Cari Blog Ini

Rabu, 05 Juli 2017

Butuh Kewaspadaan Tingkat Dewa Untuk Menangkal Terorisme


Bahaya terorisme nampaknya sudah menjadi ancaman terbesar yang sangat pantas diwaspadai negeri tercinta, Indonesia. Model teror ada dalam berbagai bentuk, ada yang meneror dengan meledakan bom,ada yang melakukan terror melalui gerakan-gerakan radikalisme dan juga terror langsung seperti penusukan-penusukan aparat kepolisian. Adapun wujut terror langsung adalah dengan adanya peristiwa-peristiwa penusukan-penusukan aparat kepolisian di wilayah negara kita.
Ada korban nyawa, yang terjadi di Sumatera Utara dan juga korban lain meskipun tidak menghilangkan nyawa, yaitu penusukan anggota brimob di kebayoran baru Jakarta Selatan. Kalau melihat gerakan terorisme, sejatinya apa yang terjadi bukanlah hal yang mengherankan, namun ada satu yang menarik, yaitu tentang semakin brutal dan kalapnya para teroris.
Hal ini terkait dengan nekatnya terorisme dalam melakukan gerakan dan tindakannya. Perstiwa penusukan aparat kepolisian di dalam tempat ibadah, oleh pelaku yang juga ikut beribadah, memberikan gambaran betapa brutalnya gerakan terror dan terorisme di negeri ini. Dari sini bisa dilihat, betapa agama sudah bukan merupakan ranah sakral, namun sudah dijerumuskan kekubangan politik yang seringkali terlihat kotor dan menjijikan.
Tulisan ini bertujuan untuk menyadarkan seluruh pembaca seword, dimanapun dan kapanpun keberadaanya agar meningkatkan kewaspadaan. Mengapa demikian? Karena teror oleh teroris sudah tidak memiliki ranah sakral, karena di dalam tempat ibadahpun berani melakukan teror.
Imbas dari gerakan-gerakan terror yang masif dan juga spartan bisa berefek luar biasa, dan efek itu adalah ketakutan atau trauma. Pihak yang akan mendapatkan efek trauma serta ketakutan luar biasa adalah aparat kepolisian dan juga rakyat kebanyakan.
Pembunuhan polisi di Sumatra Utara dan penusuakn dua anggota polisi di Jakarta, pasti akan mengakibatkan meningkatnya volume ketakutan anggota polisi di dalam menjalani kehidupannya. Pengalaman penusukan di tempat ibadah, pastilah membuat kawan-kawan polisi merasa ngeri, karena ternyata ancaman kepada korps polisi meningkat dan seolah polisilah sasaran tembak teroris dimanapun dan kapanpun.
Hal ini pastilah akan mneyebabkan kinerja polisi bisa terganggu. Mereka akan dihantui ketakutan saat berdinas dan juga saat diluar dinas. Akibat ketkautan ini maka kinerja kepolisisan juga terganggu sehingga tingkat pengamanan yang merupakan tugas utama polisi akan terganggu.
Hal yang demikian yang akan menyebabkan para teroris semakin lelausa bergerak dan memang inilah tujuan dari mereka . Para teroris dan juga otak teroris pasti cerdik atau licik dalam menjalankan strateginya. Serangan ke aparat kepolisian bertujuan untuk meruntuhkan mental korps kepolisian sehingga dengan turunnya kinerja kepolisian, maka semakin leluasalah mereka melakukan gerakan.
Pihak yang akan mendapatkan efek ketakutan adalah masyarakat awan. Informasi masif tentang terorisme dan juga korban-korban yang diakibatkannya,pastilah akan membuat masyarakat merasakan bahwa ancaman keselamatanpun juga mengintai mereka. Serentak dengan itu, masyarakat akan menautkan sistem keamanan kepada perangkat keamanan, yaitu polisi. Jika sudah demikian, bisa jadi aka nada dua rongrongan mengancam keberadaan negeri ini.
Masyarakat mengharapkan pengamanan dari kepolisian sementara merekapun juga mendapatkan ancaman. Ketika performa aparat kepolisian menurun dan ini juga menjadikan tingkat kepercayaan masyarakat menurun, maka teroris akan bersorak kegirangan.
Oleh karena itu, usulan penulis adalah, yang pertama, beri dukungan nyata kepada pihak kepolisian. Kalau Ahok menadapatkan kiriman karangan bunga, mengapa kepolisian yang sudah bertaruh nyawa dalam menjaga negeri tercinta tidak dilakukan? Menurut penulis, memang tidak harus persis seperti yang diberikan ke Ahok, namun tindakan empati dan simpati yang nyata untuk polisi sangat mutlak dibutuhkan. Terkait bentuk atau model nyata ungkapan simpati, silakan dipikirkan bersama-sama.
Yang kedua adalah tetap memberi kepercayaan penuh keda pihak kepolisian. Jangan sekalipun mengendorkan semangat kerja kepolisian dengan kritik-kritik yang kurang konstruktif, karena jika ini muncul, maka bisa jadi akan ada gesekan antara masyarakat dengan polisi, jika ini terjadi maka iblis teroris akan bersorak gembira karena longgarnya pengamanan dan pengawasan kepada mereka.
Poin ketiga terkait usulan ini, maka penulis mengusulkan agar warga masyarakat meningkatkan sistem pengamanan dalam lokalitas terkecil. Lingkungan Rukun Tetangga atau RT menjadi benteng pertama yang menjadi penjaga negara dari ancaman terorisme. Jika dalam masyarakat sudah tercipta sistem keamanan yang kuat maka sel-sel dan virus-virus terorisme akan segera mudah ditangkal.
Memang  budaya dan peradaban neomodernisme menjadikan menguatnya sikap-sikap individual. Masyarakat mulai berprinsip, jika bukan urusan saya maka tidak akan peduli. Jika ada tamu atau gerakan-gerakan dalam masyarakat serta pertemuan-pertemuan, tidak ada yang peduli. Padahal bisa jadi itu adalah pertemuan-pertemuan kelompok-kelompok teroris yang merencanakan tindakan-tindakan jahat mereka.
Diakhiri tulisan ini, penulis mengajak kepada semua pembaca seword untuk ikut terlibat aktif dalam upaya menangkal gerakan terorisme. Perkuatlah relasi dalam lingkungan terdekat, control siapa-siapa yang masuk dan bermukin di daerah saudara, sehingga gerakan terorisme bisa ditangkal sedini mungkin.
Salam NKRI Jaya

0 komentar:

Posting Komentar