Cari Blog Ini

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Minggu, 30 April 2017

Hari Buruh (May Day)


MAY DAY (HARI BURUH)

A. Sejarah May day
May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
    Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi di tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.

    Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey. Pada tahun 1872, McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan "pengganggu ketenangan masyarakat".

    Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis, Missouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari "United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America". Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur. Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya. Tahun 1887, Oregon menjadi negara bagian pertama yang menjadikannya hari libur umum. Tahun 1894. Presider Grover Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama bulan September hari libur umum resmi nasional.

    Kongres Internasional Pertama diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan National Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia. Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872, menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.

B. May day di INDONESIA

Hari Buruh di indonesia dirayakan pada tanggal 1 Mei, dan dikenal dengan sebutan May Day. Hari buruh ini adalah sebuah hari libur (di beberapa negara) tahunan yang berawal dari usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh.




  • Hari Buruh di Jakarta 1 Mei 2013
    Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan, dengan sasaran utama adalah Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara atau Istana Kepresidenan. Selain itu, lebih dari 2.000 buruh juga beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang tergabung dalam berbagai serikat atau organisasi buruh. Mereka menolak revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang banyak merugikan kalangan buruh.

    Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi DR. Untung S.Rajab, Kamis 3 Mei 2012 menerima sejumlah tokoh serikat buruh yang terlibat langsung pengerakan aksi demo besar-besaran di ibukota Jakarta menyambut May Day 2012 atau Hari Buruh Internasional. Tokoh buruh yang menemui Kapolda, diantaranya ketua aksi dan koordinator Lapangan. Kemudian mereka bersama Kapolda memberi keterangan pers. Bari Silitonga selaku ketua aksi pada peringatan Hari Buruh Internasioanl itu kepada wartawan mengatakan, kedatangan mereka menemui Kapolda Metro Jaya untuk memberi apresiasi positif kepada Polda Metro Jaya dan jajarannya yang telah mengawal aksi demo buruh pada Sesala 1 Mei 2012, sehingga aksi buruh dapat berjalan lancar, tertib dan aman, tanpa mendapat gangguan sampai selesai.

    Meskipun tuntutan serikat buruh hanya sebagaian kecil mendapat tanggapan positif dari Pemerintah, kami buruh merasa perlu memberi apresiasi kepada jajaran Polda Metro Jaya yang telah mengamankan aksi demo buruh sejak awal hingga selesai pada 1 Mei 2012. Mengenai tuntutan buruh yang belum tercapai, itu akan terus diperjuangkan buruh dan tidak akan pernah berhenti, kata Bari Silitonga. Kedatangan sejumlah tokoh buruh ini, disambut gembira oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi DR.Untung S.Rajab. Kepada wartawan dikatakannya, jajaran Polda Metro Jaya juga memberi apresiasi dan sangat berterima kasih kepada seluruh anggota serikat buruh, dimana selama melakukan aksi demonya pada May Day 2012 tetap tertib dan tidak melanggar hukum. “Aksi buruh 1 Mei kemarin merupakan bukti, bahwa aksi demo tidak identik dengan kerusuhan. Saya selaku pimpinan Polda Metro Jaya pada berterima kasih dan member apresiasi kepada buruh. Saya juga berterima kasih dan member apresiasi kepada mahasiswa yang pada hari buruh internasional kemarin ikut melakukan aksi demo, tapi tetap tertib”, kata Kapolda Metro.


    Lebih lanjut Kapolda Metro Jaya mengatakan, bahwa buruh yang tergabung diberbagai serikat buruh adalah aset negara. Mereka patut dihargai dan berhak mendapat pelayanan yang baik dari pemerintah, termasuk dari kepolisian. Oleh karena itu, jajaran kepolisian pada peringatan hari buruh kemarin mengawal aksi demo buruh agar tidak mendapat gangguan dari pihak luar, dan kerjasama buruh dengan Polri pada May Day 2012 cukup baik. Apa yang telah diperlihatan buruh melalui aksi demonya, patut dicontoh, karena aksi demo tidak identik dengan kekerasan atau kerusuhan.

    Hari buruh yang berlangsung di indonesia dan terjadi pada tahun 2013 kemarin terjadi secara serentak di 20 provinsi di indonesia dilantik dari ABC RADIO AUSTRALIA. Massa buruh yang turun ke jalan ditargetkan mencapai 1 juta orang. Aksi unjuk rasi buruh di Ibukota diperkirakan akan diikuti oleh sedikitnya 600 ribu buruh dari kawasan Jabodetabek. Massa buruh akan berkonvoi untuk mencapai sejumlah titik aksi di antaranya Bundaran Hotel Indonesia, Istana dan DPR. Kepada Radio Australia, Ketua Presidium Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI, Said Iqbal, mengatakan tuntutan buruh dalam aksi May Day tahun ini masih sama persis dengan tuntutan buruh di peringatan May Day sebelumnya.

Di Jawa Timur misalnya ada 31.000 perusahaan, tapi pengawasnya kurang dari 150 orang. Itu kan berarti 1 pengawas harus mengawasi lebih dari 2000 perusahaan. Kan tidak mungkin. Mereka juga tidak diberi sumber dana untuk pengawasan. Jadi bagaimana mereka bisa mengawasi perusahaan dan juga menindaklanjuti pengaduan soal pelanggaran yang dilakukan perusahaan." katanya. Hadi Subhan menambahkan, tanpa perubahan mendasar di dua sektor tersebut, selamanya kebijakan  terkait buruh yang diterbitkan pemerintah tidak akan bergigi, dan menyatakan agenda perbaikan kesejahteraan buruh akan selalu kalah dengan kepentingan pemodal. “Kita menuntut pelaksanaan BPJS pada 1 Januari 2014, revisi UU ketenagakerjaan, tolak upah murah dan penghapusan tenaga kerja outsourcing”.
  

C. Kesimpulan yang didapat

    Pengulangan tuntutan ini dilakukan karena kalangan buruh menilai meski beberapa aspirasi mereka sudah diakomodasi pemerintah, namun pelaksanaanya masih sangat lemah. nasib buruh di Indonesia tidak akan mengalami perubahan signifikan tanpa upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk memperbaiki aturan ketenagakerjaan dan juga peningkatan di sektor pengawasan menurut pengamat perburuhan dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya,.
Kesimpulan :
    
    Buruh sebagai manusia juga ingin mendapatkan hak-hak yang pantas sebagai warga negara indonesia. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus dan melakukan peran penting, salah satunya pemerintah harus memperbaiki regulasi penetapan upah minimum untuk para buruh di Indonesia. Nasib buruh di Indonesia tidak akan mengalami perubahan signifikan tanpa upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk memperbaiki aturan ketenagakerjaan dan juga peningkatan di sektor pengawasan

    Buruh telah menunjukkan kepada masyarakat suatu contoh positif, bahwa untuk menyampaikan aspirasi melalui aksi demo dapat dilakukan secara tertib dan damai, meskipun massa yang diturunkan puluhan ribu, aksi demo mereka tidak mengganggung keamanan dan ketertiban masyarakat.


SUMBER :

MAY DAY = HARI LIBUR NASIONAL



Peringatan Hari Buruh Internasional atau sering dikenal dengan May Day di Indonesia pada tahun ini ditetapkan menjadi hari libur nasional. Tentu saja hal ini menjadi itikad baik pemerintah untuk mengapresiasi kaum buruh yang telah berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan kaum buruh Indonesia yang bekerja di luar negeri mendapat sebutan  pahlawan devisa. Penetapan 1 Mei 2014 menjadi hari libur nasional tentu berdasarkan beberapa pertimbangan.

Hari Buruh Internasional selalu diperingati kaum buruh di seluruh Indonesia dengan berbagai demonstrasi yang sering mengganggu ketertiban umum dan mengganggu proses produksi dari berbagai perusahaan yang menaungi mereka. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan kerugian ekonomi secara nasional. Bahkan beberapa dari demonstrasi itu justru berujung rusuh dan merusak alat-alat produksi. Alhasil, kerugian perusahaan akan makin bertambah besar. Ujung-ujungnya kalau perusahaan merugi, maka biasanya perusahaan akan melakukan aksi pengencangan ikat pinggang. Sasarannya jelas para buruh. PHK menjadi jalan satu-satunya untuk mengurangi biaya produksi. Walah.

Sebelumnya 1 Mei bukan merupakan hari libur. Berbeda dengan 1 Mei tahun ini yang ditetapkan sebagai hari libur. Diharapkan aksi-aksi demonstrasi kaum buruh akan semakin berkurang untuk menghindari kekacauan ekonomi. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofjan Wanandi meminta buruh untuk introspeksi diri saat perayaan hari buruh 1 Mei 2014.

"Besok hari buruh adalah hari libur, saya ucapkan selamat kepada buruh. Tetapi buruh harus introspeksi agar hubungan buruh dan pengusaha saling percaya," kata Sofjan saat berdiskusi dengan media dengan tema "Merumuskan Produktivitas Kita" di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Rabu (30/04/2014).

Tentu saja pada prakteknya nanti, pasti ada saja beberapa demonstrasi oleh kaum buruh. Seperti biasa, demonstrasi diisi dengan berbagai orasi untuk menyuarakan hak-hak kaum buruh. May Day tahun-tahun sebelumnya berisi tuntutan kenaikan UMR, penghapusan outsourching, dan lain-lain, serta meminta 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur. Untuk poin terakhir itu, sekarang telah menjadi kenyataan. Tinggal sekarang bagaimana kaum buruh memanfaatkan dengan sebaik-baiknya hari libur itu. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Radjasa mengimbau kepada para buruh tidak perlu melakukan aksi demo. Pasalnya, dulu buruh tengah memperjuangkan untuk libur di tanggal tersebut. "Saya imbau para buruh memanfaatkan hari libur ini sebaik baiknya bersama keluarga," tutur beliau.

Hatta menambahkan, walaupun para buruh nantinya melakukan aksi demo, agar tetap melakukannya secara damai serta harus jauh dari rasa anarki.

"Buruh harus mulai sebuah tradisi bahwa hari buruh itu adalah hari yang damai seperti di luar negeri. Hari buruh itu dihabiskan untuk menonton pertunjukan. Jadi hari buruh ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya," tuturnya lagi.

Peringatan Hari Buruh Internasional tahun ini di Indonesia juga bertepatan dengan tahun politik. Beberapa waktu yang lalu telah dilaksanakan pemilu legislatif. Menunggu selanjutnya adalah pemilu presiden beberapa bulan lagi. Pada setiap aksi kampanye pemilu, kaum buruh selalu menjadi sasaran bagi para caleg atau calon presiden untuk menggelontori mereka dengan janji-janji politik. Temanya tidak jauh-jauh dari meningkatkan kesejahteraan kaum buruh di Indonesia. 1 Mei nanti jelas akan dipengaruhi oleh atmosfer pemilu presiden yang akan digelar beberapa bulan lagi. Sofjan Wanandi, saat dihubungi oleh m.bisnis.com, yang tak kalah penting, kata Sofjan, lantaran seiring dengan akan dilakukannya pemilihan presiden (Pilpres) tahun ini, tidak sedikit yang akan memanfaatkan momentum hari buruh ke arah politik praktis. Mengenai kerugian akibat dijadikannya hari buruh sebagai hari libur nasional, pihaknya enggan mengomentari. Yang pasti, pihaknya menghargai hari libur untuk buruh ini.

“Yang penting, seharusnya jangan dibawa ke arah politik, tetapi saya pikir pasti ada hal yang mereka usung soal salah satu calon presiden yang mereka dukung,” tuturnya.

Kehidupan buruh sudah memprihatinkan. Janganlah mereka hanya dijadikan bahan pendulang suara pada pemilu saja. Lalu kalau sudah menang, malah lupa dengan semua janji-janji politik pada saat kampanye. Peringatan Hari Buruh Internasional pada tanggal 1 Mei 2014 seharusnya menjadi tonggak lembaran baru bagi hubungan tripartit yang harmonis antara buruh, pengusaha dan pemerintah.

Selamat Hari Buruh Internasional (May Day).

Artikel: May Day Tanpa Anarkis


Oleh : Bondan Arion Prakoso
Peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2014 merupakan moment untuk menyuarakan peningkatan kesejahteraan buruh, dan Pemerintah harus mendukung perjuangan tersebut, karena setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak, sesuai dengan amanat institusi (UUD 1945).
Peringatan Hari Buruh Internasional (MayDay) 1 Mei 2014, hendaknya di peringati dengan damai dan tanpa kekerasan. Namun demikian, pemerintah pusat, daerah dan Disnakertrans harus membuat gebrakan agar nasib buruh diperhatikan, jangan hanya mengambil keuntungan dari perusahaan.
Selain itu, seluruh kaum buruh hendaknya dalam memperjuangkan kepentingannya tidak ditumpangi oleh kepentingan politik tertentu terutama pada momen pelaksanaan pemilu 2014, sehingga pelaksanaan hari buruh internasional betul-betul berjalan sesuai dengan kepentingan buruh dan perjuangan yang dilakukan secara murni sehingga dapat berjalan damai, aman dan tanpa kekerasan.
Tuntutan upah buruh perlu diperhatikan khususnya dari pemerintah, perusahaan (korporasi), dalam rangka meningkatkan kesejahteraan buruh di Indonesia. Pemerintah perlu memperhatikan tenaga kerja atau buruh melalui peningkatan SDM buruh, upah, serta kebijakan dan regulasi yang berpihak pada kepentingan buruh di Indonesia.
Permasalahan buruh sangat kompleks, maka setiap permasalahan buruh harus dibicarakan dengan berdialog dan berdiskusi, sehingga kedamaian dan suasana aman, serta tanpa kekerasan dapat tercipta sesuai yang kita harapkan semua.
Isu perjuangan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan buruh perlu diperhatikan dan didorong oleh semua pihak sehingga pelaksanaan hari buruh internasional akan tercipta suasana damai dan aman nantinya. Pengusaha dan buruh harus duduk bersama dalam memecahkan setiap persoalan buruh, dimana permasalahan buruh merupakan masalah yang akan terus terjadi, apabila sebagian pengusaha belum memahami secara benar terhadap kehadiran serikat pekerja dalam suatu perusahaan.
Kurangnya pemahaman hukum ketenagakerjaan baik di pihak pekerja maupun pengusaha terhadap pentingnya kehadiran serikat pekerja. “Panggung politik akan selalu ada, dan orang-orang akan selalu meramaikannya, …ceritanya terkadang membosankan terkadang menyenangkan,… kisahnya terkadang baik, terkadang buruk,…aktifitasnya terkadang menguntungkan terkadang merugikan,…pengaruhnya terkadang menguasai segalanya, terkadang segalanya menguasainya”.
Konvensi Dasar International Labour Organization (ILO) terdiri atas 4 kelompok yakni: Kebebasan Berserikat (Konvensi ILO No. 87 dan No. 98), diskriminasi (Konvensi ILO No. 100, dan No. 111), kerja paksa (Konvensi ILO No. 29, dan No. 105), perlindungan anak (Konvensi ILO No. 138 dan No. 182), konflik antara buruh-pengusaha-pemerintah, UMR, THR, Tunjangan Pensiun, Tunjangan Kesehatan, Kriteria kebutuhan hidup layak (KHL), dan PHK, dimana peran pemerintah sebagai wasit tidak pernah dianggap benar-benar adil menangani konflik.
Untuk itu, perlu dipahami dan dibangun argumen, hakekat persamaan dan perbedaan manusia. Peringatan Hari Buruh Internasional identik dengan demonstrasi dan Pemerintah berkewajiban untuk memastikan suasana daerah tetap kondusif dan iklim usaha berjalan normal dan aman.
Peringatan Hari Buruh Internasional diharapkan mampu, disikapi oleh para buruh dengan kegiatan positif sehingga masyarakat, pengusaha terus memberikan simpati dan empati kepada buruh dalam setiap upaya memperjuangkan hak-haknya sehingga dapat melahirkan strategi dan langkah-langkah posiif dengan eksistensi buruh, baik secara personal dan organisasi.
Para buruh seyogyanya mengisi momentum May Day 2014 dengan mematuhi ketentuan yang berlaku, diawali dengan pemberitahuan kepada pihak keamanan dan mengharapkan agar kegiatan buruh, tidak ditunggangi kepentingan politik, khususnya dalam situasi memasuki masa Pilpres 2014. Ada beberapa peran pemerintah pusat dan daerah yakni mengoptimalkan peran sebagai fasilitator dan mediator yang baik dalam penanganan perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pelaku usaha dan buruh.
Menyelenggarakan program-program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan produktifitas pekerja, menggalakkan penyelenggaraan Program Pengembangan Usaha Swasta (PPUS) dalam upaya pemberdayaan sektor UMKM, memberikan insentif bagi perusahaan yang berkomitmen untuk membantu peningkatan produktifitas pekerja melalui pendirian lembaga pelatihan sesuai standar kompetensi yang dibutuhkan, memberikan insentif bagi perusahaan yang mendukung pengembangan kegiatan kewira usahaan yang bekerja dan mendukung penciptaan daya dukung investasi terutama sektor padat karya yang memberdayakan sumber daya lokal.
Sedangkan, untuk mencegah terjadinya konflik, yakni hindari pengelompokkan, pertebalan wawasan kebangsaan, budayakan musyawarah mufakat, ciptakan mekanisme komunikasi guna menyampaikan aspirasi. Begitu juga dengan Serikat Perkerja Indonesia (SPI) harus berusaha memperjuangkan kepentingan buruh atau tenaga kerja melalui advokasi, penyuluhan, dan peningkatan SDM Buruh dengan cara bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mendorong terbentuknya dewan pengupahan di daerah dalam rangka memperjuangkan upah buruh secara layak dan manusiawi sesuai dengan standar kehidupan layak daerahnya.
Seharusnya, buruh bersyukur kegiatan Mayday, dijadikan hari libur nasional oleh pemerintah. Untuk itu diharapkan ini menjadi momentum untuk merefleksikan yang telah mereka lakukan selama ini, tentunya bagai mana kedepannya untuk menjadikan Tripartit ini bekerja dengan baik, mensikapi pekerjaan dan tugas terhadap kesejahteraan buruh dan membantu pengusaha dalam merekrut SDM para pekerja.
“Sistem yang buruk akan melahirkan politikus yang buruk…politikus yang buruk akan menciptakan sistem yang buruk. Politikus baik tidak akan bisa bertahan dalam sistem yang buruk, dan sistem yang buruk tidak akan bisa bertahan dalam rakyat yang mengiginkan kebaikan. Rakyat yang mengiginkan kebaikan, melahirkan politikus baik, yang kemudian menciptakan sistem yang baik, yang menciptakan kehidupan yang cemerlang”.

Sabtu, 29 April 2017

Urgensi Pembubaran HTI dan FPI?

Oleh : Wildan Nasution, Peneliti di Center of Risk Strategic Intelligence Assessment (Cersia), Jakarta
Kiprah FPI kontroversial dengan aksi-aksi sweeping yang berdalih penertiban sosial dengan dibumbui isu agama. Aksi FPI juga sering disertai dengan kekerasan dan bentrokan massa.Salah satu aksi yang memicu perhatian luas adalah penyerangan terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) di Silang Monas pada 1 Juni 2008. Aksi itu menuai kecaman, termasuk dari Presiden SBY yang menyatakan negara tidak akan kalah dengan perilaku kekerasan. Perilaku FPI ini menimbulkan keresahan sosial, mencoreng martabat penegakan hukum dan mendistorsi pemahaman masyarakat seolah-olah menegakan Islam identik dengan kekerasan.Hal ini memicu tuntutan masyarakat tentang pembubaran FPI sebagai ormas radikal yang mengganggu ketentraman di dalam masyarakat.
Pamor FPI sempat naik kembali memanfaatkan isu penistaan agama yang menyeret Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.Peranan Habib Rizieq sebagai pimpinan FPI dalam Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF-MUI) menyeret FPI kembali dalam “Aksi Bela Islam” yang beberapa kali digelar di Jakarta dan sejumlah daerah.Para pimpinan FPI memanfaatkan momentum dalam panggung isu anti penistaan agama untuk membangun popularitas dan dukungan publik. Meski pada akhirnya sejumlah pimpinan FPI, termasuk Habib Rizieq harus berhadapan dengan sejumlah permasalahan hukum seperti tudingan penistaan Pancasila hingga kasus chat mesum, namun harus diakui bahwa pamor Habib Rizieq dan FPI telah terkerek berkat momentum aksi-aksi anti penistaan agama.
Jika FPI sering diidentik dengan kekerasan, HTI relative moderat dalam melancarkan aksinya.Rally jalanan, konferensi, diskusi, dan propaganda media sosial menjadi strategi HTI mengkampanyekan pandangan politiknya, terutama Kekhalifahan.Propaganda HTI juga secara intens menyerangkredibilitas sistem kenegaraan yang berlaku di Indonesia dan menyebarluaskan sentiment anti Barat.HTI tampak lebih intens dalam isu politik dan menggalang dukungan publik. Karena itu, tidak mengherankan jika HTI mampu memobilisasi ribuan massa dalam aksi-aksinya dan memiliki political confidency untuk menantang secara terbuka ideologi negara dan kekuasaan otoritatif dengan konsep-konsep alternatif yang menjadi pedoman politik HTI sebagai bagian dari partai politik internasional.
Ancaman Potensial
Sejak awal keberadaan FPI telah menimbulkan kontroversi.Meski secara resmi FPI menyatakan berdiri pada tanggal 17 Agustus 1998, namun berbagai sumber mengatakan bahwa para aktivis yang mendirikan FPI telah intens dalam berbagai kegiatan keagamaan yang dianggap ancaman sejak masa Orde Baru.Habib Idrus Jamalullail dan KH.Cecep Bustomi yang ikut membidani FPI pernah ditahan oleh Orde Baru pada era 1980-an.Bahkan, aktivis FPI disinyalir terlibat dalam sejumlah peristiwa kekerasan seperti kerusuhan Ketapang tahun 1998, bentrokan Pam Swakarsa dengan masyarakat yang menolak pengangkatan BJ.Habibie sebagai Presiden menggantikan Soeharto pada SI MPR November 1998.Keterlibatan FPI dalam Pam Swakarsa sendiri ditengarai akibat hubungan sejumlah elit FPI dengan petinggi militer dan kepolisian yang mendukung BJ.Habibie dan menentang Sidang Umum MPR 1999 yang menolak pertanggungjawaban BJ.Habibie.
Pertalian kekerasan dan kepentingan politik tampaknya selalu melekat dalam gerakan FPI. Secara aktif FPI merespon isu-isu yang disertai dengan mobilisasi massa seperti persoalan isu pornografi, Ahmadiyah, hingga persoalan hiburan malam dan perjudian. Meski mendalihkan bahwa gerakannya berangkat dari keterpinggiran umat Islam, namun sulit untuk dikonfirmasi secara empiris segmentasi umat Islam yang dimaksud sebagai obyek advokasi politik FPI itu sendiri.FPI secara terbuka juga menyatakan sikap politiknya mendukung kembali Piagam Jakarta untuk memperjuangkan aspirasi umat.Sebagai entitas politik, aksi FPI tampaknya lebih banyak dipengaruhi dengan dinamika kekuatan politik di luar FPI dibanding dorongan dari dalam organisasi.Selain itu, kiprah politik FPI kerap tenggelam karena aksi kekerasan yang lebih mendominasi pemberitaan FPI.
Sepak terjang ini menempatkan FPI seperti halnya organisasi massa yang menjadi ancaman bagi keamanan dan stabilitas sosial. Kisah FPI ini mengingatkan pada sejumlah studi yang meneliti organized crime yang memiliki hubungan dengan penguasa politik di beberapa negara. Keberadaan kelompok Mafia kerap dihubungkan dengan para politisi di Italia maupun Amerika Serikat.Kartel sulit dihancurkan karena memiliki koneksitas dalam kekuasaan politik di Kolombia dan Meksiko.Relasi mutualisme dalam patronase politik antara organized crime dengan para politisi membuat penegakan hukum menjadi tidak efektif karena akan menghadapi campur tangan kekuasaan politik. Studi tersebut menunjukan situasi yang menjelaskan tantangan sulitnya membubarkan FPI di Indonesia.
Sementara itu, HTI di lapangan lebih soft dengan kemasan politik damai dan dakwah.HTI berkembang di Indonesiaawal 1980-an melalui dakwah pada kelompok terdidik di kampus.Dengan dakwahHTI dapat menyamarkan wataknya sebagai partai politik yang mengejar kekuasaan politik.Tidak heran jika banyak masyarakat terkecoh seolah HTI merupakan sekte sosial atau sekte keagamaan.HTI merupakan gerakan internasional dan cabang dari Hizbut Tahrir (HT) atau Liberation Party (Partai Pembebasan) yang dideklarasikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani pada tahun 1953.HT banyak dimusuhi diberbagai negara setelah berulang kaliterlibat dalam kudetayang dapat digagalkan seperti Yordania tahun 1969, Mesir, Iraq, Sudan, Tunisia, dan Aljazair tahun 1973 untuk mendirikan pemerintahan dibawah kekhalifahan Islam versi HT.
Untuk membentuk Kekhalifahan global, HTI/HT mengadopsi tiga strategi, yakni pembinaan dan pengkaderan (marhalah al-tatsqif) untuk membentuk inti kepemimpinan; interaksi dengan umat (marhalah tafa’ul ma’a al-ummah) untuk membangun pengikut loyal; dan pengambilalihan kekuasaan (marhalah istilam al-hukm) untuk merubah pemerintahan.HT/HTI secara selektif menyasar kelompok masyarakat tertentu sebagai basis rekrutmen politik.Gerakan politik HT di sejumlah negara menunjukan bagaimana HT menjadikan para pegawai pemerintahan sebagai target rekrutmen dan menanam pengaruh politik. Pemerintah Pakistan mencurigai HT menyusupi militer antara tahun 2003-2013 untuk merekrut anggota guna mendukung konsep pemerintahan Khilafah dan menggulingkan pemerintahan.Pengadilan militer menjatuhkan divonis 18 bulan-5 tahun penjara bagi perwira militer Pakistan yang terbukti menjadi anggota HT.Pemerintahan Pervez Musharraf sendiri melarang HT di Pakistan pada tahun 2003 dan menyeret ke pengadilan pimpinan HT.
Setidaknya 13 negara mayoritas muslim telah menyatakan HT sebagai organisasi terlarang dan membekukan kegiatannya seperti Mesir, Jordania, Saudi Arabia, Turki, Uzbekistan, dan Bangladesh. Pemerintah Bangladesh melarang HT dan menangkapi aktivis HT karena terlibat pembunuhan blogger yang dianggap mendukung sekulerisme dan pro Barat.Pemerintah China dan Russia juga melarang aktivitas HT di negaranya.Tahun 2015, pemerintah Malaysia menangkap pimpinan HT Malaysia, Abdul Hakim Othman setelah menggelar aksi protes anti Amerika Serikat di Malaysia. Negara Bagian Selangor, Malaysia menyatakan bahwa HT sebagai organisasi terlarang dan yang mengikutinya akan berhadapan dengan hukum yang berlaku.
Pemerintah Australia juga melarang HT karena dianggap menyebarluaskan paham kekerasan.Sejumlah aksi penembakan dan penyanderaan diduga kuat melibatkan orang-orang yang intensdalam diskusi HT. Pada Oktober 2015, anak usia 15 tahun yang sebelumnya aktif dalam diskusi HT telah terlibat dalam penembakan dan pembunuhan penegak hukum di Parramatta, Australia. Sebelumnya, warga Australia kelahiran Iran, Haron Monis, terlibat dalam penyanderaan belasan warga di Café Lindt Chocolate, Sydney, yang mengakibatkan tewasnya dua sandera dan pelakunya pada Desember 2014.
Intelejen Inggris juga berhasil mengungkap kaitan HT dengan Omar Sharif pelaku pengeboman Tel Aviv Bar tahun 2003 setelah ditemukannya buku-buku HT di rumahnya. Begitupula dengan Jihadi John, anggota ISIS asal Inggris yang sebelumnya aktif mengunjungi diskusi HT saat kuliah. Meski HT menyatakan carapolitik damai untuk meraih tujuannya, namun berbagai percobaan kudeta dan ditemukannya keterkaitan antara para pelaku teror dengan HT membuat sulit untuk menghindari fakta bahwa kegiatan HT telah memicu terjadinya radikalisasi dan kekerasan. Hal ini mengafirmasi pernyataan Zeyno Baran dari Hudson Institute bahwa HT sebagai “conveyor belt for terrorist”.
Organisasi Terlarang
Keberadaan FPI dan HTI telah menimbulkan ancaman potensial bagi kepentingan nasional Indonesia, baik karena ajaran maupun gerakan politiknya.Karena itu perlu tindakan tegas pemerintah terhadap kedua organisasi ini.UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dimana pasal 59 menyatakan bahwa Ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras dan golongan, serta larangan melakukan tindakan kekerasan yang mengganggu ketertiban umum, termasuk perusakan. UU Ormas ini juga mengatur sangsi dari mulai peringatan administratif tertulis hingga pembubaran sebagaimana diatur dalam pasal 60 hingga pasal 82. Secara bertahap sangsi meliputi sangsi administratif, penghentian dana bantuan, pelarangan kegiatan, hingga pencabutan badan status badan hukum setelah mendapat persetujuan pengadilan.
Mekanisme dalam UU Ormas No. 17 tahun 2013 memang rumit, baik tahapan maupun koordinasi antar instansi yang melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Kemenkumham, dan proses peradilan. Namun, hukum harus ditegakansecara efektif agar terjadi efek jera bagi Ormas pelaku pelanggaran hukum.Kelemahan dalam UU Ormas yang kini hendak direvisi tidak boleh menjadi penghalang bagi pemerintah untuk melakukan tindakan melindungi masyarakat dari ancaman yang timbul dari ormas-ormas pelaku kejahatan.Jika diperlukan pemerintah dapat menerbitkan kebijakan baru untuk mengatur penegakan hukum terhadap kelompok yang melakukan pelanggaran hukum sebagai kegiatan terorganisir dalam pengertian konsep organized crime yang lazim digunakan oleh negara dalam melawan bentuk kejahatan modern.
Sementara itu, keberadaan HTI perlu ditegaskan dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.UU parpol tidak mengenal cabang partai asing yang boleh didirikan dan beroperasi di wilayah hukum Indonesia.HTI juga tidak masuk dalam kategori Ormas yang dikenal dalam UU Ormas di Indonesia. Karena itu, tidak ada landasan yuridis bagi eksistensi HTI di Indonesia dan dengan demikian dapat dinyatakan sebagai Organisasi Tanpa Bentuk yang menjalankan kepentingan asing dan menyebarluaskan paham politik yang bertentangan dengan ideologi negara dan konstitusi yang berlaku di Indonesia. Pernyataan terang-terangan HTI sebagai parpol cabang HT yang dioperasikan dari Inggris untuk mendirikan kekhalifahan di Indonesia jelas merupakan agresi terhadap kedaulatan Indonesia dan dapat dimaknai sebagai kegiatan subversif terhadap negara yang bertentangan dengan hukum.
Pemerintah tidak perlu raguakan dasar hukum untuk menyatakan HTI sebagai organisasi terlarang dan menyatakan ajarannya sebagai ajaran terlarang yang pengikut dan penyebarluasan ajaran dapat dikenakan tuntutan di muka hukum. Cepat atau lambat, HTI berpotensi menjadi masalah faktual di masyarakat sebagaimana ditunjukan dalam pengalaman berbagai negara, baik karena aksi kekerasan yang diimplikasikan dari kegiatan kampanyenya ataupun karena penyusupan di dalam pemerintahan untuk mendukung peluang melakukan kudeta guna menerapakan sistem kekhalifahan.Saat ini HTI mungkin masih dalam gerakan moderat, tapi jika HTI berhasil menggalang dukungan publik luas dan merekrut kader potensial dalam pemerintahan maka sikap moderat dapat dengan mudah menjadi bentuk ekstrim yang membahayakan eksistensi NKRI.

Pembubaran Ormas Anti-NKRI dan Kebebasan Berserikat

Penolakan atas pawai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Tulungagung, Jawa Timur menjadi perhatian publik baru-baru ini. Sabtu, 1 April 2017, 200 personel Banser Tulungagung dan Trenggalek membubarkan pawai HTI yang hendak menuju ke Surabaya untuk mengikuti kirab. Bahkan ketegangan antara GP Ansor-Banser dan HTI tidak hanya terjadi kali ini saja, pada Tahun 2016 di Jember kejadian yang hampir serupa juga terjadi. 

Wacana untuk membubarkan HTI yang dimunculkan GP Ansor-Banser Jatim dua hari yang lalu menjadi mengemuka juga di media massa cetak dan elektronik. Abid Umar Faruq selaku Satkorwil Banser Jatim mengemukakan bahwa HTI merupakan organisasi makar yang tidak mengakui dan menolak Pancasila dan UUD 1945 (Detik, 2/4/2017). Tentu kekhawatiran GP Ansor-Banser cukup dapat dipertimbangkan karena menyangkut ideologi negara dan keutuhan bangsa. Namun di sisi lain wacana tersebut mendapat respon negatif dari berbagai kalangan. 

Tulisan ini memang tidak secara khusus membahas HTI dan pergerakannya, namun membahas ormas anti-NKRI secara umum. Karena terdapat keraguan soal pembubaran ormas anti-NKRI dimungkinkan secara hukum. Selain itu terdapat juga keraguan mengenai benturan antara jaminan kebebasan berserikat dalam UUD 1945 dan pembubaran ormas anti-NKRI. Untuk itu tulisan ini berusaha menjawab keraguan-keraguan tersebut berdasarkan aspek hukum.

Kebebasan Berserikat dalam UUD 1945 & UU Ormas

Kecenderungan berorganisasi dalam perkembangannya menjadi salah satu kebebasan dasar manusia yang diakui secara universal. Tanpa adanya kemerdekaan berserikat seseorang tidak dapat mengekspresikan pendapat menurut keyakinan dan hati nuraninya. 

Dalam UUD 1945 terdapat dua pasal yang menjamin kebebasan berserikat. Pertama, Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Kedua, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Jika ditarik kesimpulannya, kedua pasal ini sama-sama menjamin kemerdekaan berserikat namun hanya Pasal 28 yang menetapkan kemerdekaan berserikat dengan undang-undang.

Sebagai bentuk dari jaminan kebebasan berserikat terdapat UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas yang mengatur mengenai pelaksanaan kebebasan berserikat oleh ormas. Tidak hanya hak dari ormas maupun hal-hal yang bersifat administratif, namun juga kewajiban, pembatasan, dan larangan. Sebagai contoh pada Pasal 2 UU Ormas menggariskan bahwa setiap ormas yang ada di Indonesia tidak boleh mempunyai asas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. 

Secara umum kebebasan berserikat memiliki batasan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi keamanan nasional dan keselamatan publik, mencegah kejahatan, melindungi kesehatan dan moral, serta melindungi hak dan kebebasan yang lain. Lebih tegas, Sam Issacharoff menyebutkan bahwa negara berwenang melarang atau membubarkan suatu organisasi yang mengancam demokrasi, tatanan konstitusional/dasar negara, serta masyarakat (Sam Issacharoff, 2006: 6). 

Artinya negara demokratis tidak hanya menjamin hak kelompok tertentu, namun juga menjamin dan melindungi dasar negara di sisi lain. Namun pembubaran ormas harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mencederai kebebasan berserikat sendiri. Secara prosedural pembubaran ormas diputus terlebih dahulu oleh pengadilan untuk menjamin keadilan.

NU Harus Bersikap

Dalam Pasal 59 ayat (2) UU Ormas disebutkan larangan-larangan untuk ormas sebagai berikut : 
a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
c. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau
e. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bahkan ayat (4) menegaskan bahwa Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Apabila dilihat sekilas Pasal 59 ayat (2) huruf c dan Pasal 59 ayat (4) UU Ormas dapat menjadi dasar hukum untuk membubarkan ormas anti-NKRI.

NU dan Nahdliyin memiliki tugas luhur untuk menjaga keutuhan Indonesia. Dalam menghadapi ormas anti-NKRI, NU telah menunjukkan tindakan-tindakan nyata. Bukan tidak mungkin tindakan hukum bisa dilakukan NU di kemudian hari. Penulis berpendapat bahwa Nahdliyin harus berhati-hati dalam menafsirkan hukum, karena memahami pasal-pasal dalam suatu undang-undang tanpa membaca penjelasannya akan menimbulkan kesalahpahaman. Penjelasan Pasal 59 ayat (4) menyebutkan hanya Atheisme dan Komunisme/Marxisme yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Sedangkan Pasal 59 ayat (2) huruf c harus dimaknai bahwa ancaman kedaulatan NKRI harus didahului dengan adanya aksi-aksi separatis atau memisahkan diri dari NKRI. Pun demikian dari seluruh poin-poin yang tertera dalam Pasal 59 ayat (2) UU Ormas, dimana sebuah pelanggaran atas larangan harus disertai dengan perbuatan. 

Bagaimana NU harus bersikap? NU beserta warganya harus terlibat aktif dalam mengawasi pergerakan dari ormas yang disinyalir anti-NKRI. Mungkin saat ini belum terdapat ancaman nyata yang dirasakan oleh masyarakat, namun bukan berarti potensi ancaman tidak akan muncul di masa yang akan datang. 

Sebelum adanya putusan pembubaran ormas dari Pengadilan Negeri terdapat permohonan pembubaran ormas yang diajukan oleh kejaksaan. Pengajuan oleh kejaksaan hanya dapat terlaksana ketika terdapat permintaan tertulis dari menteri Hukum & HAM. Menurut penulis NU maupun Nahdliyin dapat  menunjukkan bukti-bukti bahwa suatu ormas telah melakukan tindakan yang dilarang dalam UU Ormas kepada menteri Hukum & HAM. Disinilah NU sebagai masyarakat sipil harus terlibat apabila ancaman tersebut telah terjadi.

Namun semua pihak harus tetap menghormati proses hukum yang berjalan, karena kewenangan untuk membubarkan ormas anti-NKRI ada di tangan negara. Tentu penafsiran hukum dari menteri Hukum & HAM, jaksa, dan hakim yang dapat dibenarkan di mata hukum. Sehingga NU dan nahdliyin tidak perlu ikut gaduh dalam mengatasi kondisi demikian sebagai sikap kita meneladani teduhnya kyai-kyai NU. Wallahu a’lam bishshawab.

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Unpad dan anggota KMNU Padjadjaran
 

Akhirnya Pemerintah Bubarkan Ormas Anti Pancasila (HTI/FPI)

Screenshot_2016-05-10-17-46-38-1

Jujur saya sudah bosan ditanya “mengapa pemerintah membiarkan gerakan khilafah menentang pancasila?” Tak terhitung sudah berapa kali, tak paham juga kenapa mereka menanyakan ke saya hanya karena saya pernah foto dengan Presiden Jokowi.
Sementara saya sendiri juga sempat bertanya-tanya mengapa gerakan ekstrimis penentang sistem demokrasi seperti difasilitasi?
Pengajian-pengajian HTI sudah tidak bisa dimaklumi dengan alasan demokrasi. Orator mereka jelas selalu melakukan upaya makar terhadap NKRI. Mereka menganggap hormat pada bendera merah putih adalah dosa atau syirik. Melarang menyanyikan lagu kebangsaan dan sebagainya. Mereka dengan terbuka menolak demokrasi dan pancasila.
Pada banyak kesempatan, ceramah pimpinan HTI juga sudah sangat mengkhawatirkan. Ada banyak seruan “jihad” dengan suara menggelegar. Pada intinya mereka ingin mengubah sistem demokrasi menjadi khilafah, apapun caranya.
Satu-satunya alasan mengapa mereka sampai saat ini belum berontak atau perang terbuka, karena mereka tahu jumlah anggotanya masih sedikit. Tak sampai 1% dari WNI yang ada.
Inilah yang kemudian membuat mereka gencar lakukan perekrutan kader-kader baru dengan beragam modus. Bukan sekali dua kali saya mendengar cerita ziarah jebakan ala HTI. Warga, umumnya ibu-ibu, diajak ziarah ke suatu tempat sekaligus wisata gratis. Bus dan makan disediakan. Namun setelah sampai di lokasi, ternyata acaranya ceramah atau pengajian HTI.
Setelah itu mereka diberi buletin atau majalah tentang negara khilafah dan menjelek-jelekkan pemerintah yang ada. Namun dari beberapa tulisan yang saya baca, semuanya materi mentah yang sangat mudah dibantah, bahkan cenderung gagal paham. Tapi semua hal tersebut dikemas sedemikian rupa untuk membentuk persepsi bahwa negara demokrasi itu salah total, harus dirubah ke sistem khilafah.
Kegiatan mereka selama ini sudah cukup mengkhawatirkan. Cerita di atas adalah modus standar yang saya yakin sudah diketahui oleh para pembaca sewordcom.
Namun satu-satunya tindakan kongkrit pemerintah hanya mempersulit ijin keramaian. Meski sudah sering kita serukan pembubaran HTI, atas nama demokrasi mereka tetap eksis hingga hari ini.
Belakangan ada kabar dari pemerintah melalui Mendagri Tjahjo Kumolo, beliau sudah memproses pembubaran ormas yang anti pancasila.
“Saya tidak usah sebut (nama ormas). Yang pasti sudah terang-terangan anti Pancasila. Pokoknya ini ormas cukup besar,” jelas Tjahjo.
Di Indonesia ini, ormas yang anti pancasila dan cukup besar hanya HTI dan FPI. Keduanya seperti duren dibelah dua, tak sama sisi tapi bentuk dan isinya persis. Buat saya, apakah FPI atau HTI yang akan dibubarkan, sama saja. Kalau bisa dua-duanya sekaligus. Tapi kalau hanya satu, semoga selanjutnya sudah bubar semua.
Efek Rusuh
Kita tau dua ormas ini memiliki anggota yang cukup titik-titik dan kerap rusuh. Terutama FPI. Jadi kalau nanti ormas mereka dibubarkan, hampir bisa dipastikan akan ada demo dan rusuh kecil-kecilan.
Untuk itu, meski Mendagri mengklaim sudah membubarkan ormas tersebut, namun beliau belum bisa menyebutkannya secara terbuka. Saat ini Tjahjo Kumolo masih berkomunikasi dengan Kejagung, Polri dan TNI sebelum mengumumkan pembubarannya. Ini dimaksudkan agar semua elemen siap menghadapi respon ormas anti pancasila yang dibubarkan.
Keberanian Jokowi
Sebelum ini kita sudah berkali-kali melihat penenggelaman kapal secara terbuka. Seolah tak ada takut-takutnya dengan negara tetangga. Kemudian pembubaran Petral, pembekuan PSSI, hingga tembak mati pengedar narkoba.
Tak main-main, soal tembak mati ini Presiden Jokowi mendapat banyak respon dari pimpinan dunia. Australia dan Brazil sempat menarik duta besarnya. Bahkan baru-baru ini, Jerman meminta agar Indonesia menghapus hukuman mati.
Namun dengan santainya Jokowi menjawab “itu hukum yang berlaku di Indonesia dan masih akan kita lanjutkan untuk memerangi narkoba.”
Lalu kini ormas anti pancasila (HTI/FPI) yang siap diumumkan pembubarannya. Hal ini bukan hal luar biasa, sebab sejak awal Presiden Jokowi sudah menunjukkan banyak gebrakan perbaikan. Tapi apapun itu pembubaran HTI atau FPI akan menjadi catatan tambahan tentang keberanian seorang Jokowi yang sangat luar biasa. Tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan SBY. Jauh. Jauh pake banget, kayak langit dan sumur.
Kebijakan ini sekaligus memberi tahu kita semua bahwa perhitungan pemerintah dalam membuat kebijakan sangat hati-hati. Tidak grusa grusu. Dan semoga setelah ini tidak ada lagi pertanyaan kapan HTI atau FPI dibubarkan?
Bersiap Merespon
Buat yang selama ini sering bertanya dan mengharap ormas anti pancasila dibubarkan, sebaiknya segera menyiapkan perencanaan dalam melawan opini publik.
Sebab begini, pembubaran ormas anti pancasila ini dipastikan akan mendapat dukungan dari tetangga sebelah, Koalisi Mabuk Permanen. Mereka akan berdiri bersama kelompok ormas anti pancasila demi bisa menyerang pemerintahan Jokowi JK.
Buruknya, serangan kali ini bisa dari banyak pihak. Dari kalangan politisi, intelektual hingga penjual sprei. Mereka akan teriak-teriak seperti anjing kelaparan atas nama demokrasi.
Sebagai awalan, sebelum nanti kita mendengar suara berisik mereka, mungkin sebaiknya saya mulai dengan sedikit tantangan buat semua pembela ormas anti pancasila dan demokrasi.
Jika benar kalian menentang pancasila dan sistem demokrasi, tidak mau hormat bendera merah putih dan mengakui pemerintah Indonesia, maka sebaiknya potong dan buang KTP kalian, tak perlu pakai rupiah karena semuanya bagian dari Indonesia. Enyahlah ke manapun kalian mau. Mungkin Israel adalah negara paling cocok agar kalian bisa berjihad dan berperang, tidak hanya koar-koar dengan daster putih.
Tapi jika kalian mau menerima dengan damai dan bertaubat, menerima pancasila dan sistem demokrasi, berjanji tidak makar lagi, pemerintah Indonesia juga akan menerima dengan damai. Tapi tetap kalian harus dibubarkan agar tidak ada lagi kegiatan-kegiatan makar anti pancasila.
Begitulah kura-kura.
@Pakar_Mantan

Jumat, 28 April 2017

MUI Gelar Pelatihan Khatib Se-Lobar



LOMBOK BARAT, MetroNTB.com – Majelis Ulama Indonesia MUI Kabupaten Lombok Barat menggelar pelatihan Khatib se-Kabupaten Lombok Barat di Auditorium Institut Islam Nurul Hakim Kediri, Kamis (27/4/2017).

“Pelatihan sekaligus penyuluhan khatib digelar semata-mata untuk meningkatkan wawasan dan cara khatib supaya dakwah yang disampaikan bisa sampai sasaran dan tujuan,” ungkap Ketua MUI Kabupaten Lombok Barat, TGH Safwan Hakim.

Adapun materi yang disampaikan dalam pelatihan tersebut, diantaranya Retorika Khutbah yang disampaikan oleh TGH . Muharrar Mahfuz, Deradikalisasi Agama oleh TGH. Munajib, Existensi dakwah yang diuraikan oleh Dr.Said dan kebijakan pemerintah dalam keagamaan oleh Safarudin, MA dari kementrian agama Lombok Barat.

Sementara itu, Bupati H.Fauzan Khalid yang berkesempatan hadir pada acara tersebut mengingatkan seluruh peserta kedepannya agar dapat menjadi khotib yang cerdas, mampu menguasai keilmuan dan berwawasan luas agar apa yang disampaikan ke masyarakat lebih jelas dan yang disampaikan sesuai dengan tingkatan masyarakat.

“Saya berpesan agar para khatib dapat menyampaikan hal- hal yang positif agar masyarakat tidak mudah terprovokasi,” pintanya. (Mn)

Sumber

Kamis, 27 April 2017

Khilafah Islam, Fiktif!

Nadirsyah Hosen (Pengajar di Fakultas Hukum, University of Wollongong, Australia)

1. Wajibkah mendirikan khilafah?
Tidak wajib! Yang wajib itu adalah memiliki pemimpin, yang dahulu disebut khalifah, kini bebas saja mau disebut ketua RT, kepala suku, presiden, perdana menteri, etc. Ada pemelintiran seakan-akan para ulama mewajibkan mendirikan khilafah, padahal arti kata "khilafah" dalam teks klasik tidak otomatis bermakna sistem pemerintahan Islam (SPI) yang dipercayai oleh para pejuang pro-khilafah.
Masalah kepemimpinan ini simple saja: "Nabi mengatakan kalau kita pergi bertiga, maka salah satunya harus ditunjuk jadi pemimpin". Tidak ada nash yang qat'i di al-Qur'an dan Hadis yang mewajibkan mendirikan SPI (baca: khilafah ataupun negara Islam). Yang disebut "khilafah" sebagai SPI itu sebenarnya hanyalah kepemimpinan yang penuh dengan keragaman dinamika dan format. Tidak ada format kepemimpinan yang baku.
2. Bukankah ada Hadis yang mengatakan khilafah itu akan berdiri lagi di akhir zaman?
Para pejuang berdirinya khilafah percaya bahwa Nabi telah menjanjikan akan datangnya kembali khilafah di akhir jaman nanti. Mereka menyebutnya dengan khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Ini dalil pegangan mereka:
"Adalah masa Kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan 'Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam." (Musnad Ahmad: IV/273).
Cukup dengan berpegang pada dalil di atas, para pejuang khilafah menolak semua argumentasi rasional mengenai absurd-nya sistem khilafah. Mereka menganggap kedatangan kembali sistem khilafah adalah sebuah keniscayaan. Ada baiknya kita bahas saja dalil di atas. Salah satu rawi Hadis di atas bernama Habib bin Salim. Menurut Imam Bukhari, "fihi nazhar".
Inilah sebabnya imam Bukhari tidak pernah menerima hadis yang diriwayatkan oleh Habib bin Salim tsb. Di samping itu, dari 9 kitab utama (kutubut tis'ah) hanya Musnad Ahmad yang meriwayatkan hadis tsb. Sehingga "kelemahan" sanad hadis tsb tidak bisa ditolong.
Rupanya Habib bin salim itu memang cukup "bermasalah." Dia membaca hadis tsb. di depan khalifah 'Umar bin Abdul Aziz untuk menjustifikasi bahwa kekhilafahan 'Umar bin Abdul Aziz merupakan khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Saya menduga kuat bahwa Habib mencari muka di depan khalifah karena sebelumnya ada sejumlah hadis yang mengatakan: "Setelah kenabian akan ada khilafah 'ala minhajin nubuwwah, lalu akan muncul para raja."
Hadis ini misalnya diriwayatkan oleh Thabrani (dan dari penelaahan saya ternyata sanadnya majhul). Saya duga hadis Thabrani ini muncul pada masa Mu'awiyah atau Yazid sebagai akibat pertentangan politik saat itu.
"Khilafah 'ala minhajin nubuwwah" di teks Thabrani ini mengacu kepada khulafa al-rasyidin, lalu "raja" mengacu kepada Mu'awiyah dkk. Tapi tiba-tiba muncul Umar bin Abdul Azis -dari dinasti Umayyah-yang baik dan adil. Apakah beliau termasuk "raja" yang ngawur dalam hadis tsb?
Maka muncullah Habib bin Salim yang bicara di depan khalifah Umar bin Abdul Azis bahwa hadis yang beredar selama ini tidak lengkap. Menurut versi Habib, setelah periode para raja, akan muncul lagi khilafah 'ala minhajin nubuwwah-dan ini mengacu kepada Umar bin Abdul Azis. Jadi nuansa politik hadis ini sangat kuat.
Repotnya, istilah khilafah 'ala minhajin nubuwwah yang dimaksud oleh Habib (yaitu Umar bin Abdul Azis) sekarang dipahami oleh Hizbut Tahrir (dan kelompok sejenis) sebagai jaminan akan datangnya khilafah lagi di kemudian hari. Mereka pasti repot menempatkan 'Umar bin Abdul Aziz dalam urutan di atas tadi: kenabian, khilafah 'ala mihajin nubuwwah periode pertama (yaitu khulafa al-rasyidin), lalu para raja, dan khilafah 'ala minhajin nubuwwah lagi. Kalau khilafah 'ala minhajin nubuwwah periode yang kedua baru muncul di akhir jaman maka Umar bin Abdul Azis termasuk golongan para raja yang ngawur.
Saya kira kita memang harus bersikap kritis terhadap hadis-hadis berbau politik. Sayangnya sikap kritis ini yang sukar ditumbuhkan di kalangan para pejuang khilafah.
3. Bukankah khilafah adalah solusi dari masalah ummat? Selama ummat Islam mengadopsi sistem kafir (demokrasi) maka ummat Islam tidak akan pernah jaya?
Di sinilah letak perbedaannya: sistem khilafah itu dianggap sempurna, sedangkan sistem lainnya (demokrasi, kapitalis, sosialis, dll) adalah buatan manusia. Kalau kita menemukan contoh "jelek" dalam sejarah Islam, maka kita buru-buru bilang, "yang salah itu manusianya, bukan sistem Islamnya!". Tapi kalau kita melihat contoh "jelek" dalam sistem lain, kita cenderung untuk bilang, "demokrasi hanya menghasilkan kekacauan!" Jadi, yang disalahkan adalah demokrasinya. Ini namanya kita sudah menerapkan standard ganda.
Biar adil, marilah kita melihat bahwa yang disebut sistem khilafah itu sebenarnya merupakan sistem yang juga tidak sempurna, karena ia merupakan produk sejarah, dimana beraneka ragam pemikiran dan praktek telah berlangsung. Sayangnya, karena dianggap sudah "sempurna" maka sistem khilafah itu seolah-olah tidak bisa direformasi. Padahal banyak sekali yang harus direformasi.
Contoh: dalam sistem khilafah pemimpin itu tidak dibatasi periode jabatannya (tenure). Asalkan dia tidak melanggar syariah, dia bisa berkuasa seumur hidup. Dalam sistem demokrasi, hal ini tidak bisa diterima. Meskipun seorang pemimpin tidak punya cacat moral, tapi kekuasaannya dibatasi sampai periode tertentu.
Saya maklum kenapa sistem khilafah tidak membatasi jabatan khalifah. Soalnya pada tahun 1924 khilafah sudah bubar, padahal pada tahun 1933 (the 22nd Amendment) Amerika baru mulai membatasi jabatan presiden selama dua periode saja. Sayangnya, buku tentang khilafah yang ditulis setelah tahun 1933 masih saja tidak membatasi periode jabatan khalifah. Itulah sebabnya kita menyaksikan bahwa dalam sepanjang sejarah Islam, khalifah itu naik-turun karena wafat, dibunuh, atau dikudeta. Tidak ada khalifah yang turun karena masa jabatannya sudah habis.
Contoh lainnya, sistem khilafah selalu mengulang-ulang mengenai konsep baiat (al-bay`ah) dan syura. Tapi sayang berhenti saja sampai di situ [soalnya sudah dianggap sempurna]. Dalam tradisi Barat, electoral systems itu diperdebatkan dan terus "disempurnakan" dalam berbagai bentuknya. Dari mulai sistem proporsional, distrik sampai gabungan keduanya.
Begitu juga dengan sistem parlemen. Dari mulai unicameral sampai bicameral system dibahas habis-habisan, dan perdebatan terus berlangsung untuk menentukan sistem mana yang lebih bisa merepresentasikan suara rakyat dan lebih bisa menjamin tegaknya mekanisme check and balance.
Tapi kalau kita mau "melihat" ke teori Barat, nanti kita dituduh terpengaruh orientalis atau terjebak pada sistem kafir. Akhirnya kita terus menerus memelihara teori yang sudah ketinggalan kereta.
4. Kalau khilafah berdiri, maka ummat islam akan bersatu. Lantas kenapa harus ditolak? Bukankah kita menginginkan persatuan ummat?
Sejumlah dalil mengenai persatuan ummat Islam dan kaitannya dengan khilafah banyak dikutip oleh "pejuang khilafah" belakangan ini: Rasulullah SAW bersabda: "Jika dibai'at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya." (HR. Muslim)
Bagaimana "rekaman" sejarah soal ini? Ini daftar tahun berkuasanya khilafah yang sempat saya catat:
Ummayyah (661-750)
Abbasiyah (750-1258)
Umayyah II (780-1031)
Buyids (945-1055)
Fatimiyah (909-1171)
Saljuk (1055-1194)
Ayyubid (1169-1260)
Mamluks (1250-1517)
Ottoman (1280-1922)
Safavid (1501-1722)
Mughal (1526-1857)
Dari daftar di atas kita ketahui bahwa selepas masa Khulafa al-Rasyidin, ternyata hanya pada masa Umayyah dan awal masa Abbasiyah saja terdapat satu khalifah untuk semua ummat Islam. Sejak tahun 909 (dimana Abbasiyah masih berkuasa) telah berdiri juga kepemimpinan ummat di Egypt oleh Fatimiyyah (bahkan pada periode Fatimiyah inilah Universitas al-Azhar Cairo dibangun).
Di masa Abbasiyah, Cordova (Andalusia) juga memisahkan diri dan punya kekhalifahan sendiri (Umayyah II). Di Andalusia inilah sejarah Islam dicatat dengan tinta emas, namun pada saat yang sama terjadi kepemimpinan ganda di tubuh ummat, toh tetap dianggap sukses juga.
Pada masa Fatimiyyah di Mesir (909-1171), juga berdiri kekuasaan lainnya: Buyids di Iran-Iraq (945-1055). Buyids hilang, lalu muncul Saljuk (1055-1194), sementara Fatimiyah masih berkuasa di Mesir sampai 1171. Ayubid meneruskan Fatimiyyah dengan kekuasaan meliputi Mesir dan Syria (1169-1260). Dan seterusnya, ... silahkan diteruskan sendiri.
Jadi, sejarah menunjukkan bahwa khilafah itu tidak satu; ternyata bisa ada dua atau tiga khalifah pada saat yang bersamaan. Siapa yang dipenggal lehernya dan siapa yang memenggal? Mana yang sah dan mana yang harus dibunuh?
Kita harus kritis membaca Hadis-Hadis "politik" di atas. Saya menduga kuat Hadis semacam itu baru dimunculkan ketika terjadi pertentangan di kalangan ummat islam sepeninggal rasul. Alih-alih bermusyawarah, seperti yang diperintahkan Qur'an, para elit Islam tempo doeloe malah melegitimasi pertempuran berdarah dengan Hadis-Hadis semacam itu.
Sejumlah Ulama yang datang belakangan kemudian berusaha "mentakwil" makna Hadis di atas. Mereka menyadari bahwa situasi sudah berubah, dan Islam sudah meluas sampai ke pelosok kampung. Pernyataan Nabi di atas tidak bisa dilepaskan dari konteks traditional-state di Madinah, dimana resources, jumlah penduduk, dan luas wilayah masih sangat terbatas. Cocok-kah Hadis itu diterapkan pada saat ini?
Berpegang teguh pada makna lahiriah Hadis di atas akan membuat darah tumpah di mana-mana. Contoh saja, karena tidak ada aturan yang jelas, maka para ulama berdebat, seperti direkam dengan baik oleh al-Mawardi, M. Abu faris dan Wahbah al-Zuhayli: berapa orang yang dibutuhkan untuk membai'at seorang khalifah? Ada yang bilang lima [karena Abu Bakr dipilih oleh 5 orang], tiga [dianalogikan dengan aqad nikah dimana ada 1 wali dan 2 saksi], bahkan satu saja cukup [Ali diba'iat oleh Abbas saja]. Jadi, cukup 5 orang saja untuk membai'at khalifah. Aturan itu cocok untuk kondisi Madinah jaman dulu, namun terhitung "menggelikan" untuk jaman sekarang.
Disamping itu, urusan "memenggal kepala" itu tidak lagi cocok dengan situasi sekarang. Contoh: ribut-ribut jumlah suara antara Al Gore dengan Bush 4 tahun lalu diselesaikan bukan dengan putusnya leher salah satu di antara mereka.
Begitu juga Gus Dur tidak bisa meminta kepala Mega dipenggal ketika Mega "merebut" kekuasaannya tempo hari. Mekanisme konstitusi yang menyelesaikan semua itu. Nah, mekanisme itu yang di jaman dulu kagak ada. Apa kita mau balik ke jaman itu lagi?
Akhirnya, dengan adanya catatan sejarah yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa khalifah dalam masa yang sama, di wilayah yang berbeda. Hadis politik di atas sudah tidak cocok lagi diterapkan.
5. Jawaban anda sebelumnya seolah-olah hendak mengatakan bahwa berdirinya khilafah justru akan menimbulkan pertumpahan darah sesama ummat islam, bukan menghadirkan persatuan seperti yang didengungkan para pejuang khilafah saat ini. Betulkah demikian? Benarkah sejarah khilafah menunjukkan pertumpahan darah tersebut?
Ketika Bani Abbasiyah merebut khilafah, darah tertumpah di mana-mana. Ini "rekaman" kejadiannya:Pasukan tentara Bani Abbas menaklukkan kota Damsyik, ibukota Bani Umayyah, dan mereka "memainkan" pedangnya di kalangan penduduk, sehingga membunuh kurang lebih lima puluh ribu orang. Masjid Jami' milik Bani Umayyah, mereka jadikan kandang kuda-kuda mereka selama tujuh puluh hari, dan mereka menggali kembali kuburan Mu'awiyah serta Bani Umayyah lainnya. Dan ketika mendapati jasad Hisyam bin Abdul Malik masih utuh, mereka lalu menderanya dengan cambuk-cambuk dan menggantungkannya di hadapan pandangan orang banyak selama beberapa hari, kemudian membakarnya dan menaburkan abunya.
Mereka juga membunuh setiap anak dari kalangan Bani Umayyah, kemudian menghamparkan permadani di atas jasad-jasad mereka yang sebagiannya masih menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah dan menggantungkan jasad-jasad mereka dengan lidah-lidah mereka, kemudian membuang mereka di jalan-jalan kota itu untuk makanan anjing-anjing.
Demikian pula yang mereka lakukan terhadap Bani Umayyah di Makkah dan Madinah.
Kemudian timbul pemberontakan di kota Musil melawan as-Saffah yang segera mengutus saudaranya, Yahya, untuk menumpas dan memadamkannya. Yahya kemudian mengumumkan di kalangan rakyat: "Barangsiapa memasuki masjid Jami', maka ia dijamin keamanannya." Beribu-ribu orang secara berduyun-duyun memasuki masjid, kemudian Yahya menugaskan pengawal-pengawalnya menutup pintu-pintu Masjid dan menghabisi nyawa orang-orang yang berlindung mencari keselamatan itu. Sebanyak sebelas ribu orang meninggal pada peristiwa itu. Dan di malam harinya, Yahya mendengar tangis dan ratapan kaum wanita yang suami-suaminya terbunuh di hari itu, lalu ia pun memerintahkan pembunuhan atas kaum wanita dan anak-anak, sehingga selama tiga hari di kota Musil digenangi oleh darah-darah penduduknya dan berlangsunglah selama itu penangkapan dan penyembelihan yang tidak sedikit pun memiliki belas kasihan terhadap anak kecil, orang tua atau membiarkan seorang laki-laki atau melalaikan seorang wanita.
Seorang ahli fiqh terkenal di Khurasn bernama Ibrahim bin Maimum percaya kepada kaum Abbasiyin yang telah berjanji "akan menegakkan hukum-hukum Allah sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah". Atas dasar itu ia menunjukkan semangat yang berkobar-kobar dalam mendukung mereka, dan selama pemberontakan itu berlangsung, ia adalah tangan kanan Abu Muslim al-Khurasani. Namun ketika ia, setelah berhasilnya gerakan kaum Abbasiyin itu, menuntut kepada Abu Muslim agar menegakkan hukum-hukum Allah dan melarang tindakan-tindakan yang melanggar kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, segera ia dihukum mati oleh Abu Muslim.
Cerita di atas bukan karangan orientalis tapi bisa dibaca di Ibn Atsir, jilid 4, h. 333-340, al-Bidayah, jilid 10, h. 345; Ibn Khaldun, jilid 3, h. 132-133; al-Bidayah, jilid 10, h. 68; al-Thabari, jilid 6, h. 107-109. Buku-buku ini yang menjadi rujukan Abul A'la al-Maududi ketika menceritakan ulang kisah di atas dalam al-Khilafah wa al-Mulk.
Note:
Yang jelas sejarah "buruk" kekhilafahan bukan hanya milik khalifah Abbasiyah, tapi juga terjadi di masa Umayyah (sebelum Abbasiyah) dan sesudah Abbasiyah. Misalnya, menurut al-Maududi, dalam periode khilafah pasca khulafatur rasyidin telah terjadi: perubahan aturan pengangkatan khalifah seperti yang dipraktekkan sebelumnya, perubahan cara hidup para khalifah, perubahan kondisi baitul mal, hilangnya kemerdekaan mengeluarkan pendapat, hilangnya kebebasan peradilan, berakhirnya pemerintah berdasarkan syura, munculnya kefanatikan kesukuan, dan hilangnya kekuasaan hukum.
Sejarah itu seperti cermin: ada yang baik dan ada yang buruk. Kita harus menyikapinya secara proporsional; jangan "buruk muka, cermin dibelah. Sengaja saya tampilkan sisi buruknya agar kita tidak hidup dalam angan-angan atau nostalgia masa lalu saja, tanpa mengetahui sisi buruk masa lalu itu.
Ada kesan bahwa dengan menjadikan "khilafah is the (only) solution" maka kita melupakan bahwa sebenarnya banyak kisah kelam (sebagaimana juga banyak kisah "keemasan") dalam masa kekhilafahan itu. Jadi, mendirikan kembali khilafah tidak berarti semua problem akan hilang dan lenyap; mungkin kehidupan tanpa problem itu hanya ada di surga saja.
6. Ada sejumlah kewajiban yang pelaksanaannya tidak terletak di tangan individu rakyat. Di antaranya adalah pelaksanaan hudûd, jihad fi sabilillah untuk meninggikan kalimat Allah, mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya, dan seterusnya. Sejumlah kewajiban syariat ini bergantung pada pengangkatan Khalifah. Bukankah di sinilah letak urgensinya kita mendirikan khilafah?
Cara berpikir anda itu masih menganggap khilafah itu sama dengan sebuah sistem pemerintahan Islam [SPI], padahal hadis-hadis yang menyinggung soal khilafah itu hanya bicara mengenai pentingnya mengangkat pemimpin (dan sekarang semua negara punya pemimpin kan?).
Kalau pertanyaannya saya tulis ulang: bukankah sebagian pelaksanaan syariat islam membutuhkan campur tangan pemimpin? Jawabannya benar,dan itulah yang sudah dilakukan di sejumlah negara: misalnya memungut zakat, memberangkatkan jamaah pergi haji, membuat peradilan Islam (mahkamah syariah), menentukan 1 Ramadan dan 1 Syawal, dst. Jadi, syariat Islam sudah bisa berjalan saat ini tanpa harus ada khilafah.
Lha wong kita sholat, puasa, sekolah, makan, bekerja, menikah, dst. adalah bagian dari syariat Islam dan kita bisa menjalaninya meski tidak ada khilafah dalam arti SPI. Kita menjalaninya karena pemimpin kita membebaskan kita melakukan itu semua. Kita tidak dilarang menjalankannya.
Di Saudi Arabia, tanpa ada khilafah sekalipun hukuman potongan tangan (hudud) sudah diberlakukan. Bukan berarti saya setuju dengan penerapan hudud ini. Saya hanya ingin menunjukkan tanpa khilafah (baca: SPI) maka syariat Islam juga bisa diterapkan.
7. Apa lagi letak keberatan anda terhadap ide mendirikan khilafah?
Kalau khilafah berdiri maka dunia ini tidak akan damai. Perang terus menerus. Para pejuang khilafah menerima saja mentah-mentah Hadis yang mengungkapkan 3 langkah dalam berurusan dengan non-muslim:
Ajak mereka masuk Islam
Kalau mereka enggan, suruh mereka bayar jizyah
Kalau enggan masuk Islam dan enggan bayar jizyah, maka perangilah mereka.
Kalau Indonesia sekarang berubah menjadi khilafah, maka Singapora, Thailand, Philipina dan Australia akan diajak masuk Islam, atau bayar jizyah, atau diperangi. Masya Allah!
Simak cerita Dr. Jeffrey Lang di bawah ini (yang diceritakan ulang oleh Dr Jalaluddin Rakhmat):
Kira-kira dua bulan setelah saya masuk Islam, mahasiswa-mahasiswa Islam di universitas tempat saya mengajar mulai mengadakan pengajian setiap Jum'at malam di masjid universitas. Ceramah kedua disampaikan oleh Hisyam, seorang mahasiswa kedokteran yang sangat cerdas yang telah belajar di Amerika selama hampir sepuluh tahun. Saya sangat menyukai dan menghormati Hisyam. Dia berbadan agak bulat dan periang, dan mukanya tampak sangat ramah. Dia juga mahasiswa Islam yang sangat bersemangat.
Malam itu Hisyam berbicara tentang tugas dan tanggungjawab seorang Muslim. Dia berbicara panjang lebar tentang ibadah dan kewajiban etika orang yang beriman. Ceramahnya sangat menyentuh dan telah berjalan kira-kira satu jam ketika dia menutupnya dengan ucapan yang tidakdisangka- sangka berikut ini.
"Akhirnya, kita tidak dapat lupa --dan ini benar-benar penting-- bahwa sebagai orang Muslim, kita wajib untuk merindukan, dan ketika mungkin berpartisipasi di dalamnya, yakni menggulingkan pemerintah yang tidak Islami --di mana pun di dunia ini-- dan menggantinya dengan pemerintahan Islam."
"Hisyam!" Saya mencela. "Apakah anda bermaksud mengatakan bahwa warga negara Muslim Amerika harus melibatkan diri dalam penghancuran pemerintah Amerika? Sehingga mereka harus menjadi pasukan kelima di Amerika; suatu gerakan revolusioner bawah tanah yang berusaha untuk menggulingkan pemerintah? Apakah yang kamu maksudkan adalah jika seorang Amerika masuk Islam, dia harus melibatkan diri dalam pengkhianatan politik?"
Saya berfikir begitu dengan maksud memberikan Hisyam suatu skenario yang sangat ekstrem, sehingga dapat memaksanya untuk melunakkan atau mengubah pernyataannya. Dia menundukkan pandangannya ke lantai sementara dia merenungi pertanyaan saya sebentar. Kemudian dia menatap saya dengan suatu ekspresi yang mengingatkan saya terhadap seorang doktor yang hendak menyampaikan khabar kepada pesakitnya bahwa tumornya adalah tumor berbahaya. "Ya," dia berkata, "Ya, itu benar."
Dr. Jeffrey Lang, muslim Amerika yang juga profesor matematik di Universitas Kansas, menceritakan pengalaman di atas untuk menunjukkan betapa "absurdnya" gagasan mendirikan negara Islam bagi orang Islam di Amerika. "Bagi mereka, ide bahwa kaum Muslim --menurut agama mereka-- berkewajiban untuk menyerang negara-negara yang tidak agresif seperti Swiss, Brazil, Ekuador atau jika mereka tidak mau tunduk kepada Islam sangat tidak masuk akal," kata Dr. Lang selanjutnya.
Anehnya, di mana saja Dr. Lang menemukan wacana negara Islam ini dikemukakan, baik di meja diskusi ilmiah maupun di medan perang.
Sekian kutipan dari Dr Jeffrey Lang.
Kalau kita sekarang nggak suka dengan doktrin pre-emptive strikenya Bush, maka sebenarnya kalau sekarang khilafah berdiri, maka khilafah itu juga memiliki doktrin yang sama. Sungguh mengerikan.
Hadis di atas telah diplintir maknanya sedemikian rupa sehingga khilafah akan menjadi monster yang memaksa negara sekitarnya untuk memeluk Islam dengan cara diperangi. Inilah salah satu keberatan saya dengan ide mendirikan kembali khilafah.
8. Saya heran dengan anda. CIA saja sudah bisa memprediksi bahwa khilafah akan berdiri pada tahun 2020. Kalau musuh-musuh Islam saja percaya dengan hal ini, bagaimana mungkin anda sebagai Muslim malah tidak mendukung berdirinya khilafah?
Biar nggak Ge-Er, kawan-kawan yang pro-khilafah coba baca baik-baik laporan lengkapnya di sini: http://www.foia.cia.gov/2020/2020.pdf. Intinya, CIA membuat 4 skenario FIKTIF sbg gambaran situasi tahun 2020. Khilafah itu hanya satu dari empat skenario fiktif tsb. Jadi jangan diplintir seolah-olah CIA mengatakan khilafah akan berdiri tahun 2020.
Possible Futures
In this era of great flux, we see several ways in which major global changes could take shape in the next 15 years, from seriously challenging the nation-state system to establishing a more robust and inclusive globalization. In the body of this paper we develop these concepts in four fictional scenarios which were extrapolated from the key trends we discuss in this report. These scenarios are not meant as actual forecasts, but they describe possible worlds upon whose threshold we may be entering, depending on how trends interweave and play out:
1. "Davos World" illustrating "how robust economic growth, led by China and India, could reshape the globalization process";
2. "Pax Americana" "how US predominance may survive the radical changes to the global political landscape and serve to fashion a new and inclusive global order";
3. "A New Caliphate" "how a global movement fueled by radical religious identity politics could constitute a challenge to Western norms and values as the foundation of the global system"; and
4. "Cycle of Fear" proliferation of weaponry and terrorism "to the point that large-scale intrusive security measures are taken to prevent outbreaks of deadly attacks, possibly introducing an Orwellian world."
(The quotes are taken from the report's executive summary.)
Of course, these scenarios illustrate just a few of the possible futures that may develop over the next 15 years, but the wide range of possibilities we can imagine suggests that this period will be characterized by increased flux, particularly in contrast to the relative stasis of the Cold War era. The scenarios are not mutually exclusive: we may see two or three of these scenarios unfold in some combination or a wide range of other scenarios.
Yang menarik, laporan itu juga menyebut-nyebut soal Indonesia. Ini prediksi mereka:
"The economies of other developing countries, such as Brazil, could surpass all but the largest European countries by 2020; Indonesia's economy could also approach the economies of individual European countries by 2020."
Lalu apa yang akan terjadi dengan Amerika, masih menurut laporan tersebut:
"Although the challenges ahead will be daunting, the United States will retain enormous advantages, playing a pivotal role across the broad range of issues --economic, technological, political,and military-- that no other state will match by 2020."
Jadi, dari skenario fiktif yang mereka susun, Amerika tetap saja jaya. Kerjaan CIA kan ya memang begitu…kok bisa-bisanya kawan-kawan pejuang pro-khilafah percaya sama CIA. Bukankah prestasi terbesar CIA adalah saat mengatakan di Iraq ada weapon of mass destruction (WMD)?
Kita tahu ternyata WMD memang fiktif belaka. Yah jangan-jangan khilafah juga bakalan bernasib sama: fiktif.
Penulis adalah pengajar di Fakultas Hukum,
Universitas Wollongong (NSW, Australia)
Blog: http://nhosen.blogspot.com/
Nadirsyah Hosen adalah dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta