Ketegasan Pakdhe Jokowi tehadap
ormas-ormas yang berniat merongrong Negera Kesatuan Republik Indonesia
tidak perlu disangsikan. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan
(Perpu Ormas) menjadi bukti yang sangat jelas bahwa Pakdhe Jokowi
benar-benar tidak mau main mata dengan golongan manapun yang mau
mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan ideologi lain.
Untuk mengeluarkan Perpu sebagai pengganti
ormas tentu Pakdhe bukan asal-asalan. Pertimbangan-pertimbangan dan
kajian-kajian yang matang sudah dilakukan. Sesuai dengan kewenangannya,
Presiden diperbolehkan mengeluarkan peraturan pemerintah atas dasar
keadaan yang mendesak untuk menyelesaikan hal-hal yang menyangkut hukum
secara cepat berdasar undang-undang.
Kemendesakan tentang perlunya mengatur
ormas memang perlu diperhatikan dengan sesksama sebab undang-undang RI
tidak memadahi. Dampak tidak memadahinya undang-undang itu adalah
munculnya ormas-ormas anti Pancasila di Indonesia. Selama ini mereka
dengan seenaknya sendiri melakukan kampanye-kampanye negatif. Muatan
kampanye negatif adalah menjelek-jelekkan Indonesia, tindakan
diskiriminatif, merasa diri sebagai makhluk paling sempurna bahkan tidak
segan-segan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Kalau
sudah begitu, apakah kita mau diam saja? Saya tidak mau. Sebagai bagian
dari bangsa Indonesia saya terpanggil untuk menyuarakan kebenaran.
Karena itu, saya mendukung Pakdhe Jokowi mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Perpu Ormas).
Pemerintah punya tujuan baik yaitu
melindungi warganya. Namun niat baik pemerintah itu bukan tanpa
tantangan. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan 16 Ormas lain menentang
keras pemerintah RI. Untuk melakukan perlawanan pada pemerintah, HTI
menyewa pakar hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra.
Hari ini HTI dibubarkan oleh pemerintah.
Dengan mengacu Perpu Nomor 2 Tahun 2017, HTI dinyatakan sebagai
organisasi massa yang illegal di bumi Indonesia. Inilah alasan mengapa
HTI dibubarkan: tidak melakukan peran positif bagi bangsa Indonesia.
HTI terindikasi sebagai organisasi yang anti pada Pancasila dan UUD
1945. Selain itu, HTI rawan menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
Nah, kalau HTI dinyatakan demikian, masih ragu pada pemerintah?
Buat Seworders yang pengin tahu tujuan
didirikannya HTI bisa membaca buku Ilusi Negara Islam yang diterbitkan
Wahid Institute dan Maarif Institute tahun 2009. Di buku ini disebutkan
bahwa Hizbut Tahrir bertujuan: menegakkan khilafah internasional dengan
cara mendirikan partai, berinteraksi dengan masyarakat dan berjuang
merebut kekuasaan. Dalam menjalankan aksinya, HTI nyata-naya melakukan
tindakan:
- Kekerasan Doktrinal. Kekerasan ini dilakukan dengan cara melakukan penyebaran teks-teks yang tertutup dan kebenaran yang sepihak. Dalam hal ini, kita dapat menemukan propaganda HTI melalui berbagai cara dan melakukan kekerasan doctrinal.
- Kekerasan terhadap tradisi lokal dan budaya sebagai turunan dari kekerasan pertama.
- Kekerasan Sosiologis. Kekerasan jenis ini dilakukan dengan memunculkan ketakutan, instabilitas, kegelisahan sosial.
Sayang, banyak orang terpesona dengan gerakan garis keras ini karena dangkalnya pemahaman mereka tentang Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
HTI memang menjadi momok yang meresahkan.
Dengan apa mereka memasukkan ajaran-ajaran fudamentalis-fanatis yang
sempit? Kembali saya mengutip hasil penelitian Wahid Insititute dan
Maarif Institue dalam buku Ilusi Negara Islam:
- Masuk ke lingkungan yang sepaham atau mirip, sehingga mudah diterima dan berkembang
- Mula-mula menyembunyikan tujuan dan paham, lama-lama merasuk dan ideologi diterima dengan mudah
- Aktor-aktor militan dan gigih
- Memanfaatkan suasana rentan di tubuh organisasi yang akan diinfiltrasi
- Menggunakan teori belah bambu (pecah belah)
- Menyuburkan benih kecemasan, ketakutan, idiologi lain dan seolah mampu menjadi penawar
- Menebar pesona diri (idiologi lain jelek)
- Menyembunyikan agenda yang dimiliki dengan penampilan yang baik
- Menampilkan diri sebagai kekuatan alternatif
- Tumbuh dan mekar dalam organisasi yang dimasukinya
- Secara langsung atau tidak langsung memanfaatkan pihak-pihak dalam organisasi yang tidak merasa puas atau kecewa
- Menggunakan sebanyak mungkin media atau sarana untuk menyebarkan benih-benih ideologinya.
Adalah benar bila pemerintah melakukan
pembubaran pada HTI yang nyata-nyata mengancam Indonesia. Sebenarnya
sejak tahun 2009, Wahid Institute dan Maarif Institute sudah
merekomendaikan ormas ini dibubarkan. Namun waktu itu pemerintah di
bawah kendali Susilo Bambang Yudhoyono tidak berani melakukan
pembubaran. Bahkan waktu itu pemerintah terkesan main mata dengan
ormas-ormas yang intoleran itu. Saat itu, tepatnya tanggal 12 Agustus
2007, Hizbut Tahrir Indonesia mengumpulkan 80 ribu orang di Istora
Senayan dan menyerukan pendirian Khilafah Islamiyah dan waktu itu
bertekad melenyapkan Pancasila dan NKRI. Mestinya bila waktu itu SBY
membubarkan HTI, lembaga ini tidak akan merusak bangsa. Sayang, SBY
tidak peka!
Kita bersyukur bahwa Indonesia bersama
beberapa negara menolak HTI. Inilah negara menolak HTI. Yordania, Mesir,
Suriah, Pakistan, Uzbekistan, Libya, Arab Saudi, Jerman, Rusia,
Kirgiztan, Tajikiztan, Kazakhtan, China, Turki, Bangladesh, Malaysia dan
hari ini INDONESIA.
Pakdhe memang memiliki kecerdasan yang
hebat untuk menjadikan Indonesia Hebat, babas dari infiltrasi
ormas-ormas anti Pancasila. Pemimpin macam ini jarang dijumpai di
Indonesia. Selama ini pemimpin-pemimpin melakukan kompromi dengan
ormas-ormas demi mendapat dukungan politis. Beberapa hari lalu Safii
Maarif mendengar pernyataan Jokowi yang siap tidak populer dengan
keputusannya. ‘Saya enggak perlu popularitas. Yang penting rakyat,
bangsa dan negara’. Itulah yang disampaikan Buya menirukan pernyataan
Jokowi.
Pembubaran HTI adalah prestasi buat
Indonesia di bawah pemerintahan Pakdhe Jokowi. Masih ragu mendukung
pakdhe? Kalau masih ragu, silahkan mikir lagi apakah masih layak hidup
di Indonesia. Kalau masih ragu-ragu lagi, saya meminjam kata yang
dipakai Kaesang Pengarep, “Ndeso”.
Setelah HTI dibubarkan, mari kita
bergandengan tangan menjaga Pancasila dan NKRI. Rekomendasi dari Wahid
Institute dan Maarif Institute dapat digunakan. Inilah rekomendasi baik
bagi Indonesia:
- Mengajak semua komponen bangsa untuk terbuka, rendah hati, terus belajar esensi agama
- Memutus mata rantai gerakan transnasional dengan jalan damai
- Menyadarkan semua pihak bahwa gerakan transnasional bertentangan dengan keberagaman bangsa Indonesia
- Memperjuangkan lestarinya Pancasila yang merupakan refleksi syariah
- Revitalisasi NU sesuai paham ahlussunnah wal jama’ah.
- Mengupayakan agar fatwa MUI adalah bentuk pesan sejati Islam yang terbuka pada semua orang.
- Dunia pendidikan harus diisi pesan luhur dari bangsa Indonesia
- Bekerjasama dengan semua pengusaha agar mewujudkan keadilan keamanan, ketertiban, stabilitas sosial
- good governence
- Islam adalah rahmatan lil ‘alamin yang menghargai nilai luhur budaya lokal (Islam bukan Timur Tengah)
- Membangun jaringan generasi muda cinta merah putih untuk membendung masuknya ideologi asing yang mencuci otak anak bangsa
- Menumbuhkan sikap bangga pada tradisi dan budaya Indonesia sejalan dengan ajaran agama yang dianut.
Viva Pakdhe, Jayalah Indonesia!
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar