Masyarakat sempat meragukan keputusan
pemerintah tentang pembubaran HTI, akan tetapi keraguan itu ditepis dan
ditindaklanjuti oleh Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dengan
mendesak pemerintah segera mewujudkan komitmennya untuk membubarkan
organisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD ’45.
Tepat pada tanggal cantik 7 Juli 2017,
LPOI menggelar pertemuan guna membahas rekomendasi untuk pemerintah,
rekomendasi itu menurut Kiai Said Aqil Siraj adalah segera di
terbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU)
tentang ormas sebagai landasan hukum pembubaran ormas radikal yang
merong-rong Pancasila.
Gayung bersambut, tidak menunggu lama
Presiden menerbitkan Perppu yang dimaksud oleh LPOI. Dan berbahagialah
seluruh rakyat Indonesia, dengan sudah adanya payung hukum pembubaran
ormas radikal, seluruh rakyat bisa melihat sekali lagi keperkasaan
Garuda Pancasila yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada
bangsa Indonesia.
Tentang gerak cepat LPOI yang langsung
direspon oleh Presiden, ada satu pertanyaan. Dari ke 14 nama ormas yang
tergabung dalam LPOI tidak ada nama Muhammadiyah, padahal Muhammadiyah
adalah satu dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan.
Lantas ada rasa apakah di dalam Muhammadiyah terhadap LPOI maupun
terhadap HTI.
Mungkinkah Muhammadiyah mengambil cara
yang berbeda dengan LPOI dalam menolak HTI? Dengan kata lain, memang
dari awal LPOI berdiri pada tanggal 1 juni 2012 Muhammadiyah tidak
bergabung. Ataukah Muhammadiyah mencoba melindungi kader-kadernya yang
ada di HTI, sementara kedekatan kultur HTI yang paling mudah kita jumpai
adalah dengan Muhammadiyah ketimbang HTI dengan NU. Cek saja di
kampus-kampus, anak NU atau anak Muhammadiyah yang paling banyak mengisi
HTI?
Terlepas dari wacana kedekatan kultur di
antara kedua organisasi itu, kedekatan yang menguntungkan HTI dan
menggelapkan pandangan muda-mudi Muhammadiyah. Kita perlu mengingat
beberapa sikap Muhammadiyah terhadap pembubaaran HTI, dengan menelusuri
rekam jejaknya melalui media online baik milik Muhammadiyah maupun media
berita online yang membahas sikap Muhammadiyah.
Untuk melihat Muhammadiyah dalam kasus ini
tidak terlalu sulit, karena cukup kita mengamati cerita hidup
akhir-akhir ini dari 2 orang berikut, Bakhtiar Nasir dan Amin Rais. Saya
yakin NU dan Muhammadiyah akan serius membela ketika salah seorang
petingginya diusik. Katakanlah ketika persidangan kasus Pak Basuki
Tjahaja Purnama yang menghadirkan Kiai Ma’ruf Amin terjadi kontroversi,
Warga NU tetap membela Kiai Ma’ruf Amin.
Tapi ketahuilah NU dan Muhammadiyah
dilihat dari logo keduanya saja sangat berbeda. Bumi dan matahari, sifat
keduanya masing-masing terepresentasikan oleh dua organisasi itu, dan
semakin kelihatan saat oknum dari kedua organisasi itu sama-sama
mengeluarkan pendapat pribadinya.
NU dan Muhammadiyah Bagi Tugas
Kita tahu bahwa, yang selama ini di serang
habis-habisan oleh kelompok ormas radikal hanya NU semata, dan
Muhammadiyah tidak terlalu menjadi perhatian lebih bagi mereka, entah
apa yang menyebabkan itu. Kita boleh bebas pendapat terhadap
Muhammadiyah tentang ini, tapi jangan sampai menganggap Muhammadiyah
bagian dari ormas radikal.
Kita juga tahu, bahwa Muhammadiyah adalah
ormas terbesar setelah NU di Indonesia bahkan se dunia. Kita tidak boleh
lupa, pendiri NU dan Muhammadiyah berasal dari pondok pesantren yang
sama yang diasuh oleh Syaikhona Kholil Bangkalan, dan setelah NU dan
Muhammadiyah berdiri keduanya juga turut memperjuangkan kemerdekaan
Bangsa Indonesia. Di situ saya tetap bisa berprasangka baik, tentang NU,
Muhammadiyah dan Indonesia.
Satu contoh yang bisa saya sampaikan yaitu
pada tanggal 8 Mei 2017 Ketua Umum PP Muhammadiyah menyampaikan melalui
republika.co.id “Muhammadiyah menghargai sikap pemerintah yang
bertindak di jalur hukum dan perundang-undangan dalam mengambil langkah
atau kebijakan soal HTI” beliau mengingatkan kepada kita semua
bahwa negara ini adalah negara hokum, tidak boleh gegabah dalam
mengambil keputusan untuk keutuhan Negara.
Akan tetapi sejak pengumuman rencana
pembubaran pada 8 Mei 2017, pemerintah dinilai belum melakukan langkah
konkret apapun, lantaran payung hukum yang ada dirasa masih belum cukup
meneduhkan. Oleh karena itu KH Said Aqil Siroj Ketua Umum PBNU melalui
LPOI mendesak agar pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu), umpan silang yang bagus bukan?
Prasangka saya mengatakan bahwa, memang
penting posisi NU dan Muhammadiyah hari ini dan selamanya tidak sama,
sebagaimana yang nampak dalam kasus HTI. NU sangat keras dari awal
terhadap HTI, bukan keras karena kultur bawaan NU, tapi karena NU adalah
cermin bagi HTI. Dan Muhammadiyah dari awal tetap mengambil posisi
tengah jalur hukum.
Sekarang kita tahu, NU menjadi penengah
antara Jawa dan Islam, dan Muhammadiyah menjadi penengah antara Islam
Jawa dan Islam Arab, wallahua’lam. Semoga saja setelah DPP HTI sowan ke Rumah Maiyah Kadipiro Yogyakarta mendapat hidayah cara ber-Islam di Indonesia yang benar, baik dan indah.
Pemantik:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/05/08/opmvtl384-soal-hti-muhammadiyah-apresiasi-pemerintah-tempuh-jalur-hukum
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/20330571/14.ormas.islam.desak.pemerintah.percepat.pembubaran.hti
https://news.detik.com/berita/d-3552074/14-ormas-islam-minta-pemerintah-segera-bubarkan-ormas-anti-pancasila
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/05/08/opmvtl384-soal-hti-muhammadiyah-apresiasi-pemerintah-tempuh-jalur-hukum
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/20330571/14.ormas.islam.desak.pemerintah.percepat.pembubaran.hti
https://news.detik.com/berita/d-3552074/14-ormas-islam-minta-pemerintah-segera-bubarkan-ormas-anti-pancasila
0 komentar:
Posting Komentar