
Memang HTI sedang berusaha melawan dengan mengajukan judicial review
ke Mahkamah Konstitusi. Tapi upaya itu hanya seperti geliat orang yang
sedang meregang nyawa. Dibantu dokter ahli sekelas Yusril Ihza Mahendra
sekalipun, nyawa HTI bisa dipastikan tidak akan tertolong.
Konsekuensi pencabutan SK Badan Hukum HTI
tidak main-main. Terhitung dari tanggal pencabutan SK tersebut semua
aktivitas publik maupun internal HTI dianggap ilegal sampai ada
keputusan hukum sebaliknya. Jadi kalau masih ngotot dan ngeyel
mempertahankan organisasi dengan segala misinya silahkan menempuh jalur
hukum. Tidak usah bawa-bawa umat ke Jakarta dan menggelar aksi bela HTI.
Tidak ada manfaatnya. Tidak perlu juga sowan ke Fadly Zon atau Fachry
Hamzah. Mereka mungkin hanya akan menumpang di atas isu pemerintahan
represif yang kalian usung. Lebih baik temani Yusril Ihza Mahendra
berperkara di Mahkamah Konstitusi. Anggap saja ini sebuah kuliah hukum
praktis di negeri yang menjunjung tinggi hukum sebagai panglima. Jangan
juga sesumbar menuduh Jokowi sebagai diktator, karena beliau hanya
menjalankan amanat mengamankan negara.
Sekarang baiklah kita sampaikan kata-kata
perpisahan kepada HTI, ormas yang getol memperjuangkan khilafah dan
terus mengutuk pemerintahan Indonesia sebagai thogut, dan mencap
masyarakatnya sebagai kafir. Tak apalah. Karena kini sikap semena-mena
HTI itu mendapatkan ganjaran setimpal. Maka sebelum HTI masuk liang
lahat, mari ucapkan terima kasih kepadanya.
Pertama, terima kasih kepada HTI karena
berkat kelantangannya menyuarkan khilafah, ia telah membakar semangat
nasionalisme dan kecintaan kita kepada Pancasila sebagai dasar negara.
Terima kasih karena meski dipropagandakan dengan pendasaran ayat suci,
konsep negara khilafah justru membuat masyarakat semakin sadar dan paham
bahwa Pancasila adalah dasar negara yang paling kokoh untuk republik
bernama Indonesia. Khilafah yang diperjuangkan HTI membangunkan warga
mayoritas yang selama ini diam karena tidak menginginkan kegaduhan
mengusik kedamaian Indonesia. Dan HTI keliru besar menilai sikap diam
masyarakat sebagai ekspresi ketakutan atas aksi demo dengan pengerahan
massa. Bersama FPI dan ormas-ormas yang sehaluan dengannya HTI
kebablasan meneriakkan misi yang jelas-jelas bertentangan dengan
ideologi dan dasar negara. Mungkin mereka ngelunjak setelah sukses
menumbangkan Ahok. Seruan-seruan melawan negara secara terang-terangan
mereka lontarkan di mana pun mereka beraksi.
Kedua, terima kasih kepada HTI karena
upaya mereka mengoyak sikap toleransi di negeri ini justru melahirkan
gerakan solider dan anti intoleransi. Masyarakat Indonesia yang terdiri
dari 700-an suku menganggap HTI sebagai musuh bersama sehingga
organisasi itu layak dan pantas dibinasakan dari bumi pertiwi.
Masyarakat yang sejak negara ini berdiri sudah hidup dengan keyakinan
dan agama berbeda yakin hakul yakin, bahwa HTI tidak bisa dibiarkan
beranak pinak di Indonesia. Sebab adalah dungu jika keberagaman yang
sudah dirajut sekian lama tiba-tiba dibuyarkan oleh kehadiran HTI di
Indonesia yang masih bau kencur.
Ketiga, terima kasih kepada HTI karena
sikap radikal berbalut jubah agama dengan segala alasan sucinya justru
membuat masyarakat berbalik membenci mereka secara masif. Masyarakat
Indonesia yang cinta damai sudah sangat terganggu dengan
pernyataan-pernyataan provokatif mereka. Misi mulia HTI membangun
khilafah telah menjadi bumerang bagi keberadaannya sendiri. Provokasi
menentang pemerintah, dibalas masyarakt dengan sikap menentang HTI itu
sendiri.
Ini bukan negara radikal bung! Belajarlah
berdemokrasi dan pahamilah butir-butir pengamalan pancasila. Kalau itu
kalian lakukan, yakinlah semua anggota HTI bakal dihadiahi sepeda oleh
Jokowi. Kalau tidak mau, ya sudah tau diri saja dan silahkan membubarkan
diri.
Akhirnya, selamat tinggal HTI. Sampai jumpa di akherat, adios para siempre! Di
sana semua manusia akan menghadapi pengadilan Agung Sang Pencipta. Kita
semua akan dihadapkan pada pertanyaan, sudahkah kamu mengamalkan
prinsip amar ma’ruf nahi munkar? Apakah islam yang kamu amalkan sudah menjadi islam yang rahmatan lil alamin?
Sang Hakim Agung di akherat itu tidak perduli berapa khilafah yang
sudah terbentuk. Sebab buat apa mendirikan khilafah jika harus
mengorbankan nyawa manusia yang adalah ciptaan-Nya yang paling mulia?
Itulah saat di mana semua perkataan dan perbuatan kita diberi nilai
dengan seadil-adilnya, dengan sebenar-benarnya.
0 komentar:
Posting Komentar