Cari Blog Ini

Senin, 24 Juli 2017

Sudah Dilarang Dibanyak Negara, Eh Jubir HTI Masih Ngotot dan Malah Persoalkan Penafsiran Pancasila? Situ Sehat?


(Sumber: www.asianews.it)
Tak lama setelah dikeluarkannya Perppu Nomor 2/2017 tersebut, ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pun akhirnya resmi dibubarkan oleh Pemerintah.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemkumham Freddy Harris di kantor Kemkumham Jakarta Rabu (19/7) menyatakan pencabutan status hukum atas HTI itu dilakukan berdasarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
“Untuk merawat eksistensi Pancasila sebagai ideologi, Undang-Undang Dasar 1945 dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka dengan mengacu pada ketentuan Perppu nomor 2 tahun 2017 terhadap status badan hukum perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia dicabut. Dengan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia,” kata Freddy. (Sumber).
Namun sayangnya, setelah status badan hukumnya dicabut, HTI bukannya legowo secara total tapi malah mempertanyakan soal tafsiran pemerintah tentang organisasi massa (ormas) yang anti Pancasila.
“Siapa sesungguhnya pihak yang berwenang menafsirkan Pancasila? Dulu masih ingat Pancasila ini disebut ideologi terbuka. Kalau betul (terbuka), maka siapa saja bisa menafsirkan Pancasila. Tapi baiklah kalau penafsir yang paling tepat adalah pemerintah,” kata Juru Bicara HTI Ismail Yusanto, dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2017). “Maka persoalannya kemudian adalah siapa yang bisa menguji bahwa tafsir yang dibuat pemerintah pasti benar?” sambung dia. (Sumber).
Heran juga sebenarnya melihat ormas HTI ini. HTI ini kan sudah jelas-jelas sangat menginginkan terbentuknya khilafah? Tapi kenapa malah HTI berlagak mempersoalkan Penafsiran Pancasila kepada Pemerintah? Pemerintah kan hanya menjalankan wewenangnya berdasarkan undang-undang dan sudah terlebih dahulu melakukan diskusi dengan banyak ulama juga.
Lagipula, Ideologi Pancasila jelas tidak mungkin untuk diubah menjadi khilafah. Dan Jika ditelusuri dari arti katanya, Hizbut Tahrir sendiri artinya adalah Partai Pembebasan, maka dari itu, dengan sendirinya Hizbut Tahrir Indonesia dapat juga diartikan dengan Partai Pembebasan Indonesia. Disinilah yang jadi masalahnya. Pertanyaannya ini partai atau ormas? Kenapa tidak jadi partai saja? Lalu apakah Indonesia ini sedang dalam keadaan tidak bebas, tidak merdeka atau sedang terpenjara makanya perlu pembebasan? Ini belum lagi jika kita berbicara tentang banyak hal lainnya seperti penghormatan pada bendera, melakukan upacara bendera serta penerimaan terhadap adanya kesamaan hak setiap warga Negara dalam sebuah Pemilu multi ras dan multi agama. Ini tentu jadi pertanyaan bagi kita semua.
Karena itu menurut saya, Langkah Pemerintah membubarkan ormas HTI bisa dibilang sudah tepat. Tak hanya di Indonesia, banyak negara pun rupanya telah melarang organisasi Hizbut Tahrir yang mengagas berdirinya Khilafah Islamiyah ini. Negara-negara tersebut yakni Arab Saudi, Tunisia, Yordania, Mesir, Turki, Pakistan, Tajikistan, Uzbekistan, Malaysia, Jerman, Rusia serta Belanda. Dibubarkannya HTI dibanyak Negara tentu karena dianggap bertentangan dengan ideologi di Negara-negara tersebut. Lalu setelah Indonesia, Negara mana lagi yang akan menyusul?
Terhadap ormas yang dianggap anti Pancasila, Pemerintah memang harus tegas. Supaya tidak berdampak buruk lebih jauh, tentu harus diambil langkah yang tepat untuk ormas anti Pancasila. Apalagi, Pemerintah tentu tidak mau sampai kecolongan. Takutnya ormas-ormas yang anti Pancasila justru akan menjadi duri dalam daging dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Apalagi, Perlu kita pahami bahwa Indonesia yang terdiri atas beragam suku bangsa dan bahasa ini sudah diakui dunia dapat bersatu-padu dengan adanya ideologi Pancasila. Maka, menurut saya yang waras dan pro Pancasila, sebenarnya wajar saja jika Pemerintah bergerak cepat membubarkan ormas yang dianggap anti dan bertentangan dengan Pancasila. Ya termasuk ormas HTI ini.
Secara logika memang tidak mungkin ideologi khilafah dapat dipersatukan dengan ideologi Pancasila. Sudah menjadi konsensus bersama dan keputusan para pendiri bangsa ini untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi.
Lebih dari itu, Ideologi Pancasila kita sejatinya bukanlah ideologi sembarangan. Ideologi Pancasila ini merupakan ideologi pemersatu dan menjadi bagian yang tak mungkin dipisahkan dari bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila adalah hasil dari pemikiran dan refleksi filosofis dari bangsa Indonesia sendiri. Jadi, Ideologi Pancasila ini merupakan ideologi yang hebat karena mampu mempersatukan beragam suku-bangsa di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Rasanya tanpa ada ideologi Pancasila, maka besar kemungkinan Indonesia ini akan terpecah-belah.
Di pihak lain, Sebenarnya sah-sah saja jika ormas HTI dan pimpinannya tidak legowo atau tidak setuju dengan keputusan Pemerintah membubarkan ormas tersebut. Namun tentunya ada mekanisme yang lebih tepat. Maka sangat disarankan bagi HTI untuk dapat menggunakan mekanisme yang tepat itu.
Misalnya HTI dapat mengajukan gugatan ke pengadilan jika tidak terima dibubarkan Pemerintah Republik Indonesia. Jika sudah mengajukan gugatan ke pengadilan ya tinggal tunggu saja sidangnya dan mari buktikan dipersidangan. Tentu akan lebih elegan rasanya jika HTI dan pimpinannya dapat menggunakan mekanisme yang tepat untuk memprotes pembubaran ormas tersebut. Jadi, tidak perlu lagi mempertanyakan soal ini dan itu kepada Pemerintah yang sudah bareng tentu telah menimbang secara matang terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan final membubarkan HTI.
Pada akhirnya seluruh warga HTI dan pimpinannya harusnya memutuskan mau terus berkeinginan mendirikan khilafah atau segera bertobat, sadar, dan bersedia menjunjung tinggi ideologi Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
            Begitulah seharusnya.

0 komentar:

Posting Komentar