Singkat saja, aku ingin menuliskannya!
Massivenya gerakan yang me-literal-kan
atau menafsirkan Al Quran dan Hadist dengan tanpa konstekstual atau
menegasikannya, maka hal ini sama saja tidak menghendaki kejayaan Islam
itu sendiri, yang sederhananya memandang Islam harus seperti era nya
pembawa keyakinan tersebut yaitu era Nabi Muhammad di abad 7. Mencuatnya
aliran Wahabi salafi ini justru melahirkan gerakan radikal yang mana
agama sendiri tidak mengindahkannya.
ISIS yang merupakan evolusi dari Alqaedah
tentunya kepanjangan dari invasi imperium barat (Amerika) saat di Irak.
Sederhananya aliran wahabi berhasil dipegang oleh imperium untuk
dijadikan proxy, dipasok senjata dan fasilitas untuk dominasi
politik-ekonomi.
ISIS menjadi isu hot dunia yang menuai
banyak kutukan nyaris dari semua negara. Pemberontakan radikal yang
dipimpin oleh Al-Baghdadi telah menewaskan banyak warga sipil dan
anak-anak. Bahkan kelompok ini tidak sungkan dan dengan bangga
mempertontonkan orang-orang yang dibunuhnya termasuk memenggal kepala.
Ironisnya semua yang dilakukan berkedok “jihadi”.
Al-Baghdadi Dinyatakan Tewas.
Ibrahim bin Awwad bin Ibrahim bin Ali bin Muhammad al-Badri al-Samarrai (bahasa Arab: إبراهيم ابن عواد ابن إبراهيم ابن علي ابن محمد البدري السامرائي), sebelumnya juga dikenal sebagai Dr Ibrahim dan Abu Du’a alias Abu Bakr al-Baghdadi dan dalam upaya untuk mengklaim dirinya sebagai keturunan Muhammad, baru-baru ini sebagai Abu Bakr Al-Baghdadi Al-Husseini Al-Qurashi dan sekarang mengklaim diri sebagai Amir al-Mu’minin Khalifah Ibrahim (أمير المؤمنين الخليفة إبراهيم),
telah mengklaim sebagai Khalifah-kepala negara dan teokratis mutlak
raja-Negara Islam yang memproklamirkan diri terletak di Irak barat dan
utara-timur Suriah.
Sepengatahuan saya, kabar tewasnya
Al-Baghdadi sudah sejak penghujung 2015, namun tahun ini menjadi menarik
dan mendekati kebenarannya, mengingat ISIS semakin melemah dan cukup
ketar-ketir saat memberontak di Suriah dan dipukul mundur oleh
pemerintahan Bashar Al-Assad yang juga dibantu oleh Putin (Rusia).
Dari rbth disampaikan,
organisasi teroris ISIS mengatakan bahwa Abu Bakr al-Bahdadi, pemimpin
kelompok teroris tersebut, telah tewas. Demikian hal itu dikabarkan TASS mengutip laporan saluran televisi Al Sumaria, Selasa (11/7).
Menurut keterangan narasumber, militan
ISIS telah mengeluarkan pernyataan singkat terkait kematian al-Bahdadi
dan pada saat yang sama mengumumkan nama “khalifah” yang baru.
Baghdadi dikabarkan tewas dalam serangan
udara yang dilancarkan militer Rusia di sisi selatan Raqqa, Suriah, pada
akhir Mei lalu. Serangan udara tersebut dilakukan pada 28 Mei dini hari
terhadap sebuah pos komando, dan dilaporkan menewaskan al-Baghdadi dan
sekitar 300 militan ISIS.
Dalam beberapa bulan terakhir, tentara
Suriah, dengan bantuan Pasukan Kedirgantaraan Rusia, berhasil
membebaskan sejumlah wilayah di Suriah yang dikontrol para militan,
memaksa mereka untuk minggat dari negara tersebut. (Rbth).
Sebelumnya dilaman kompas, dikabarkan bahwa laporan resmi telah muncul dari kantor berita Amaq, media resmi kelompok ISIS, bahwa pemimpin mereka, Abu Bakr al-Baghdadi, telah tewas.
Media tersebut mengklaim, pemimpin ISIS
itu “dibunuh oleh serangan udara koalisi (Amerika) di Raqqa pada hari
kelima Ramadhan”, yang berarti serangan pada 10 Juni.
Seperti apa sosok Baghdadi itu, yang oleh beberapa media Barat disebut “pemimpin gerombolan iblis”.
Baghdadi bertanggung jawab atas berbagai serangan dan kekacauan oleh ISIS di dunia.
So, ada dua yang menyebabkan kematian
Al-Baghdadi, kabar tewasnya karena serangan udara dari Rusia dan kabar
lainnya dari serangan udara koalisi (Amerika). Namun dari beragam sumber
dan bacaan tandingan yang saya dapatkan, tewasnya Al-Baghdadi lebih
banyak dikabarkan karena serangan Rusia yang membantu Suriah.
Saya pribadi logisnya lebih condong karena
serangan Rusia, fakta dilapangan menunjukkan Amerika bukanlah negara
yang membantu Suriah dalam melawan gerakan ekstremis di timur tengah.
SOHR, organisasi pegiat HAM Suriah yang
berbasis di London, Inggris, sudah mengumumkannya secara resmi bahwa
Baghdadi sudah tewas.
Klaim itu terjadi satu bulan setelah Rusia
mengaku telah menembak mati sejumlah pemimpin ISIS dalam sebuah
pertemuan di dekat Raqqa, dan salah satu yang tewas adalah Baghdadi.
Jika Al-Baghdadi tewas maka tentunya ISIS
akan memilih khalifah (pemimpin baru), berita ini pun sudah beredar.
Namun untuk diketahui pasca mencuatnya kabar kematian Al-Baghdadi, ISIS
menjadi terpecah belah, salah satunya kepemimpinan ISIS di Tal Afar.
Seperti yang disebutkan sumber lokal di provinsi Niniwe seperti disadur Iraq News dari Al Sumaria, “Kepemimpinan di
Tal Afar dalam sebuah pernyataan singkat menyatakan bahwa kota tersebut
telah menjadi negara merdeka dari kekhalifahan dan mengancam hukuman
yang tegas terhadap siapa pun yang melanggar perintah,”
Disisi lain kabar tewasnya Al-Baghdadi,
membuat militan ISIS telah mengeluarkan pernyataan singkat terkait
kematian al-Bahdadi dan pada saat yang sama mengumumkan nama “khalifah”
yang baru. Hal ini tentunya tidak menutup kemungkinan memicu dendam.
Bagi saya, ISIS tidak akan takut meski
pemimpinnya tewas, tapi dia akan lebih lemah jika tidak ada generasi
penerus untuk dijadikan anggotanya. Maka dalam konteks Indonesia, yang
harus diputus adalah jaringan mereka dalam merekrut anggota dengan
doktrin ataupun propaganda yang mereka lakukan. Apalagi “cuci otak”
pemahaman mereka sudah masuk dalam ruang pendidikan bahkan pada
anak-anak “usia dini”. Pembubaran ormas radikal tidaklah cukup jika
doktrin mereka dalam merekrut anggota masih berjalan cukup massive.
Bersatunya warga dalam konteks Nusantara
menjadi point penting untuk menghadang ajaran paham ekstrimis, karena
tidak cukup jika hanya mengandalkan pemerintah, tentunya kita sebagai
masyarakat juga ikut berperan untuk melumpuhkan doktrin dan propaganda
kelompok teroris, khususnya membentengi anak-anak Indonesia yang menjadi
sasaran empuk mereka dalam perekrutan anggota.
Salam dialektika.
0 komentar:
Posting Komentar