Cari Blog Ini

Jumat, 28 Juli 2017

3 Hal Penting dari Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017

Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 berisi perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Karena sifatnya perubahan, maka kita perlu mencermati apa sebetulnya yang berubah dari yang sudah berlaku sebelumnya?
Berikut adalah tiga hal penting dari Perppu 2/2017 yang baru saja diterbitkan pada Senin, 10 Juli 2017 ini.
1. Perluasan Paham Ormas yang Dilarang
Wiranto dalam Konferensi Pers Perppu 2/2017. [KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI]
Sebelumnya, peraturan mengenai Ormas dengan jelas menyebut sejumlah ideologi atau paham yang dilarang, yakni ateisme, komunisme, marxisme, dan leninisme. Kini, ditambahkan dengan “atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945”.
Dengan adanya perluasan ini, Pemerintah bisa lebih bebas bergerak mengintervensi keberadaan Ormas yang dianggap mengancam dasar negara, yakni Pancasila dan UUD 1945. Banyak pihak menilai tindakan ini mencederai demokrasi, karena seharusnya dalam demokrasi, semua ide boleh berkembang.
Namun, dari pihak Pemerintah belum ada tanggapan mengenai hal ini. Yang pasti, Menkum HAM Yasonna Laoly menegaskan perluasan ini bukan secara khusus menyasar satu Ormas saja. Melainkan semua Ormas yang membawa paham sebagaimana yang telah disebutkan di dalam aturan.

2. Diterbitkan dalam Rangka Mengisi Kekosongan Hukum

Momen pengesahan Perppu 2/2017. [Dewi Irmasari/detikcom]
Banyak yang mempertanyakan, mengapa Presiden menerbitkan Perppu ini? Pihak Pemerintah, diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, menyebut kekosongan hukum sebagai salah satu alasan.
Pemerintah bergerak atau menindak suatu kasus harus memiliki landasan hukum yang jelas. Sementara peraturan Ormas sebelumnya tidak bisa dipakai menindak Ormas yang memang secara sengaja dan terang-terangan ingin mengganti dasar negara.
Oleh karena itu, Presiden menerbitkan Perppu ini, agar upaya menindak Ormas yang meresahkan masyarakat karena ingin mengganti dasar negara memiliki landasan hukum yang jelas.

3. Didukung Nahdlatul Ulama, Ditolak Muhammadiyah

Sejumlah besar massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam acara Muktamar Khilafah 2013 di GBK. [TEMPO/Dian Triyuli Handoko]
Ketika Pemerintah menerbitkan atau memberlakukan sebuah hukum baru, biasanya publik akan segera memberikan penilaian, tidak terkecuali Perppu ini. Dua Ormas Islam terbesar di Indonesia pun angkat bicara.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas menilai Perppu ini mengancam demokrasi. Ia mengusulkan agar Perppu ini diuji terlebih dahulu di Mahkamah Konstitusi. Pemerintah tidak boleh seenaknya membubar-bubarkan, seperti jaman Orba.
Apabila memang menyasar Ormas Islam radikal, Busyro mengusulkan agar Ormas tersebut tidak langsung ditindak oleh Negara, melainkan bisa melalui dialog terbuka dengan Ormas Islam lain. Agar bisa lebih adil dan tidak terkesan militeristik.
Sementara Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Muhammad Sulton Fatoni menilai Perppu ini adalah solusi untuk masalah merebaknya paham anti-Pancasila yang sudah pada taraf meresahkan.
Oleh karena itu, PBNU mendukung penuh terbitnya Perppu ini. Sulton juga mengatakan bahwa selama ini Pemerintah hanya bisa memberikan pernyataan teguran maupun peringatan verbal terhadap Ormas yang terang-terangan menolak dasar Negara.
Dengan adanya Perppu ini, diharapkan Pemerintah bisa mengambil langkah hukum yang lebih tegas, sehingga Ormas tersebut tidak lagi berkembang dan meresahkan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar