Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 berisi perubahan terhadap
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU
Ormas). Karena sifatnya perubahan, maka kita perlu mencermati apa
sebetulnya yang berubah dari yang sudah berlaku sebelumnya?
Berikut adalah tiga hal penting dari Perppu 2/2017 yang baru saja diterbitkan pada Senin, 10 Juli 2017 ini.
1. Perluasan Paham Ormas yang Dilarang
Sebelumnya,
peraturan mengenai Ormas dengan jelas menyebut sejumlah ideologi atau
paham yang dilarang, yakni ateisme, komunisme, marxisme, dan leninisme.
Kini, ditambahkan dengan “atau paham lain yang bertujuan
mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945”.
Dengan adanya perluasan ini, Pemerintah bisa lebih bebas bergerak
mengintervensi keberadaan Ormas yang dianggap mengancam dasar negara,
yakni Pancasila dan UUD 1945. Banyak pihak menilai tindakan ini
mencederai demokrasi, karena seharusnya dalam demokrasi, semua ide boleh
berkembang.
Namun, dari pihak Pemerintah belum ada tanggapan mengenai hal ini. Yang pasti, Menkum HAM Yasonna Laoly
menegaskan perluasan ini bukan secara khusus menyasar satu Ormas saja.
Melainkan semua Ormas yang membawa paham sebagaimana yang telah
disebutkan di dalam aturan.
2. Diterbitkan dalam Rangka Mengisi Kekosongan Hukum
Banyak
yang mempertanyakan, mengapa Presiden menerbitkan Perppu ini? Pihak
Pemerintah, diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan Wiranto, menyebut kekosongan hukum sebagai salah satu alasan.
Pemerintah bergerak atau menindak suatu kasus harus memiliki landasan
hukum yang jelas. Sementara peraturan Ormas sebelumnya tidak bisa
dipakai menindak Ormas yang memang secara sengaja dan terang-terangan
ingin mengganti dasar negara.
Oleh karena itu, Presiden menerbitkan Perppu ini, agar upaya menindak
Ormas yang meresahkan masyarakat karena ingin mengganti dasar negara
memiliki landasan hukum yang jelas.
3. Didukung Nahdlatul Ulama, Ditolak Muhammadiyah
Ketika
Pemerintah menerbitkan atau memberlakukan sebuah hukum baru, biasanya
publik akan segera memberikan penilaian, tidak terkecuali Perppu ini. Dua Ormas Islam terbesar di Indonesia pun angkat bicara.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas menilai
Perppu ini mengancam demokrasi. Ia mengusulkan agar Perppu ini diuji
terlebih dahulu di Mahkamah Konstitusi. Pemerintah tidak boleh seenaknya
membubar-bubarkan, seperti jaman Orba.
Apabila memang menyasar Ormas Islam radikal, Busyro mengusulkan agar
Ormas tersebut tidak langsung ditindak oleh Negara, melainkan bisa
melalui dialog terbuka dengan Ormas Islam lain. Agar bisa lebih adil dan
tidak terkesan militeristik.
Sementara Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Muhammad Sulton
Fatoni menilai Perppu ini adalah solusi untuk masalah merebaknya paham
anti-Pancasila yang sudah pada taraf meresahkan.
Oleh karena itu, PBNU mendukung penuh terbitnya Perppu ini. Sulton
juga mengatakan bahwa selama ini Pemerintah hanya bisa memberikan
pernyataan teguran maupun peringatan verbal terhadap Ormas yang
terang-terangan menolak dasar Negara.
Dengan adanya Perppu ini, diharapkan Pemerintah bisa mengambil
langkah hukum yang lebih tegas, sehingga Ormas tersebut tidak lagi
berkembang dan meresahkan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar