakukan
screening dosen-dosen mereka yang menjadi pendukung dan kader HTI.
Wacana ini juga didukung oleh Menristekdikti.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir mengatakan akan memanggil rektor perguruan tinggi di seluruh Indonesia dalam waktu dekat ini. Pemanggilan itu untuk membahas keterlibatan pegawai dan dosen dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di lingkungan kampusnya.“Ke depan akan kami kumpulkan rektor seluruh Indonesia. Insya Allah tanggal 26 Juli 2017,” kata Nasir kepada wartawan di Gedung Balairung UGM, Jalan Persatuan, Kabupaten Sleman, Sabtu (22/7/2017).“Sesuai dengan Perppu yang dikeluarkan Presiden sekaligus dari Kementerian Hukum dan HAM yang membubarkan HTI, maka dosen dan pegawai (PTN) tidak boleh terlibat,” ujar Nasir.
Setiap kementeriaan sepertinya sudah mulai
akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh
Kemenristekdikti tersebut. Para pejabat dan pegawai harus diselidiki
keterlibatannya kepada HTI yang kini menjadi ormas terlarang. Terlarang
karena berdasarkan kajian pemerintah menginginkan bergantinya ideologi
Pancasila dan mendirikan negara Islam.
Lain di kemenristekdikti, lain pula yang
dilakukan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
Menpora melakukan tindakan yang sangat tegas dalam hal keterlibatan para
pejabat bahkan sampai kepada organisasi seperti Pramuka.
Ya, Pramuka yang saat ini masih dipimpin
oleh Ketua Kwartir Nasional Pramuka Adhyaksa Dault. Adyaksa disinyalir
telah menjadi simpatisan HTI karena mengikuti acara HTI dimana pada saat
itu juga dilakukan sumpah setia kepada HTI dan gerakan khilafah mereka.
Meski sudah pernah mengirim surat penjelasan, tetapi Menpora sepertinya
ingin sekali lagi memastikan sikap Adyaksa.
“Organisasi kepemudaan yang biasa dibantu Menpora sekarang tidak dibantu lagi, salah satu yang mengemuka di DPR tentang Pramuka. Sampai sekarang masih kita pending bantuannya. Sampai ada klarifikasi penjelasan. Ini tindak lanjut ketegasan dari Perppu Ormas kemarin,” kata Nahrawi kepada wartawan di kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2017).“Pokoknya organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, kemahasiswaan, dan kepelajaran yang menurut Kemenkumham, Kemendagri, dan perilaku pengurusnya anti Pancasila kita tidak dukung secara finansial,” ucap Nahrawi menambahkan.
Ketegasan Menpora terhadap penerapan
Perppu dalam kementeriannya ini patut diacungi jempol.Tidak boleh memang
Kementerian mendukung organisasi kemasyarakatan, kepemudaan,
kemahasiswaan, dan kepelajaran yang para pengurusnya anti Pancasila. Hal
ini perlu supaya jangan sampai mereka menjadi racun yang akan mengubah
keorganisasian tersebut.
Tetapi cara dan strateginya saya pikir
harus lebih bijak dan jangan sampai merusak organisasi kepemudaan dan
organisasi kemasyarakatan baik yang biasa dibantu Kemenpora, seperti
Pramuka. Kalau memang mencurigai Adyaksa simpatisan HTI, hal yang perlu
dilakukan adalah mengirim surat rekomendasi dari Kemenpora supaya
Adyaksa mengundurkan diri sehingga Pramuka tidak menjadi korban.
Setidaknya sampai benar-benar yakin
Adyaksa tidak terlibat dan melakukan baiat terhadap sumpah khilafah HTI.
Karena kita tidak tahu apakah Adyaksa memang benar-benar simpatisan HTI
atau tidak. Bisa saja dia mengelak tetapi sebenarnya memang benar
adalah simpatisan HTI. Lah, apalagi Adyaksa ini adalah elit PKS yang
ideologinya sangat dekat dengan HTI.
Menpora harus screening terus organisasi
yang menerima bantuan dan bahkan yang menjadi tanggung jawab langsung
Kemenpora. Screening pengurusnya dan juga organisasinya. Hal paling
mudah adakah dengan menscreening pertama-tama elit atau kader PKS. Bukan
berpikir negatif, tetapi PKS dan HTI itu seperti saudara kembar dengan
kegerakan hampir sama.
Salam Pramuka.
0 komentar:
Posting Komentar