Cari Blog Ini

Rabu, 19 Juli 2017

Samakan Vatikan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) , Din Syamsuddin Dikuliahi oleh Rohaniawan Katolik yang juga Aktivis Gusdurian


Paus Fransiskus memberkarti umat di halaman St. Petrus Vatikan (Foto:www.facebook.com/Tuang Kopong Msf)
Gubrakkk…!!!Tamparan Rohaniwan Katolik yang juga aktivis Gusdurian Kepada Din Syamsudin Lantaran Samakan HTI dengan Vatikan: Sakitnya Tuh di Sini! – Tatkala seorang Ahok yang Protestan berbicara di Pulau Seribu menyinggung ayat Al-Maidah 51, sekelompok orang bereaksi marah. Lalu mereka memobilisasi massa untuk berdemo atas nama umat Islam. Demontransi pun berjilid-jilid. Jakarta dibuat banjir manusia. Mengusik aktivitas masyarakat ibukota. Ahok pun gagal dalam Pilkada. Penjara pun menantinya.
Ketika pemerintah membubarkan Ormas Islam, Hizbur Tahir Indonesia (HTI), seorang cerdas atau kaum cendekiawan Islam membawa-bawa nama Vatikan sebagai dalil untuk membela HTI.  Umat Katolik tidak langsung berekasi keras apalagi sampai demo berjilid-jilid.
Ir. Soekarno (Sumber: soekarnonkri.blogspot.co.id)
Vatikan bukan hal yang tabu untuk dibicarakan. Siapa saja boleh berbicara asalkan dia memahaminya dengan sungguh tapi bukan dengan setengah hati. Tapi, dalam konteks ini,  tidak tepat juga seorang sekelas Din Syamsudin  membandingkan Vatikan dengan HTI.
Karena itu Din Syamsudin diprotes dari semua kalangan agama manapun yang masih berpikir waras. Protes juga datang dari tokoh Katolik sendiri. Serangan balik yang paling menohok dan menampar kepakaran Din berasal dari seorang rohaniwan Katolik di wall Facebook-nya.  Tuan Kopong Msf, demikian nama aktivis Gusdurian Kalimantan Timur ini, mempermalukan Din  dengan judul tulisan yang sangat menyayat; Gagal Paham Din Syamsudin Memahami Posisi Vatikan.
Soeharto (Sumber: http://www.mirifica.net)
Di awal tulisan tersebut, Tuan Kopong mengapresiasi Din Syamsudin sebagai tokoh toleran di Indonesia. Pengakuan ini tidak main-main dari Vatikan sendiri. Karena itu Din diundang beberapa kali untuk ikut hadir dalam dialog lintas agama dan kepercayaan yang diselenggarakan di Vatikan bersama perwakilan semua agama di Indonesia.
Tapi, satu hal yang disesalkan oleh rohaniwan yang sangat vokal ini, Din  belum bisa memahami posisi Vatikan dan agama Katolik sebagaimana pernyataan yang menyamakan Khilafah Modern dan Vatikan (Tribunners, Sabtu 15 Juli 2017). Karenanya ia mencap mantan ketua PP Muhammadiyah  ini masuk kelompok atau golongan gagal paham. Sementara ia seringkali diundang oleh Vatikan untuk berdiskusi tentang toleransi dan dialog antar agama dan kepercayaan. Ironis, khan?
Gus Dur (Sumber: http://24hoursworship.com)
Melalui tulisannya, Tuang Kopong hendak menyadarkan Din Syamsudin dari ketidakpahamannya tentang Vatikan dan agama Katolik. Juga supaya ia tidak dianggap sebagai  kaum intoleran yang  dikenal dengan julukan kaum bumi datar dan sumbuh pendek.

Pertama, umat Katolik tidak patuh pada Vatikan tetapi pada Sri Paus sebagai pemimpin umat Katolik seluruh dunia.

“Vatikan itu “kebetulan” menjadi tempat atau pusat agama Katolik dimana Santo Bapak berkedudukan di sana. Bahwa kemudian pilihannya Vatikan-Roma itu tentuk terkait dengan sejarah panjang perkembangan agama Katolik di Roma yang berhubungan dengan Dekrit Milano saat itu. Seandainya Pusat Agama Katolik waktu itu di Jerman atau di negara Eropa lainnya, apa pendapat Anda?”, urai Tuan Kopong.

Kedua,  Katolik itu agama, sedangkan Khilafah  adalah ideologi (paham).

“Kiranya Anda harus paham bahwa Katolik itu agama yang diakui sama seperti agama Islam dan lainnya oleh semua bangsa. Sedangkan Khilafah meski merupakan salah satu ajaran dari agama Islam, Khilafah bukan agama tapi Ideologi, yang juga Anda tahu betul bahwa sebagian umat Islam juga menolak berdirinya paham ini.” Jelasnya.
Menurut rohaniwan muda ini, jika Din hendak menyamakan Vatikan dengan  Khilafah,  dengan demikian ia melihat Katolik termasuk Vatikan sebagai ideologi, bukan agama.  Secara sadar, ia sedang  menyebarkan sikap intoleransi yang selama ini ia sembunyikan demi nama besarnya sebagai seorang yang toleran.

Ketiga, Katolik itu bersifat satu, universal dan terbuka.

Kepatuhan umat Katolik  kepada Sri Paus sebagai Pemimpin Tertinggi umat Katolik seluruh dunia terkait dengan sifat Katolik yang adalah satu.
“Dalam rangka menjaga kesatuan sebagai Satu Gereja (Katolik), maka kami taat pada satu pimpinan yaitu Sri Paus yang merupakan pengganti Santo Petrus. Kesatuan Gereja Katolik menjadi begitu kuat dan mengikuti satu komando bukan karena Vatikan, melainkan Sri Paus.”
Dari penjelasan di atas, maka terlihat kedangkalan berpikir Din dalam hal menyepadankan Vatikan dengan Khilafah. Yang harus dipahami Din adalah  kesatuan umat Katolik bukan soal tempat yang bernama Vatikan, melainkan kedudukan Santo Bapa yang umat Katolik terima dan akui sebagai pengganti Petrus, Pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia.
Megawati Soekarnoputri (Sumber: www.24hoursworship.com)
Lebih lanjut ia menjelaskan arti sifat Katolik yang  Satu namun bersifat Universal dan Terbuka. Sifat terbuka diartikan Gereja Katolik membangun kerjasama dengan setiap orang dan bangsa yang berkehendak baik demi kebaikan bersama (apapun suku dan agamanya).

Keempat, keberadaan agama Katolik di setiap bangsa dengan keberadaan Kedutaan Besar Vatikan, menegaskan bahwa Agama Katolik bersifat Universal.

“Universalitas agama Katolik adalah dalam rangka membangun dialog dan kerjasama, tidak pernah memaksakan paham dan ajaran Katolik pada bangsa lain. Keberadaan Duta Vatikan yang mewadahi keberadaan umat Katolik adalah dalam rangka menyampaikan seruan moral untuk menjaga kedamaian dan persatuan yang merupakan ajaran Universal semua agama.”
“Katolik itu agama dan bukan ideologi. Ketaatan umat Katolik yang memperlihatkan makna Katolik adalah Satu bukan pada Vatikan melainkan pada Sri Paus yang “kkebetulan” berkedudukan di Vatikan-Roma.”
Tuan Kopong menghimbau kepada Din Syamsudin untuk belajar mengenal lebih dalam keyakinan agamanya, karena hal itu akan mendatangkan kejernihan pemahaman tentang agama lain daripada dicap masuk golongan gagal paham.
Salam Seword, sewot gitu loh…

0 komentar:

Posting Komentar