Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kelihatan menghambat revisi UU Terorisme. Penyebabnya pun jelas. Dengan UU anti teror yang baru maka pre-emptive measures segera bisa dilakukan terhadap ancaman teror secara dini. Ini menakutkan simpatisan teroris. UU yang komprehensif yang melibatkan seluruh unsur kekuatan Polri dan TNI serta pemerintah begitu menakutkan bagi gerakan Islam radikal, teroris, khilafah, dan Wahabi – selain politikus korup, bandar narkoba, dan mafia, sebagai afiliasi gerakan. Pun penyebab lainnya adalah sejarah radikalisme, intoleransi, dan terorisme di Indonesia disebabkan oleh akarnya: teroris itu sendiri.
Akar terorisme di Indonesia sungguh unik.
Bukan hanya cara berkembangnya terorisme dan radikalismenya, namun
kelahirannya juga menarik. Radikal Islam dan intoleransi sesungguhnya
beranak dari akar terorisme di Indonesia.
Sejarah pendek terorisme yang marak saat
awal reformasi 1999-2002 di Indonesia sesungguhnya dimulai oleh para
teroris eks mujahidin Afghanistan di Indonesia. Sekembalinya mereka dari
Afghanistan, para teroris yang berjumlah sekitar 572 orang beranak
pinak. Mereka kemudian melancarkan teror. Imam Samudera, Gufron,
Hambali, Umar Patek, dll. adalah generasi pertama para teroris murni eks
Afghanistan.
(Sebelumnya awal 1980-an, kelompok
berbasis Islam Jamaah – yang kemudian bergerak menjadi kelompok anti
Pancasila pimpinan Abudllah Sungkar pengasuh Ponpes Ngruki Solo yang
dilanjutkan oleh teroris Abu Bakar Baasyir. Kelompok ini termasuk
sebelumnya melakukan pemboman terhadap Candi Borobudur. Kelompok ini
bertujuan menghapus semua berhala, yakni candi, kuil, patung, dsb.
karena berkiblat pada ajaran Wahabi.
Dalam perkembangannya radikal khilafah pun
memiliki agenda intoleransi yang akan menghapus simbol dan pengikut
berbagai agama selain Islam. Contoh di Afghanistan, Iraq, Syria,
kelompok ISIS menghancurkan situs-situs peninggalan Romawi dan Persia
bahkan Mesopotamia seperti Palmyra dll. Bahkan penganut Kristen di
Timteng pun dipancung dan dibunuhi seperti halya juga kaum Yazidi –
agama tradisional Iraq seperti Sunda Wiwitan atau Kejawen di Indonesia –
dibantai.)
Bersamaan dengan kembalinya para teroris
dari Afghanistan itu, gerakan radikal Islam usroh tengah berkembang
pesat di kampus dan sekolah menengah. Namun belum seperti sekarang
sampai PAUD saja diajari radikalisme awal berupa simbol pakaian,
pengajaran takfiri, dan intoleransi. Gerakan ini dulu masih halus dengan
salah satunya tidak mau hormat bendera: kebencian pada NKRI tertanam
awal selain anti Pancasila.
Nah, dari berbagai akar itu, semua
pergerakan dan penyebarannya dapat dideteksi dengan gamblang dan
terang-benderang. Dalam setiap aksi terorisme di Indonesia terkait
dengan Jamaah Islamiyah, eks teroris Afghanistan dan sel-sel teroris
yang mereka bangun – bersama dengan binaan dan pengembangan jaringan
mereka seperti jaringan Solo, Sragen, Magelang, Bekasi, Priok, Medan,
Padang, Pontianak, Poso, Sukabumi, Cianjur, Ponorogo, Malang, Jawa
Timur, Lampung, Riau, Aceh, Bandung, Garut, Depok, Tangsel, Ciputat,
Pandeglang, Serang, Bima, dan sejumlah sentra teroris lainnya.
Oleh sebab itu, karena akar dan
jaringannya mudah dilacak, karena sumbernya ya itu-itu saja, meskipun
sel-selnya kadang tersendiri, tetapi tetap bisa ditelusuri akarnya.
Teroris Noordin M Top dan Dr. Azahari terkait erat dengan Jamaah
Islamiyah dan Al Qaeda terkait juga dengan Abu Bakar Baasyir. Itu salah
satu contoh.
Pun seperti Bahrun Naim pun terkait dengan
generasi kedua eks teroris Afghanistan. Maka ketika bom Kampung Melayau
meledak, dengan mudahnya Polri dan Densus 88 mengendus dan menangkapi
teroris yang terlibat dalam serangan bom. Jaringanya sudah diketahui –
Polri hanya menunggu mereka beraksi karena keterbatasan UU terorisme
yang belum memberi wewenang menangkap teroris yang berniat melakukan
serangan awal – sebelum bom meledak.
Fakta tentang berkembangnya simpatisan
terhadap teroris di kalangan anak-beranak dan eks ajaran khilafah dan
Islam radikal adalah setiap ada pemboman yang dilakukan dan
mengatasnamakan Islam atau bahkan ISIS dengan simbol agama Islam, maka
para pendukung Islam radikal ini diam; tidak mengutuk. Ini hasil
indoktrinasi dan pembiaran atau setuju dalam hati. Menurut survei
jumlahnya sekitar 9,5 juta orang. (Ajaran mereka pun semua berpangkal
pada paham khilafah, ideologi Ikhwanul Muslimin, Wahabi, dan bahkan
ISIS. Jelas petanya tak ada deviasi gerakan menyempal.)
Simpatisan Islam radikal ini beberapa
ditangkap di Sumbar yang menyatakan pemboman di Kampung Melayu disebut
sebagai rekayasa Polri, termasuk bom Sarinah. Simpati terhadap teroris
paling konyol – dengan dibungkus HAM atau kepentingan penyelidikan –
adalah saran dari manusia aneh Hidayat Nur Wahid yang mengusulkan Polri
dan Densus 88 menggunakan peluru karet untuk melawan teroris. Sementara
teroris menggunakan bom dan senjatan M-16 atau AK-47. Ini politikus
semprul yang keblinger dengan pemikirannya.
Akibat peta teroris dan radikal Islam yang
telanjang di depan Polri, TNI dan BIN serta pemerintah, maka para mafia
dan teroris – ditambah dengan koruptor yang bergabung ingin membuat
Indonesia kisruh agar bisa korup – berusaha untuk menghambat revisi UU
anti terorisme. Mereka akan sangat ketakutan karena akan dengan mudah
semua kesepakatan jahat dan rancangan makar, teror, dan anti NKRI akan
dilibas dengan cepat oleh aparat keamanan secara terintegrasi.
Selain itu, logistik terorisme berasal
dari Timur Tengah pun disebarkan melalui berbagai sel pendanaan yang
rapi melalui yayasan dan lain-lain. Gambaran paling gamblang pendanaan
adalah yang dilakukan oleh teroris Abu Bakar Ba’asyir. Juga keterlibatan
bandar narkoba membantu teroris seperti yang dilakukan oleh Freddy
Budiman. Terakhir yang membiayai gerakan teroris dan radikal Islam
adalah mafia dan koruptor di Indonesia. Ini yang membuat sebagian
kalangan gamang dan menghambat UU anti terorisme.
Nah, dengan adanya peta terorisme dan
akarnya gamblang dan benderang serta telanjang itu, maka betapa UU anti
terorisme akan dihambat dan dihalangi untuk disahkan di DPR.
Karena dengan pemberlakuan UU anti
terorisme yang baru nanti akan membuat (1) politikus busuk korup – yang
berafiliasi dengan teroris atau narkoba – akan kehilangan kekuatan.
Juga (2) pengikut Islam radikal dan
khilafah akan digebuk; dan mereka tidak menghendakinya karena rugi
afiliasinya kendor dan sumber dana mampat, (3) teroris dan calon pelaku
teror ditindak tegas; simpatisan teroris akan kehilangan ‘pejuang’ atas
nama ‘iman’ radikal mereka.
Pun (4) dengan UU antir terorisme yang
baru, maka semua radikalisme, intoleransi, dan gerakan separatism,
makar, anti Pancasila dan NKRI, seperti ajaran khilafah akan ditindak
dan NKRI tetap tegak berdiri.
Pun, akar radikalisme, intoleransi dan
terorisme itu sendiri di Indonesia dimulai dari (1) adanya teroris yang
beranak-pinak dan menyebarkan ajaran khilafah dan kebenciant, (2) sudah
ada embrio ajaran radikalisme dan radikal Islam ditambah dengan adanya
teroris sendiri, (3) pengajaran di semua tingkatan pendidikan, dan (4)
tidak adanya UU anti terorisme yang kuat, seperti di Malaysia dan
Singapura.
Jadi dapat dipahami betapa UU anti
terorisme ini akan sangat menghantam gerakan Islam radikal, khilafah dan
memberikan payung untuk menindak intoleransi, teror, dsb. yang sangat
ditakuti oleh persatuan politikus korup, bandar narkoba, teroris dan
para simpatisannya yang anti NKRI dan Pancasila dengan ajaran khilafah,
Wahabi, Ikhwanul Muslimin, dan ISIS bahkan. Salam bahagia ala saya.
0 komentar:
Posting Komentar