Cari Blog Ini

Kamis, 20 Juli 2017

HTI Dibubarkan, Bukti Jokowi tidak Kompromi Pada Ormas Anti Pancasila


Ketegasan Pakdhe Jokowi tehadap ormas-ormas yang berniat merongrong Negera Kesatuan Republik Indonesia tidak perlu disangsikan. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perpu Ormas) menjadi bukti yang sangat jelas bahwa Pakdhe Jokowi  benar-benar tidak mau main mata dengan golongan manapun yang mau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan ideologi lain.
Untuk mengeluarkan Perpu sebagai pengganti ormas tentu Pakdhe bukan asal-asalan. Pertimbangan-pertimbangan dan kajian-kajian yang matang sudah dilakukan. Sesuai dengan kewenangannya, Presiden diperbolehkan mengeluarkan peraturan pemerintah atas dasar keadaan yang mendesak untuk menyelesaikan hal-hal yang menyangkut hukum secara cepat berdasar undang-undang.
Kemendesakan tentang perlunya mengatur ormas memang perlu diperhatikan dengan sesksama sebab undang-undang RI tidak memadahi. Dampak tidak memadahinya undang-undang itu adalah munculnya ormas-ormas anti Pancasila di Indonesia. Selama ini mereka dengan seenaknya sendiri melakukan kampanye-kampanye negatif. Muatan kampanye negatif adalah menjelek-jelekkan Indonesia, tindakan diskiriminatif, merasa diri sebagai makhluk paling sempurna bahkan tidak segan-segan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Kalau sudah begitu, apakah kita mau diam saja? Saya tidak mau. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia saya terpanggil untuk menyuarakan kebenaran. Karena itu, saya mendukung Pakdhe Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perpu Ormas).
Pemerintah punya tujuan baik yaitu melindungi warganya. Namun niat baik pemerintah itu bukan tanpa tantangan. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan 16 Ormas lain menentang keras pemerintah RI. Untuk melakukan perlawanan pada pemerintah, HTI menyewa pakar hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra.
Hari ini HTI dibubarkan oleh pemerintah. Dengan mengacu Perpu Nomor 2 Tahun 2017, HTI dinyatakan sebagai organisasi massa yang illegal di bumi Indonesia. Inilah alasan mengapa HTI dibubarkan: tidak melakukan peran positif bagi bangsa Indonesia.  HTI terindikasi sebagai organisasi yang anti pada Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, HTI rawan menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Nah, kalau HTI dinyatakan demikian, masih ragu pada pemerintah?
Buat Seworders yang pengin tahu tujuan didirikannya HTI bisa membaca buku Ilusi Negara Islam yang diterbitkan Wahid Institute dan Maarif Institute tahun 2009. Di buku ini disebutkan bahwa Hizbut Tahrir bertujuan: menegakkan khilafah internasional dengan cara mendirikan partai, berinteraksi dengan masyarakat dan berjuang merebut kekuasaan.  Dalam menjalankan aksinya, HTI nyata-naya melakukan tindakan:
  1. Kekerasan Doktrinal. Kekerasan ini dilakukan dengan cara melakukan penyebaran teks-teks yang tertutup dan kebenaran yang sepihak. Dalam hal ini, kita dapat menemukan propaganda HTI melalui berbagai cara dan melakukan kekerasan doctrinal.
  2. Kekerasan terhadap tradisi lokal dan budaya sebagai turunan dari kekerasan pertama.
  3. Kekerasan Sosiologis. Kekerasan jenis ini dilakukan dengan memunculkan ketakutan, instabilitas, kegelisahan sosial.
Sayang, banyak orang terpesona dengan gerakan garis keras ini karena dangkalnya pemahaman mereka tentang Islam yang rahmatan lilalamin.
HTI memang menjadi momok yang meresahkan. Dengan apa mereka memasukkan ajaran-ajaran fudamentalis-fanatis yang sempit? Kembali saya mengutip hasil penelitian Wahid Insititute dan Maarif Institue dalam buku Ilusi Negara Islam:
  1. Masuk ke lingkungan yang sepaham atau mirip, sehingga mudah diterima dan berkembang
  2. Mula-mula menyembunyikan tujuan dan paham, lama-lama merasuk dan ideologi diterima dengan mudah
  3. Aktor-aktor militan dan gigih
  4. Memanfaatkan suasana rentan di tubuh organisasi yang akan diinfiltrasi
  5. Menggunakan teori belah bambu (pecah belah)
  6. Menyuburkan benih kecemasan, ketakutan, idiologi lain dan seolah mampu menjadi penawar
  7. Menebar pesona diri (idiologi lain jelek)
  8. Menyembunyikan agenda yang dimiliki dengan penampilan yang baik
  9.  Menampilkan diri sebagai kekuatan alternatif
  10. Tumbuh dan mekar dalam organisasi yang dimasukinya
  11. Secara langsung atau tidak langsung memanfaatkan pihak-pihak dalam organisasi yang tidak merasa puas atau kecewa
  12. Menggunakan sebanyak mungkin media atau sarana untuk menyebarkan benih-benih ideologinya.
Adalah benar bila pemerintah melakukan pembubaran pada HTI yang nyata-nyata mengancam Indonesia. Sebenarnya sejak tahun 2009, Wahid Institute dan Maarif Institute sudah merekomendaikan ormas ini dibubarkan. Namun waktu itu pemerintah di bawah kendali Susilo Bambang Yudhoyono tidak berani melakukan pembubaran. Bahkan waktu itu pemerintah terkesan main mata dengan ormas-ormas yang intoleran itu.  Saat itu, tepatnya tanggal 12 Agustus 2007, Hizbut Tahrir Indonesia mengumpulkan 80 ribu orang di Istora Senayan dan menyerukan pendirian Khilafah Islamiyah dan waktu itu bertekad melenyapkan Pancasila dan NKRI.  Mestinya bila waktu itu SBY membubarkan HTI, lembaga ini tidak akan merusak bangsa. Sayang, SBY tidak peka!
Kita bersyukur bahwa Indonesia bersama beberapa negara menolak HTI. Inilah negara menolak HTI. Yordania, Mesir, Suriah, Pakistan, Uzbekistan, Libya, Arab Saudi, Jerman, Rusia, Kirgiztan, Tajikiztan, Kazakhtan, China, Turki, Bangladesh, Malaysia dan hari ini INDONESIA.
Pakdhe memang memiliki kecerdasan yang hebat untuk menjadikan Indonesia Hebat, babas dari infiltrasi ormas-ormas anti Pancasila. Pemimpin macam ini jarang dijumpai di Indonesia. Selama ini pemimpin-pemimpin melakukan kompromi dengan ormas-ormas demi mendapat dukungan politis. Beberapa hari lalu Safii Maarif mendengar pernyataan Jokowi yang siap tidak populer dengan keputusannya. ‘Saya enggak perlu popularitas. Yang penting rakyat, bangsa dan negara’. Itulah yang disampaikan Buya menirukan pernyataan Jokowi.
Pembubaran HTI adalah prestasi buat Indonesia di bawah pemerintahan Pakdhe Jokowi. Masih ragu mendukung pakdhe? Kalau masih ragu, silahkan mikir lagi apakah masih layak hidup di Indonesia. Kalau masih ragu-ragu lagi, saya meminjam kata yang dipakai Kaesang Pengarep, “Ndeso”.
Setelah HTI dibubarkan, mari kita bergandengan tangan menjaga Pancasila dan NKRI. Rekomendasi dari Wahid Institute dan Maarif Institute dapat digunakan. Inilah rekomendasi baik bagi Indonesia:
  • Mengajak semua komponen bangsa untuk terbuka, rendah hati, terus belajar esensi agama
  • Memutus mata rantai gerakan transnasional dengan jalan damai
  • Menyadarkan semua pihak bahwa gerakan transnasional bertentangan dengan keberagaman bangsa Indonesia
  • Memperjuangkan lestarinya Pancasila yang merupakan refleksi syariah
  • Revitalisasi NU sesuai paham ahlussunnah wal jama’ah.
  • Mengupayakan agar fatwa MUI adalah bentuk pesan sejati Islam yang terbuka pada semua orang.
  • Dunia pendidikan harus diisi pesan luhur dari bangsa Indonesia
  • Bekerjasama dengan semua pengusaha agar mewujudkan keadilan keamanan, ketertiban, stabilitas sosial
  • good governence
  • Islam adalah rahmatan lil ‘alamin yang menghargai nilai luhur budaya lokal (Islam bukan Timur Tengah)
  • Membangun jaringan generasi muda cinta merah putih untuk membendung masuknya ideologi asing yang mencuci otak anak bangsa
  • Menumbuhkan sikap bangga pada tradisi dan budaya Indonesia sejalan dengan ajaran agama yang dianut.


Viva Pakdhe, Jayalah Indonesia!

Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar