Hari
ini, China dan Arab Saudi menandatangi sederet nota kesepahaman dan
letter of intent (Lol) yang mempunyai nilai 65 miliar dolar atau sekitar
Rp 866 triliun. Angka yang sangat fantastis dibandingkan dengan
kerjasama dengan negeri kita yang cuma bernilai Rp 300 triliun.
Presiden China Xi Jingping mengatakan,
“Kunjungan Raja Salman menunjukkan pentingnya Arab Saudi menjaga
hubungannya dengan China. Kunjungan ini akan mendorong dan terus
meningkatkan kualitas hubungan kedua negara demi keuntungan bersama.”
Angka yang tidak main-main itu menunjukkan
semakin besarnya keterkaitan China dengan Timur Tengah. Itu artinya
pandangan sebagian kecil masyarakat kita yang bahlul binti dungu tentang
jargon “anti-China” dan “anti-Aseng”-nya merupakan pandangan yang tak
jauh beda dengan “kepercayaan” bumi itu datar dan monas mampu menampung 7
juta manusia.
Menawarkan China untuk berinvestasi di
Arab, dimana China yang notabenenya lebih dekat ke Rusia, musuh
bebuyutan Amerika (dimana Amerika adalah sekutunya Arab) menunjukkan
bahwa bisnis tak pernah mengenal mana lawan mana kawan. Bisnis hanya
mengenal mana keuntungannya? Kalau menguntungkan, anda kawan saya.
Di negeri ini. Negeri para pemimpi di
siang bolong. Dimana ditawarkan beragam fantasi tentang bahaya laten
asing, aseng, komunis, PKI dan kawan-kawannya. Ada sekelompok pekerja
dari China di Indonesia, lalu dibuat-buatlah cerita bahwa negeri ini,
sebentar lagi, akan dikuasai “aseng”. Beberapa wisatawan dari China
datang berlibur ke Indonesia, dibuat-buatlah kisah fiksi “10 juta
pekerja asing dari China datang ke Indonesia”.
Tahun 2014, saat Jokowi ikut serta dalam
kontestasi Pilpres. Sebuah fiksi lahir tentang masa lalu Jokowi dan
tentang keluarga Jokowi yang memiliki keterkaitan dengan China. Jokowi
dikisahkan memiliki nama China Wie Jo Koh. Dibuatlah kajian-kajian
sejarah ala kadarnya tentang asal usul keluarga Jokowi. Pokoknya, se-ndeso bagaimana pun Jokowi, ia harus China.
Cerita yang lucu. Tapi dengan cerita di
atas banyak masyarakat bumi datar yang termakan fitnah murahan tersebut.
Kita maklumin saja. Memang makanan pokok mereka itu fitnah bukan nasi.
Tanpa fitnah mereka tidak akan bisa hidup. Puasa fitnah adalah ibadah
paling berat dalam hidup mereka.
Itu Jokowi yang secara fisik enggak
kelihatan unsur-unsur Chinanya. Sekarang coba kita tengok Ahok. Sudah
benar-benar China, bisa bahasa China, bapak-ibu kakek-nenek dan
buyut-buyutnya jelas-jelas China, akan sedahsyat apalagi cerita tentang
“bahaya China” yang akan mereka buat?
Pasti sangat mengerikan. Pasti sangat
memacu adrenalin mereka yang bersumbu pendek yang mudah sekali
meledak-ledak. Maka berkobarlah semangat “jihad-jihadan” melawan China,
melawan Ahok. Dan para politisi kotor yang “mendadak agamis” senang
melihat pemandangan ini. Mereka hanya kipas-kipas di tempat duduknya,
tertawa dan bergembira ria melihat orang-orang bodoh berjuang merebut
sebuah fatamorgana.
Hari ini, terjawab sudah. Bahwa propaganda
bahaya laten China, komunis dan PKI hanyalah fantasi mereka yang sudah
“over dosis”. Mereka sudah tak mampu lagi menyerang pemerintah, sehingga
menggunakan isu-isu murahan tersebut.
Malah, junjungan mereka sendiri, yakni
Arab Saudi, yang menampar muka tak tahu malu mereka. Kerjasama
China-Arab Saudi merupakan pukulan telak atas masyarakat bumi datar yang
selalu memainkan isu asing dan aseng.
Saat Raja Salman datang ke Indonesia.
Masyarakat bumi datar mengatakan bahwa Raja Salman bagi-bagi uang untuk
rakyat Indonesia. Raja Salman akan mengusir China dari Indonesia. Hidup
Raja Salman. Hidup Arab Saudi. Hidup Islam. Dan RIP China. Kira-kira
begitulah semangat yang mereka umbar di media sosial.
Tapi, mengapa Raja Salman malah menggaet
China untuk kerjasama yang nilainya hampir 3 kali lipat dari kerjasama
dengan negeri kita? Apakah mereka akan beramai-ramai mengutuk Raja
Salman, sang penjaga “Haramain”, sebagai antek-asing atau antek-aseng?
Beranikah mereka menghujat Raja Salman sebagaimana mereka berani
menghujat Jokowi?
Saya rasa, mereka tidak akan berani.
Mereka akan berpikir dua bahkan ribuan kali untuk menghujat sang penjaga
“Haramain”, kalau mereka tidak takut kutukan. Bisa-bisa mereka tidak
bisa berkunjung ke Haramain. Bisa-bisa mereka dikutuk jadi kotoran onta
gara-gara menghujat sang raja.
Saya cuma mau bilang singkat “Maka nikmat aseng mana lagi yang akan kaudustakan”
0 komentar:
Posting Komentar