Cari Blog Ini

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Senin, 31 Juli 2017

NKRI Harga Mati, HTI Produk Asing, Khilafah Negara Impian Idiot

Pada hakikatnya NKRI adalah negara kebangsaan modern, yang didirikan berdasarkan semangat kebangsaan, yaitu sebuah semangat masyarakat membangun masa depan bersama dalam satu negara, yang walaupun berbeda-beda agama, ras, etnis dan golongan, tetapi tetap bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
NKRI adalah negara berdaulat, yang diciptakan oleh Tuhan, dan milik Tuhan, bukan milik HTI. Kalau di negara asalnya, HTI tak berkembang, mestinya HTI sadar, berarti HTI tak dikehendaki oleh Tuhan berada di planet bumi ini. Solusinya, HTI harus cari planet lain.
Planet Mars sepertinya sangat cocok bagi HTI mengembangkan konsep khilafah. Di Mars wilayahnya masih luas dan belum ada manusia yang menempatinya. HTI bisa sebebas-bebasnya menjadikan Alien sebagai anggota. Merupakan lompatan luar biasa jika HTI menjadi perintis pertama menempati planet Mars, atau bisa ke Asgardia yang merupakan negara luar angkara.
Khilafah, yang dalam arti modernnya adalah negara Islam, adalah negara impian para idiot, yang hanya menjanjikan sorga di telinga tapi menciptakan neraka di hati. Konsep khilafah tidak realistis, anti demokrasi, anti keberagaman dan penuh ilusi kesempurnaan. HTI tidak menyadari bahwa namanya masih manusia yang menempati dunia tidak akan luput dari kesalahan dan kehilafan.
Tak ada yang bisa menjamin pemimpin khalifah tidak akan korupsi. Tak ada yang bisa menjamin orang HTI tidak akan menjadi diktator. Tak ada yang bisa menjamin pemimpinnya akan adil bagi semua orang. Kemungkinan yang bakal terjadi adalah perebutan kekuasaan seperti yang terjadi di Timur Tengah, yang sampai saat ini tak kunjung selesai dan negara mereka hancur lebur.
Arab Saudi yang notabenenya merupakan negara asal agama Islam tidak menggunakan sistem khilafah, tapi yang mengherankan  HTI tetap ngotot menjadikan Indonesia sebagai khilafah.
Konsep khilafah yang memaksakan sistem salah satu agama sebagai hukum negara, yang getol (diligent) diperjuangkan HTI merupakan bentuk pemberontakan terhadap Negara Kesepakatan Rakyat Indonesia. Disebut pemberontakan karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri atas beragam agama, ras, suku dan budaya yang berbeda, yang tersebar di seluruh wilayah nusantara dan telah disepakati dan diakui oleh para pendiri bangsa sebagai negara yang Bhinneka Tunggal Ika.
Keinginan keras HTI memaksakan sistem salah satu agama sebagai hukum positif negara sama saja dengan menghidupkan kembali ide-ide sesat DI/TII. Bayang-bayang ide anti demokrasi tersebut tampak jelas dalam HTI. Pemerintah dan rakyat sudah 30 tahun lebih terlalu toleran terhadap HTI yang menganut paham radikal tersebut. Langkah pemerintah yang telah membubarkannya patut kita dukung dan apresiasi.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan kelompok dakwah, tapi gerakan politik yang mengemas dirinya dengan agama. Menurut Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), warga yang tahu tentang keberadaan HTI hanya 28,2 persen. Sisanya sebanyak 71,8 persen tidak tahu tentang keberadaannya.
Hasil survey SMRC juga menunjukkan bahwa warga yang tahu cita-cita HTI mendirikan negara Islam (khilafah) hanya  56,7 persen, sedangkan yang tidak tahun 43,4 persen.Warga yang tidak setuju dengan perjuangan HTI sebanyak 68,8 persen, sedangkan yang setuju hanya 11,2 persen, sisanya 20 persen tidak menjawab.
Dari survey SMRC terlihat bahwa masyarakat yang setuju dengan HTI hanya 11,2 persen; sedangkan yang setuju HTI dibubarkan oleh pemerintah sebanyak 78,4 persen. Ini artinya HTI adalah organisasi berbahaya bagi keutuhan NKRI, mungkin lebih berbahaya dari PKI dan organisasi radikal lainnya.
Berikut ini adalah sejumlah konsep HTI yang membahayakan keutuhan NKRI. Pertama, HTI menilai NKRI sebagai konsep kufur (atheis) atau kafir (infidel). Karena itu, HTI tidak percaya bahwa Indonesia bisa berdiri independen sebagai sebuah bangsa. HTI menghendaki pemimpin pemerintan Indonesia harus tunduk pada pemimpin yang disebut khalifah. Khalifah yang dimaksud  boleh berada di negara lain, seperti Arab Saudi, Irak atau di Iran.
Kedua, HTI telah kehabisan banyak energi sia-sia berjuang untuk menjadikan Indonesia sebagai bagian dari khilafah. Menurut HTI, pemimpin Indonesia yang menolak keputusan khilafah bisa diganti; lebih berbahaya adalah jika tetap menolak, Indonesia bisa diberi sanksi oleh khalifah bahkan bisa diperangi.
Ketiga, HTI tidak percaya empat pilar bangsa (Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) dan semua rujukan konstitusi negara. Juga tidak percaya pada pemilu dan demokrasi. Selama ini mereka terlihat percaya, itu hanya kamuflase, karena HTI begitu yakin bahwa suatu saat Indonesia bisa diubah menjadi bagian dari khilafah Islam.
Keempat, HTI mengistimewakan warga Muslim, bersikap diskriminatif terhadap warga non-Muslim. Dalam hal pemilihan pemimpin, warga non-Muslim tidak diberi hak politik yang sama. Partai politik hanya dibolehkan untuk parpol Islam. Jika ada pemilu hanya boleh diikuti oleh umat Islam. Pemilu bagi HTI hanya merupakan pilihan terakhir. Bagi HTI yang ideal dalam memilih pemimpin adalah melalui keputusan organisasi, yaitu  semacam majelis alim-ulama yang mempersatukan para ulama dan cerdik pandai.
Kelima, HTI anti keberagaman hukum. Tidak percaya parlemen untuk mengendalikan khalifah dan pemerintah. HTI menganggap tidak perlu Undang-Undang yang dibuat oleh wakil rakyat di parlemen. Bagi HTI, Syariah (hukum Islam) sudah cukup.Tapi jika diperlukan atau ada kebutuhan untuk mengeluarkan aturan, khalifah dan pembantu-pembantunya dapat membuat peraturan yang mengikat seluruh warga.
Keenam, model kepemimpinan HTI bukan demokrasi, tapi berbentuk diktaktor. Pemimpin yang terpilih diteguhkan dengan cara dibaiat (disumpah). Rakyat harus tunduk dan percaya padanya. Seorang khalifah harus merujuk pada Syariah (hukum Islam). Kepemimpinannya tidak memiliki batas waktu. Ia baru diganti jika wafat, atau kepemimpinannya tidak didasarkan pada Syariah, atau memimpin dengan cara yang lalim atau zalim (tyrannical), dan jika melanggar Syariah bisa dtiumbangkan dengan kekerasan.
Bagi sebagian umat Islam, retorika Hizbut Tahrir mengembalikan kejayaan Islam menarik, tapi jika dipelajari ternyata sistem pemerinthan yang ditawarkan HTI bertentangan dengan konsep NKRI dan membahayakan keutuhan bangsa.
HTI merupakan manifestasi baru dari DI/TII, yang membuai masyarakat dengan jargon-jargon agamis, tetapi sebenarnya wujud nyata HTI adalah serigala berbulu domba dan iblis yang memakai parfum.
Iblis yang memakai parfum memiliki cara kerja yang halus. Berbeda dengan iblis di desa yang memakai jahe sebagai alat bantu untuk komat-kamit, cara kerjanya kasar dan mudah diketahui dari bau jahe yang menyengat. Sementara iblis yang memakai parfum membuat sebagian orang mudah terjebak oleh bau parfum yang mewangi semerbak.
Kalau Felix Siauw mengatakan bahwa HTI tidak melanggar Pancasila, itu adalah pembohongan kepada publik, karena konsep khilafah yang diusung HTI jelas-jelas tidak hanya bertentangan dangan Pancasila, tetapi juga bertentangan dengan NKRI, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.
Bau harum parfum agamis Felix Siauw Cs ternyata sangat beracun dan berbahaya, karena melunturkan rasa nasionalisme, anti Pancasila, anti NKRI,  anti UUD 1945, anti kebhinekaan, dan anti Negara Kesepakatan Rakyat Indonesia.
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang dikeluarkan oleh pemerintah bukan kemunduran bagi demokrasi, tetapi menyelamatkan demokrasi dari usaha HTI yang berniat menggantinya dengan khilafah.
Presiden Jokowi dan para pembantunya tidak keliru membubarkan HTI. Karena HTI telah menjadi benalu demokrasi. Apakah dibiarkan? Tentu tidak!
HTI juga telah melakukan pembohongan masif kepada publik dengan cara meramaikan wacana waspada terhadap kebangkitan PKI dan komunisme gaya baru. Ternyata wacana yang dikemukakan oleh HTI hanya ilusi dan untuk mempertahankan eksistensinya , karena HTI tak dapat membuktikan keberadaan PKI dan aktivitasnya. Mungkinkah yang dimaksudkan dengan komunis gaya baru adalah HTI sendiri?
Orang-orang yang keberatan terhadap pembubaran HTI seperti Amien Rais, Din Syamsudin, Yusril Ihza Mahendra, adalah orang-orang yang mau mencari panggung lagi. Mereka adalah oang-orang yang tak pernah puas dengan kekuasaan. Amien Rais misalnya, ia empat kali “merombak” UUD 1945, tapi sampai kini tetap tak puas.
Fahri Hamzah dan Falid Zon, yang juga keberatan terhadap pembubaran HTI, memiliki motivasi lain, yaitu tetapi ingin menggenggam kekuasaan dan terus menikmati kursi empuk.
Mereka tidak peduli dengan keselamatan bangsa dan negara dari rongrongan organisasi berkedok agama seperti HTI. Bagi mereka, yang terpenting adalah kekuasaan, kenikmatan dan kemewahan dunia. Terus nyinyir, bersilat lidah dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang bombastis dan membodohi rakyat.

(Lagi) Menyoal Mereka yang Anti terhadap Perppu Anti Terorisme


Ratusan Peserta Aksi 287 melakukan konvoi menuju Patung Kuda Monas. Mereka menuntut Perppu Ormas segera dicabut. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)
Seharusnya, tak perlu ada perdebatan panjang apalagi mengadu ke Mahkamah Agung  soal terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Apa yang dilakukan pemerintah sudah sangat tepat, bahkan jika masih disoal, hanya soal waktu yang agak terlambat, mengingat gerakan radikalis sudah mulai merasuk ke ranah publik secara meluas, sistematis dan massif.
Kenyataannya, Perppu anti teror itu pun dipersoalkan, bahkan dituduh sebagai praktek inkonstitusional. Entah logika apa yang digunakan, kala menilai tindakan negara yang mengeluarkan kebijakan menjaga amanah konsitusional, justru disebut sebagai pelanggaran hukum.
Di atas segalanya, kita tentu masih sepakat bahwa negara berdiri di atas kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa penuh atas negara, yang mengamanahkan pengelolaannya kepada seperangkat struktur pemerintahan. Perangkat pemerintaan itu masing-masing bekerja sesuai tugas dan fungsinya; MPR-DPR (legislatif), Lembaga Peradilan (Yudikatif) dan Presiden serta segenap jajarannya hingga ke tingkat RT-RW (Eksekutif).

HTI Sejak Lahir Sudah Mengingkari Indonesia
Tak perlu berpolemik, sejak masuk ke Indonesia, Hizbut Tahrir sudah mengingkari Indonesia kok. Menambahkan identitas Indonesia menjadi HTI hanyalah kedok biar bisa meraih simpatik.
Padahal, mereka yang menyokong HTI tak mungkin mengabaikan sejarah dan kenyataan bahwa Indonesia terdiri dari multi-etnis, bahwa di Indonesia dikenal dan diakui keberadaan agama yang bukan hanya Islam.
Memang, selama ini Jawa menjadi sentrum pembangunan, yang akhirnya memunculkan disparitas yang tajam antar pulau dan regional. Tapi bukan berarti negara ini harus dibelah dan dipecah sesuai jumlah suku yang ada.
Memang, kenyataan dan sejarah pun menuliskan bahwa kiprah dan komposisi Islam di negara ini adalah dominan, karena pemeluknya memang mayoritas. Akan tetapi, bukan berarti sebuah kemutlakan negara Islam harus didirikan. Jika sistem kekhalifahan dipaksakan, maka dengan sendirinya Indonesia harus bubar terlebih dahulu.
Karena, tidak mungkin negara ini diiris untuk membentuk pemerintahan berdasarkan tuntutan agama tertentu, sementara sekelompok yang lain pun punya pemahaman dan harapan terhadap agama yang dianutnya.
Nah, jika Hizbut Tahrir Indonesia masih berusaha membela diri sebagai kelompok yang terzolimi dan menganggap telah diperlakukan tidak adil oleh negara, justru yang terjadi adalah, keutuhan Indonesia-lah yang saat ini sedang digerogoti. Jika tetap memandang pemerintahan yang sah dan segala perangkat hukumnya sebagai produk thogut yang tak layak diikuti, semestinya HTI memeriksa kembali tanah pijakan tempat mereka berdiri, ini bumi Ibu Pertiwi bung, tanah warisan leluhur.
Perppu untuk Menangkal sekaligus Menekuk
Sejumlah tudingan pun diarahkan ke pemerintah sebagai pihak yang memanfaatkan terbitnya Perppu pemberantasan gerakan radikalisme demi momentum politik. Tudingan itu jelas tendensius, sebab bahkan di sekolah, sejumlah murid mendapatkan perlakukan bullying hanya karena mereka beragama berbeda. Belum lagi, jika kita menghitung daftar percobaan serangan bom yang datang dari sel-sel tak terduga. Apalagi, ratusan nyawa telah terenggut akibat aksi teror bom, menunjukkan situasi bernegara ini tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Jika penerbitan Perppu ini pun dinilai sarat nuansa politik, sesungguhnya tudingan itu lebih tepat jika dialamatkan ke lembaga DPR. Mereka telah diamanahkan untuk menuntaskan pembahasan RUU (Rancangan Undang-undang) Terorisme, namun lebih setahun berlalu, RUU itu tak juga berubah status, masih dalam bentuk draft, dan tak mungkin dijadikan acuan untuk memberantas gerakan terorisme.
Jadi, jika masih ada pihak yang tak menerima dan merasa terganggu dengan dikeluarkannya Perppu Anti Radikalisme itu, boleh jadi mereka adalah kelompok yang memang selama ini bergerak dalam lingkaran teroris.
Sebab, jika kelompok yang ada, didirikan tidak untuk mendirikan negara baru, tidak pula memaksakan sebuah ajaran dan pemahaman kepada pihak lain, dan tidak juga terafiliasi dengan lembaga terorisme, untuk apa kebakaran jenggot?
Seharusnya, Indonesia sudah cukup menjadi naungan bersama, yang di dalamnya hidup berdampingan ragam suku, berbagai macam warna kulit, dan penganut jenis kepercayaan yang berbeda dapat berdiri sejajar saling menghormati.
Seharusnya, Indonesia sudah cukup menjadi kelompok besar yang mengatur hajat hidup warganya. Dan tentu saja, menjadi sebuah tugas mulia, jika perangkat negara berusaha mempertahankan keutuhan negara ini.
Seharusnya, mereka yang anti terhadap Perppu Anti Terorisme, mulai memikirkan hal-hal produktif, atau hal-hal sederhana, misalnya: istri di rumah sedang masak apa; amankah anak-anak dari pengaruh narkoba?

Ketika Umat dan Mantan Panglima TNI Bersatu Untuk Mendukung Perppu Ormas Anti Pancasila (HTI), Ada Apa Dengan Jendral GN ?

Penulis merasa lucu melihat ketika ada kelompok orang yang menentang Perppu ormas anti Pancasila yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) beberapa waktu yang lalu.
Penulis bingung, ketika Pemerintah mengeluarkan Perppu untuk melarang ormas yang bertentangan dengan Pancasila, kenapa mereka SEWOT ya ???
Ketahuan karena tidak suka dengan Pancasila ???
Ketahuan karena tidak suka dengan keutuhan NKRI ???
Lagi pula apa “manfaat” HTI untuk bangsa Indonesia ???
Apa “prestasi” HTI di timur tengah ???
Malahan di Timur tengah sana negaranya “hancur berantakan” akibat perang !!!
Itukah yang kita inginkan di Indonesia yang kita cintai ini ???
Kita lahir dan hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah diperjuangkan oleh ribuan para pejuang terdahulu yang sudah mengorbankan darah dan air mata bahkan nyawa mereka demi tegaknya Indonesia ini. Lalu, tiba-tiba ada ormas yang sudah menumpang hidup di Indonesia, mencari makan di Indonesia tetapi malah membuat ormas yang bertentangan dengan Pancasila ??? Benalu !
Salah satu ormas yang menentang Perppu adalah HTI yang sudah dibubarkan secara resmi oleh Pemerintah beberapa waktu yang lalu melalui Perppu tersebut. Pendukung HTI lalu “menjual” isu Perppu ini dengan agama untuk “memancing” emosi umat dan ingin membentuk opini bahwa Pemerintah anti agama (Islam).
Padahal faktanya, Indonesia bukan negara pertama yang membubarkan HTI. Bahkan di negara asalnya Yordania HTI sudah dilarang sejak lama. Dan beberapa negara Islam lainnya seperti Mesir, Arab Saudi, Turki, Tunisia, Pakistan, Suriah, Libya dan negara lainnya juga sudah melarang HTI di negara mereka seperti yang diberitakan dalam situs Islami https://satuislam.org/internasional/inilah-daftar-negara-yang-melarang-hizbut-tahrir/
Jadi jika ada yang mengatakan Pemerintah anti agama (Islam) setelah membubarkan HTI, toh beberapa negara Islam lainnya juga sudah melarang HTI di negara mereka. Jadi jangan mudah “terprovokasi” oleh ormas “asing” yang ada di Indonesia saat ini. Mereka bukan ormas ASLI Indonesia, mereka juga TIDAK PERNAH berjuang melawan penjajah demi kemerdekaan Indonesia tetapi dengan mudahnya mereka membentuk ormas yang bertentangan dengan Pancasila !!
Pihak NU dan Muhammadiyah yang merupakan dua ormas besar Islam di Indonesia juga secara tegas mendukung Perppu ini. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj mengatakan, NU bersama Muhammadiyah menolak gerakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Visi misi HTI dinilai ingin mengganti dasar negara Indonesia dari Pancasila menjadi Khilafah.
“Harus kita hadapi tegas kepada mereka yang ingin mengubah dasar negara dan mengganggu NKRI,” kata Said dalam Serial Dakwah Kebangsaan NU-Muhammadiyah di gedung PBNU Jakarta Pusat, Jumat 18 Mei 2017 seperti yang dilansir dalam situs http://news.metrotvnews.com/read/2017/05/19/702845/nu-dan-muhammadiyah-tegas-menolak-hti
Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga secara TEGAS mendukung Perppu seperti yang dimuat dalam situs http://nasional.kompas.com/read/2017/07/19/14304671/ketua-umum-mui-dukung-langkah-pemerintah-bubarkan-hti
Jika dua ormas besar Islam di Indonesia yaitu NU dan Muhamamdiyah beserta MUI juga mendukung Perppu, masih percaya sama mereka yang menggunakan isu agama untuk menolak Perppu anti ormas Pancasila tersebut ???
Penulis jadi ingat pernyataan Pak Wiranto yang mengatakan pilih membubarkan ormas anti Pancasila atau ormas anti Pancasila yang akan membubarkan NKRI ??? (Sumber)
Tidak hanya dari dua ormas besar Islam, NU dan Muhammdiyah yang mendukung Perppu ormas anti Pancasila ini. Majelis Ulama Indoensia (MUI) juga mendukung Perppu pembubaran ormas anti Pancasila tersebut. Selain itu, pihak Polri juga secara tegas mendukung Perppu ini dengan mengatakan jika Perppu ini adalah untuk menjaga keutuhan NKRI seperti yang diberitakan dalam salah satu media nasional. (Sumber)
Putra-Putri TNI Polri Mendukung Perppu Ormas Anti Pancasila
Tidak hanya Polri, ormas Islam dan MUI yang mendukung Perppu ormas anti Pancasila, Putra-putri TNI Polri yang bergabung dalam wadah Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) juga secara tegas mendukung Perppu ini untuk menindak tegas ormas-ormas yang mengancam ideologi Pancasila yang mengancam keutuhan NKRI seperti yang dimuat dalam situs https://www.merdeka.com/peristiwa/putra-putri-tni-polri-dukung-pemerintah-terbitkan-perppu-ormas.html.
“Dengan Perppu ini ketika ada satu hal yang membuat tendensi dengan Pancasila atau punya potensi terhadap stabilitas negara bisa langsung ditindak,” kata Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Yana Mulyana. (Sumber)
Yana Mulyana juga mengatakan bahwa UU No 17 tahun 2013 atau sebelum adanya perubahan pemerintah cenderung tidak bertaji menindak ormas yang justru berdiri dengan misi mengancam keutuhan NKRI. Banyak ormas yang jatuhnya secara bebas mengkritik pemerintah dengan cara kebablasan.
“Jadi kalau dulu ditindak kalau sudah buat rusuh, tapi kalau sekarang ini dengan langkah-langkah antisipasi bisa langsung ditindak. Kalau Undang-undang yang dulu pemerintah enggak bisa melakukan apa-apa,” jelasnya. (Sumber)
Oleh karena itu, FKPPI sebagai ormas yang terlahir dari putra-putri TNI dan Polri mendukung apa yang sudah dilakukan pemerintah menindak ormas anti-demokrasi dan anti-Pancasila. Apalagi ormas tersebut didirikan mengancam ideologi negara, Pancasila.
Sikap Mantan Panglima TNI Dalam Kasus Perppu
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Moeldoko juga mendukung langkah tegas pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) anti Pancasila seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Kita kan selalu bebicara janganlah setelah apinya besar baru kita bingung, api mulai kecil kita waspada. Hati-hati jangan api itu menjadi besar,” ujar Moeldoko di kediamannya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017) seperti yang dilansir dalam situs http://nasional.inilah.com/read/detail/2393689/moeldoko-dukung-penerbitan-perppu-ormas
Menurut Mantan Panglima TNI, Moeldoko, sebelum proses pembubaran terhadap ormas radikal dalam hal ini Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pemerintah diyakini telah memiliki alasan yang jelas lantaran telah dikaji terlebih dahulu.
“Bagaimana kejadian di Arab spring itu berawal dari kecil, bagaimana tidak tertangani dengan cepat maka akan membesar. Setelah kejadian itu baru semua sadar, waduh saya enggak nyangka negara saya menjadi hancur. Apakah kita ingin seperti itu ?” tandasnya. (Sumber)
Mantan Panglima TNI mendukung Perppu ormas anti Pancasila
Sikap GN Dalam Kasus Perppu
Jika mantan Panglima TNI, Moeldoko secara tegas sudah menyatakan mendukung Perppu ormas anti Pancasila yang dikeluarkan oleh Pemerintah beberapa waktu yang lalu, bagaimana sikap Pak GN dalam menyikapi Perppu ormas anti Pancasila ???
Publik ingin melihat “ketegasan” seorang panglima TNI aktif yang selama ini dikenal tegas dan keras dengan semua elemen anti Pancasila tetapi terkesan “diam” dalam kasus Perppu ormas anti Pancasila.
Ada apa dengan Pak GN ???
Sebagai panglima TNI aktif saat ini, seharusnya GN membuat pernyataan resmi untuk mendukung Perppu ormas anti Pancasila karena Anda adalah penjaga utama keutuhan bangsa Indonesia ini.
Sudah saatnya Anda bersuara “lantang” untuk mendukung Perppu ormas anti Pancasila untuk menyelamatkan bangsa Indoensia yang kita cintai ini seperti yang dilakukan oleh mantan panglima TNI sebelumnya yaitu Pak Moeldoko.
Mana pernyataan sikap TNI tentang Perppu ormas anti pancasila ???
Anda itu Panglima TNI Bung !
Sebagai pembela Pancasila dan tiang NKRI seharusnya Andalah orang pertama yang mendukung Perppu ormas anti Pancasila !
Apakah Anda “Tidak Malu” melihat mantan Panglima TNI sebelumnya yang sudah secara tegas mendukung Perppu ormas anti Pancasila demi keutuhan NKRI ???
Ataukah Anda ingin menarik “simpati” menunggu “pinangan” menjadi “Wapres” tahun 2019 nanti ???
Rakyat menunggu “ketegasan” Anda sebagai seorang Panglima TNI demi menyelamatkan NKRI dari “ormas asing” yang menentang Pancasila di Indonesia !
Akhir kata, penulis ingin menyampaikan jika dua ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), putra-putri TNI Polri serta mantan Panglima TNI, Moeldoko sudah secara tegas mendukung Perppu untuk melawan ormas anti Pancasila yang mengancam keutuhan NKRI di Indonesia, apakah Pak GN akan tetap “diam” dalam kasus Perppu ormas anti Pancasila ini ???
Publik menunggu ketegasan Anda Pak GN…
#SaveIndonesia
#NKRIHargaMati
Wassalam,
Nafys & Dewinta

Minggu, 30 Juli 2017

Lain Dulu Lain Sekarang

Politik,  oh Politik....!
Lain Dulu Lain Sekarang

Dulu tahun 2009 dan 2012 kau bersikukuh mengatakan bahwa ambang batas Presidential Threshold ideal adalah 20%.
Rakyat dengan hati yang suci, muka yang jernih menerima Undang-undang Pemilu tersebut.

Dulu waktu kau berkuasa katakan bahwa Presidential Threshold 20% TIDAK mengebiri Capres partai-partai kecil
Sekarang  kau hasut rakyat bahwa  itu siasat Jokowi menjegal Capres partai-partai kecil dan Jokowi takut kalah.

Dulu waktu kau berkuasa katakan terlalu banyak calon presiden akan membuat rakyat tidak fokus
Tapi kenapa sekarang kau hasut rakyat bahwa itu membatasi munculnya tokoh alternatif dalam kontestasi Pilpres 2019?

Dulu waktu kau berkuasa katakan pemilihan presiden dengan peserta banyak berkemungkinan menelan biaya politik yang tinggi dan kegaduhan
Tapi kenapa sekarang kau hasut rakyat Presidential Threshold 20% akan menimbulkan Indonesia Terancam Perang Saudara 2019 ?

Dulu waktu kau berkuasa katakan Partai-partai politik yang tidak memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden untuk sadar diri seperti yang sudah dilakukan PD pada tahun 2009
Tapi kenapa sekarang kau hasut rakyat bahwa itu kemunduran demokrasi dan inkonstitusional?

Dulu waktu kau berkuasa katakan ambang batas Presidential Threshold  20% untuk menyaring capres yang bermutu
Tapi kenapa sekarang kau hasut rakyat bahwa itu logika sesat dan pemimpin yang lahir dari proses demokrasi 2019 nanti tak punya kualitas ?

Dulu waktu kau berkuasa katakan kalaupun partai tak bisa mencalonkan capres atau cawapres bisa berkoalisi
Tapi kenapa sekarang kau hasut rakyat bahwa Presidential Threshold 20% upaya kebiri capres?

Lucunya lagi....!
Dulu waktu ketika ditetapkan Presidential Threshold 20% tahun 2009 dan 2014 lalu kau ikut sebagai kontestan capres dengan berkobar-kobar.
Tapi enapa sekarang kau katakan lelucon menipu rakyat? Apakah dua pilpres sebelumnya juga lelucon?

#MelawanLupa

(Aznil)

http://mobile.seruu.com/utama/politik/artikel/demokrat-ingin-presidensial-threshold-tetap-20-persen

https://m.tempo.co/read/news/2012/05/18/078404597/demokrat-usul-presidential-threshold-15-persen

http://www.rmol.co/read/2012/07/16/71108/Demokrat-Tegaskan-Angka-Ideal-Presidential-Threshold-20-Persen-


Selama 70 Tahun Merdeka, Hanya Presiden Jokowi yang Peduli Papua


 

Papua adalah saudara kita. Saudara sebangsa dan sesama manusia di negeri Indonesia. Papua banyak menyumbangkan kesejahteraan Indonesia, tapi dirinya sendiri begitu menderita. Sungguh ironis melihat kenyataan pahit seperti ini.
Cerita tentang keindahan dan kekayaan Papua kita kenal saat masih bangku sekolah dasar. Di papua ada banyak spot (tempat) yang indah tiada bandingannya dengan negara lain bagi para para penikmat keindahan khsusunya untuk para Travelers. Akan tetapi sejak era Soeharto sampai SBY, selama masa kepresidennya Soeharto hingga SBY, daerah Papua hanyalah dianggap sebagai manusia purba, budak untuk para elite penguasa untuk mengeruk kekuasaan dan kekayaan.
Saya sendiri merasa sedih hingga meneteskan air mata saat melihat—menonton kehidupan saudara sebangsa yang hidup di tanah Papua. Meskipun Indonesia sudah merdeka puluhan tahun, nyatanya orang-orang Papua tak pernah mengenal dan merasakan kehidupan yang merdeka. Sedikit pun tidak sama sekali.
Makanan yang terbatas, kehidupan tanpa pakian yang layak sebagai manusia, harga BBM yang mahal, bahan logistik yang terbatas, dan berbagai hal yang jauh dari nilai kata sejahtera dan merdeka. Sungguh, ini adalah kenyataan pahit bagi kita sebagai sesama manusia yang hidup di Indonesia.
Mungkin, jika kita mengajukan kepada orang yang punya kewenangan proyek-proyek di Papua, mereka akan menjawab dengan santai, “karena mereka(orang-orang Papua) adalah orang yang bodoh,”. Sungguh, jawaban yang sangat ringan sekali namun menyakitkan.
Saat menonton TV di channel MetroTV yang mengisahkan relawan pergi ke Papua untuk menjadi tenaga Pendidik di Papua, hati saya bergetar hebat dan merinding sekali. Saya seketika menyadari tentang jati diri saya sendiri. Siapaka saya sekarang ini? Apa yang saya berikan untuk negeri saya tercinta ini? Sudah berapa banyak dedikasi dan pengabdian saya untuk negeri ini? Dan berbagai pertanyaan yang berkecamuk dan bergejolak  di dalam kepalaku.
“Ada banyak pemikiran yang bercampur aduk di dalam diriku. rasa kekufuran saya selama ini membelenggu hidup saya sendiri karena saya lupa akan pentingnya mencintai, bersyukur, dan bangga dengan negara Indonesia”.
ketika tengah timbulnya peperangan dalam pemikiran yang ada di kepala saya, saya kembali mendapat “hidayah”. Hidayah yang saya maksud disini adalah kesaaran untuk kemabli bersyukur akan nikmat sang maha Pencipta. Iya, bersyukur.  Saya pun teringat Firman Allah yang terdapat di dalam kitab suci Al-Qur’an, menyebutkan bahwa apabila kita beryukur maka nikmat kita akan bertambah banyak.
Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah “cukupkah kita bersyukur dengan  hanya menjadi orang yang baik biasa saja tanpa adanya sebuah gerakan dan karya untuk anak bangsa dan negeri kita tercinta? Tentu jawabannya adalah belum cukup.
Kita harus kembali meng-aktif-kan diri untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bukan hanya untuk diri sendiri, bukan hanya untuk golongan sendiri, bukan hanya di pulau Jawa, akan tetapi kita harus memajukan wilayah Indonesia secara umum. khususnya daerah Papua.
Ambisi, mungkin kata dan keinginan untuk “memajukan Indonesia secara umum” terkesan sangat berambisi sekali, bahkan hingga sejuta kali. Yah, ditengah keinginan yang terkesan berambisi, saya teringat pesan guru saya. Guru saya tersebut mengatakan bahwa “Kita sebagai manusia sangat diperbolehkan berambisi, tapi harus realistis terhadap sesuatu yang menjadi prioritas hidup kita sebagai manusia biasa”. Beliau juga menasehati saya agar selalu berjuang sesuai dengan posisi yang saya miliki. “berjuanglah sesuai posisimu, karena para Nabi dan Rasul-Nya dulu juga begitu. Kalau belum jadi pemimpin yang baik, maka taati dan dukung-lah Pemerintahan yang sudah bagus”.
Makjleb, itulah pesan guru saya yang masih ingat sampai saya besar, hingga saya duduk di bangku perkuliahan sekarang ini. Lalu saya berpikir mengenai posisi saya. Posisi saya sekarang ini masih Mahasiswa dan minat saya adalah saya ingin menjadi ahli sebagai Jurnalis. Maka saya akan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan belajar serta mendukung Pemerintahan sekarang, yaitu pemerintahan masanya pak Jokowi-JK.
Disini, saya mencoba belajar dan membantu serta menyambung diri sebagai “penyambung lidah” atau pengantar pesan kebenaran yang berasal dari pemerintahan Jokowi-JK untuk masyarakat Indonesia.  Tak lain lagi adalah dengan mengenalkan perjuangan, dedikasi, prestasi, dan kerja pak dhe Jokowi, dan membantu memecahkan problem masyarakat sebisa mungkin dengan ilmu yang telah saya pelajari.
Publik dan amsyarakat awam non-digital masih mengira bahwa Papua hanya dijajah oleh PT. Freeport saja. Padahal bukan hanya perusahan PT. Freeport saja yang telah memerkosa tanah dan keindahan, kekayaan serta kemolekan daerah Papua.
Alam Papua, kita ibaratkan sebagai seorang perawan kembang desa yang begitu cantik, seksi, kaya, polos, dan lugu. Sehingga semua orang, negara lain berencana untuk mengawini alam Papua. Dengan berbagai cara. Istilah keren yang terkesan religiusnya adalah “menghalalkan” segala cara.
Jokowi adalah Solusi Bagi Papua
Dengan adanya kedekatan Jokowi terhadap siapapun—khususnya Jurnalis–, hal ini menjadikan pak dhe Jokowi bisa memantau setiap peristiwa yang sangat penting, genting dan mendesak. Itu bisa kita tengok saat ada kasus “Papa Minta Saham”, yang mana  tokoh utamanya  (baca: pelaku) adalah sedang dalam keadaan tersangka oleh KPK. Tak lain lagi adalah Setya Novanto.
Dari kasus papa minta saham, kita belajar bahwa PT. Freeport tidak boleh kembali dipegang oleh orang-orang picik dan ruwet seperti Setnov yang senang bermain dengan cara menikam dari belakang.
Dengan adanya gebrakan dari pak dhe Jokowi, kita sudah bisa mulai bernafas lega karena saudara kita di Papua sudah diperhatikan secara serius oleh pak dhe Jokowi. Orang Papua sama seperti kita, mereka layak  hidup normal seperti manusia biasa dengan merasakan nikmatnya arti sebuah kemerdekaan di negara Indonesia tercinta.
Kini, Papua sudah dirangkul oleh pak Jokowi. Sesuai dengan janjinya untuk membangun Papua dengan harapan terwujudnya generasi yang unggul dari Papua demi Indoensia yang maju di masa  depan.
Berikut jumlah data prestasi dan dedikasi Jokowi yang berhasil saya rangkum dari infonawacita.com.
  1. Peresmian 6 proyek kelistrikan di Papua: PLTA Orya Genyem (2x10MW), PLT Mikro Hidro Prafi Manokwari (3MW), Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 KV Genyem-Waena-Jayapura, SUTT 70 KV Holtekamp-Jayapura, Gardu Induk Waena-Sentani 20 MVA, dan Gardu Induk Jayapura 20 MVA.
  2. Target 90 persen elektrifikasi di Papua sampai tahun 2020, saat ini capaian baru menjangkau 47 persen dari total wilayah.
  3. Membuat kebijakan satu harga BBM di Indonesia, termasuk Papua. Selama ini harga BBM di Papua sangat tinggi dengan alasan mahalnya ongkos distribusi. Sebagai contoh harga bensin di Jawa hanya Rp 6.450 dan Pertamax di kisaran Rp 7.000, di wilayah Mulia, Puncak Jaya, bensin bisa mencapai Rp 100.000, atau Rp 60.000-70.000 per liter di Wamena Kabupaten Jayawijaya. Pemerintah saat ini menyediakan pesawat BBM Air Tractor AT-802 untuk mengangkut BBM bersubsidi keliling Papua.
  4. Membangun Bandar Udara Nop Goliat di Dekai, Kabupaten Yahukimo. Dengan bandara tersebut, pesawat pengangkut BBM akan mampu menerobos daerah-daerah yang sebelumnya sulit dan hampir tidak mungkin mendapat suplai BBM langsung dari Pertamina.
  5. Melakukan percepatan pembangunan jalan Trans Papua, Wamena-Nduga-Mumugu yang akan menjadi lokasi jalur darat distribusi BBM ke wilayah pegunungan tengah Papua.
  6. Menyiapkan pembangunan dermaga sungai dan depot Pertamina di Kampung Mumugu, Distrik Sawa Erma, Kabupaten Asmat. Dengan dermaga tersebut, distribusi BBM bisa dilakukan melalui sungai.
  7. Pembangunan infrastruktur pariwisata di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Dengan insfrastruktur yang memadai, diharapkan wisatawan yang datang ke Papua Barat meningkat tajam, sehingga akan memberikan pemasukan bagi masyarakat lokal.
  8. Pembukaan sawah 1 juta hektare di Merauke, Provinsi Papua.
  9. Merevitaslisasi pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada, menyiapkan depot-depot Pertamina agar masyarakat di Papua bisa langsung mendapatkan BBM dari Pertamina
Kini, hembusan udara kemerdekaan sudah mulai berhembus menyebar di setiap jiwa seluruh Indonesia. Kita tentu tidak ingin saudara kita merasakan penderitaan yang tiada hentinya. apalagi jika mereka meninggal sebelum mengenal dan merasakan Indonesia merdeka yang begitu indah.
Terakhir, marilah kita merenung sejenak. Membangunkan dan membuka hati nurani kita. Kita harus mengakui bahwa orang Papua adalah saudara kita sebangsa dan se-tanah air Indonesia.
Tanpa Papua, Indonesia merdeka hanyalah omong kosong dan sia-sia belaka.

Sumber :
Siaran MetroTV yang bercerita tentang relawan yang menjadi pahlawan di tanah Papua.

Pembangunan Pembangkit Listrik: Bukti Jokowi Ingin Pemerataan Pembangunan


Jokowi saat meninjau infrastruktur listrik di Papua (sumber: tempo)

Selama memimpin dalam tiga tahun belakangan ini, Jokowi sudah melakukan berbagai macam gebrakan. Pada masa kepemimpinannya, ia banyak membangun infrastruktur untuk meratakan kesenjangan antarwilayah di Indonesia. Berbagai sarana seperti pelabuhan, bandara, jalan tol, jalur kereta api, hingga pembangkit listrik dibangun.
Pembangkit listrik contohnya. Saat ini, Jokowi sedang menggalakan pembangunan pembangunan pembangkit listrik di Indonesia. Ia serius ingin membuat kelangkaan listrik di Indonesia dapat teratasi, wilayah yang selalu gelap gulita pada malam hari menjadi terang. Maka dari itu pada bulan Mei 2015 ia mencanangkan program pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW.
Dua tahun kemudian, dari 35.000 MW tersebut sebesar 10.442 MW (29%) sudah masuk tahap konstruksi dan 639 MW sudah beroperasi secara komersial (Commerical Operation Date/COD)
Sementara 7.533 MW sedang dalam tahap perencanaan, 8.217 MW sudah berada dalam tahap pengadaan, 8.806 MW sudah kontrak Power Purchase Agreement (PPA), akan tetapi belum masuk ke tahap konstruksi.
Program pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya ada Fast Track Program (FTP) yakni program listrik 10.000 MW yang terbagi ke dalam dua fase yakni fase pertama pada periode 2006-2011 dan fase kedua yakni pada tahun 2010 hingga tahun 2014. Masing-masing fase menargetkan pembangunan pembangkit listrik sebesar 10.000 MW dalam jangka waktu lima tahun.
Hanya saja hingga tahun 2014, masih banyak pembangkit listrik yang belum selesai. Dayanya mencapai 7.000 MW. Bahkan 34 diantaranya mangkrak. Proyek pembangkit listrik tersebut mangkrak karena berbagai macam alasan seperti karena persoalan lahan, kesalahan saat feasibility studies (FS), kontraktor pemenang lelang kehabisan uang ditengah jalan, perubahan kebijakan APBN, dan sebagainya.
Dari ke-34 proyek mangkrak tersebut, terdapat tujuh belas proyek yang telah dilanjutkan dan sudah ada jalan keluarnya, enam proyek diputus kontraknya lalu diambil alih oleh PLN untuk dilanjutkan, dan sebelas proyek diterminasi alias dibatalkan.
Proyek pembangkit listrik tersebut terdapat lima di Pulau Sumatera, sepuluh di Pulau Kalimantan, empat belas di daerah Pulau Sulawesi dan Kepulauan Nusa Tenggara, dan lima proyek pembangunan di Kepulauan Maluku dan Papua.
Diantara banyaknya pembangkit listrik yang telah dibangun oleh pemerintah, 37 diantaranya telah resmi beroperasi. Total daya dari ke-37 pembangkit listrik tersebut adalah 743 MW dengan mayoritas berbahan bakar energi bersih.
Selain membangun pembangkit listrik, Jokowi juga memutuskan kebijakan untuk mencabut subsidi bagi pelanggan 900 VA yang dianggap atau masuk ke dalam kategori warga mampu. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan bahwa pencabutan subsidi ini bertujuan untuk mengalokasikan dana dari subsidi tersebut kepada 2.500 desa yang belum menikmati listrik sama sekali dan 10.000 desa yang menikmati listrik ala kadarnya.
Namun sayang banyak saya temui di media sosial, masyarakat yang nyinyir terhadap kebijakan pemerintah ini. Padahal dana subsidi uang dicabut dari mereka ini digunakan untuk membangun pembangkit listrik di daerah-daerah yang belum menikmati listrik ataupun minim pasokan listrik. Sayangnya mereka tidak pernah mengerti maksud dari pemerintah. Ataupun mereka masih juga merasakan sindrom gagal move on karena jagoannya gagal menang Pilpres tiga tahun silam.
Perkembangan terakhir dari megaproyek Jokowi ini sangatlah menggembirakan. Karena dari 35.000 MW yang menjadi target Jokowi, banyak yang sudah masuk ke dalam tahap konstruksi. Menurut data PLN yang dilansir dari detik, 4.090 MW telah masuk ke dalam tahap perencanaan, sementara 1.859 MW telah masuk ke dalam tahap pengadaan, dan sebesar 5.140 MW telah masuk ke dalam tahap konstruksi. Dan 167,5 MW telah beroperasi secara komersial.
Sementara dari data swasta menunjukkan bahwa sebesar 2.880 MW sudah masuk ke dalam perencanaan, 3.496 MW sudah masuk ke dalam tahap pengadaan, sebesar 8.150 MW sudah teken kontrak tapi belum konstruksi, 9.453 MW sudah dikonstruksi, dan 590 MW sudah beroperasi.
Dari pembangkit listrik yang telah beroperasi tersebut, beberapa diantaranya telah diresmikan oleh Jokowi yakni:
  1. Pembangkit Listrik Bergerak – Jeranjang, Lombok, NTB dengan daya 2×25 MW yang telah beroperasi sejak tanggal 27 Juli 2016.
  2. PLB Air Anyir, Bangka dengan daya 2×25 MW yang mulai beroperasi pada tanggal 13 September 2016.
  3. PLB Tarahan, Lampung dengan daya 4×25 MW yang mulai beroperasi pada tanggal 29 September 2016.
  4. PLB Nias, Sumatera Utara dengan daya 1×25 MW yang mulai beroperasi pada tanggal 31 Oktober 2016.
  5. PLB Pontianak, Kalimantan Barat dengan daya 4×25 MW yang mulai beroperasi pada tanggal 8 November 2016.
  6. PLB Balai Pungut, Riau dengan daya 75 MW yang mulai beroperasi pada tanggal 13 November 2016.
  7. PLB Suge, Belitung dengan daya 1×25 MW yang mulai beroperasi pada tanggal 22 November 2016.
  8. PLB Pasir Raya, Medan dengan daya 75 MW dan mulai beroperasi pada tanggal 9 Desember 2016.
Jokowi menjadikan pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW ini ke dalam program utamanya. Ia merasa prihatin karena di Indonesia banyak daerah yang belum dialiri listrik. Jokowi juga mengatakan bahwa selama 71 tahun Indonesia merdeka, negeri ini hanya punya pembangkit dengan kapasitas 53.000 MW padahal wilayah NKRI ini sangat luas maka dari itu ia ingin menbangun pembangkit listrik dengan daya 35.000 MW di seluruh Indonesia.
Selain itu Jokowi juga mengatakan bahwa pembangunan pembangkit listrik dapat menambah stok listrik di Indonesia, sehingga dengan adanya ketersediaan listrik, ekonomi Indonesia bisa lebih cepat pertumbuhannya.
Papua menjadi salah satu daerah yang amat diperhatikan Jokowi, selain membangun jalan Trans Papua yang panjangnya mencapai hampir 5000 kilometer, Jokowi juga membangun berbagai pembangkit listrik untuk menerangi Bumi Cendrawasih. Salah satu rencananya adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) di Jayapura yang diharapkan menambah pasokan listrik di Papua sebesar 50 MW.
Perhatian Jokowi terhadap pembangunan pembangkit listrik di Indonesia sangatlah beralasan. Beliau ingin menerapkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dimana seluruh warga negara Indonesia dapat menikmati listrik dengan baik dan tidak ala kadarnya.
Maka ia mencanangkan megaproyek 35.000 MW yang dinilai sebagian kalangan adalah proyek yang ambisius. Akan tetapi hal itu harus dilakukan karena secara infrastruktur Indonesia sudah tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Adalah hal yang masuk akal melihat masih banyaknya daerah yang belum menikmati listrik dan juga banyaknya proyek mangkrak pada era pemerintahan sebelumnya. Jokowi sudah membuktikan bahwa ia adalah bapak pembangunan yang membangun Indonesia dari Sabang sampai Merauke sehingga tidak ada lagi kesenjangan antardaerah.
Sebagai masyarakat yang menginginkan negara ini lebih baik, maka kita harus mendukung pemerintah untuk menuntaskan janji-janjinya.
Salam satu tanah air Indonesia!!

Telak! Jokowi Buat Nalar 2 Jenderal Menjadi Lelucon, Demo 287 Gagal


Manufer dua jenderal berakhir lelucon. Pertemuan keduanya Kamis, 27 Juli 2017 saja sudah menjadi lelucon. Alasannya, dua jenderal ini sebelumnya musuh bebuyutan, namun kini saling tarik, merangkul. Isi pertemuan mereka juga lelucon karena hambar, tak sepedas nasi goreng yang mereka cicipi.
Leluconpun mengalir dari keduanya. Katanya, kedua jenderal ini telah berikrar bersama. Keduanya mau mengawal sepak-terjang Sang Presiden ‘Ndeso’ yang spektakuler. Artinya, mereka mau mengawal yang lurus agar menjadi bengkok dan yang bengkok agar menjadi jongkok. Mantap.
Perhatikan baik-baik komentar tahu-tempe mereka. Jenderal yang satu mengatakan UU Pemilu yang baru disahkan oleh DPR adalah lelucon. Parliamentary threshold 20% adalah lelucon. Nalar sang jenderal rupanya sudah turun berat. Itu efek nyapres yang gagal melulu. Ia lupa bahwa 2 kali Pilpres sebelumnya memakai parliamentary threshold 20%.
Dengan menganggap bahwa UU Pemilu yang baru disahkan adalah lelucon, berarti sang jenderal terbukti gagal paham bahwa produk UU Pemilu itu dari DPR. Bisa dibayangkan jika sosok jenderal ini menjadi Presiden. Ia cepat lupa dan menganggap semuanya lelucon. Mengerikan.
Nah itu kisah jenderal yang satu, jenderal yang gagal bermimpi. Lalu bagaimana dengan jenderal yang lainnya? Jenderal ini, sukses menjadi Presiden 2 periode alias 10 tahun. Selama 10 tahun ia sukses meninabobokan rakyat dengan aneka subsidi dan tak punya nyali mencabutnya. Lalu ia tambah ninabobo dengan lagu-lagunya yang PHP. Tetapi infrastruktur nihil, radikalisme tumbuh senyap-sunyi dan siap meletus dahsyat.
Namun  itu bukan lelucon. Leluconnya adalah ketika sang jenderal gagal membumi pasca lengser. Ia menganggap diri masih menjadi Presiden, terus menasehati Presiden ‘Ndeso’ lewat twitter. Padahal dulu ia tidak berbuat banyak. Lengser dari kursi empuk di istana memang mengharukan. Menerima keadaan pensiun dari kekuasaan adalah hal yang menyakitkan. Anak pun jadi korban ambisi, dicoba diorbitkan, namun gagal total.
Maka sang jenderal yang gagal membumi, membuat lelucon seusai bertemu dengan jenderal yang gagal bermimpi. Kekuasaan Presiden ‘Ndeso’ sudah absolut. Sudah abuse of power. Begitu komentar nyinyirnya. Dimana absolutnya? Tangkisan Sang Presiden ‘Ndeso’ telak dan menusuk jantung sang jenderal.
Di era smartphone ini, kecuali kalau masih menggunakan Nokia yang mudah disadap Australia itu, tak ada lagi kekuasaan yang absolut. Alasanannya karena ada selalu pers yang mengawal. Ada rakyat, ada DPR, ada penegak hukum yang selalu mengawasi. Jadi kalau Sang Presiden ‘Ndeso’ berkuasa absolut, itu lelucon dari sang jenderal yang gagal membumi. Itu nalar yang sudah bengkok. Itu itulah lelucon.
Lalu mengapa dua jenderal nalarnya menjadi bengkok?
Bagi sang jenderal yang gagal bermimpi, naiknya sang Presiden ‘Ndeso’ sangat menyakitkan. ‘Ndeso’ yang baru satu kali nyalon, langsung menjadi Presiden. Itu tidak mungkin, itu tidak mungkin. Oh tidak mungkin. Kata-kata itu terus mengingang-ngiang, mendengung-ndengung dan mengaum-ngaum di telinga, di mata, dan di seluruh panca indera. Lalu dunia berkunang-kunang, langit berputar-putar dan nalar menjadi bengkok. Parliamentary threshold 20% lelucon. Begitu katanya. Lelucon.
Bagi sang jenderal yang gagal membumi, ketegasan dan keberanian sang Presiden Ndeso, sangat mengusik. KMP, Petral dibubarkan dan PSSI dibekukan. Lalu kapal asing ditenggelamkan. Papua dibangun besar-besaran. Perbatasan dimegahkan, jalan tol, kereta api dan banyak lagi dibangun besar-besaran. Busyet. Baru satu tahun, si ‘Ndeso’ kalahkan gua yang sepuluh tahun berkuasa. Itu pun gua masih mangkrak di Hambalang. Ternyata nyali sang Presiden ‘Ndeso’ sungguh membelakkan mata,  ketika HTI dibubarkan.
Sang jenderal, mantan Presiden, yang gagal membumi tak tahan. Skak-skak mat Sang Presiden ‘Ndeso’ sungguh menusuk dan menyayat ulu hati. Sang Jenderal terpaksa cari kawan. Musuh bebuyutan terpaksa dirangkul. Ego dan rasa malu keduanya terkikis karena dirasuki oleh kepentingan abadi. Keduanya tak tahan terusik. Jenderal yang satu terus, terus dan terus kebelet ingin mencicipi rasa manisnya kursi Presiden. Sedangkan jenderal yang lainnya tak tahan melihat sepak terjang spektakuler sang Presiden Ndeso. Ia ingin menghentikan dan menjegalnya. Lalu keduanya berangkulan untuk memanasi demo 287, tetapi gagal.
Itu kisah kedua jenderal. Bagaimana kisah sang pelengser Gusdur, sesepuh si Amin Rais, sosok yang tak bisa menepati janji, jalan kaki dari Yogyakarta-Jakarta dan Jakarta-Yogyakarta? Katanya, sang sesepuh yang nalarnya terus turun karena digerogoti oleh rasa benci yang amat sangat,  mau memimpin demo di Istana, di MK entah di mana lagi. Namun hari ini saat demo 287, sisesepuh tak nongol. Alasan, kesehatan. Tetapi itu mungkin hanya alibi.
Ketika anggota demo tak sesuai harapan dan gagal memancing 7 jutaan massa, maka hasilnya pun gagal. Jumlah yang jauh dari 7 jutaan itu sudah terlihat saat salat di Istiglal. Akibatnya sang sesepuh pun mundur teratur dan tidak lagi mau memimpin demo di MK apalagi di istana. Wibawanya di atas mobil komando akan hambar jika anggota demo tinggal seupil. Sangat berbeda halnya jika anggota demo berjibun seperti demo 212 yang lalu. Itu alasan yang pertama. Alasan kedua, rupanya sisesepuh baru sadar jika ia tidak didukung oleh MUI dan ketakutan jika kelak ia dicap sebagai pendukung berat HTI. Atau mungkin alasan ketiga, ia sudah paham bahwa demonya tak karuan, ngawur-ngawuran, gagal alias lelucon.
Nah itu kisah sisesepuh yang gagal pimpin demo. Si sesepuh terlihat terus gagal menarik perhatian Sang Presiden ‘Ndeso’. Bahkan Si Presiden ‘Ndeso’ tak melirih sedikitpun kepada sisesepuh, mendengar ocehannya, apalagi takut. Malah si Presiden ‘Ndeso’ sekarang semakin menakutkan karena ia telah membunyikan genderang perang untuk menggebuk mereka-mereka yang menghasut, memfitnah, mengganti Pancasila dan memproklamasikan negara khilafah. Begitulah kura-kura.
Salam Seword, Asaaro Lahagu

Sabtu, 29 Juli 2017

Tidak Main-Main Dengan Perppu Ormas, Kemenkumham Cabut Status Badan Hukum HTI Dan Menantang di Pengadilan


Pemerintah seperti sedang belajar dari pengalaman. Ketika dulu tiba-tiba saja membubarkan HTI tanpa mengeluarkan surat pernyataan, pemerintah berpotensi akan kalah di pengadilan. Akhirnya pemerintah menyusun kekuatan terlebih dahulu sebelum benar-benar menggebuk HTI. Pemerintah menerbitkan Perppu Ormas agar bisa memnggebuk HTI dengan legal.
Meskipun menuai protes, pemerintah tetap kukuh menerbitkan Perppu Ormas. Tidak sedikit tokoh politik yang menolak keras Perppu Ormas. Yusril menjadi orang yang begitu keras menolak Perppu Ormas. Melihat NU mendukung Perppu Ormas, Yusril menyenggol KH. Said Aqil Shiradj dan mengancam NU bisa dibubarkan juga dengan Perppu Ormas. HTI bahkan telah melakukan aksi demo untuk menolak Perrppu.
Pemerintah tentu paham betul tidak sedikit oknum yang memenfaatkan polemik HTI untuk menggulingkan Jokowi. Mereka nebeng dibalik begitu kerasnya HTI melawan pemerintah. Ketika pemerintah mengeluarkan Perppu Ormas untuk membubarkan HTI, tidak sedikit yang ikut memperkeruh keadaan.
Pemerintah tentu juga tidak ingin dianggap lemah. Perppu Ormas tidak hanya berhenti dalam tataran konsep, tapi harus diimplementasikan dalam tindakan nyata. Pemerintah lewan Kemenkumham mencabut status badan hukum HTI. Itu artinya HTI telah sah dibubarkan. Namun HTI masih bisa menolak pembubaran ini dengan cara menggugat di pengadilan.
Pencabutan dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
“Maka dengan mengacu pada ketentuan Perppu tersebut terhadap status badan hukum HTI dicabut,” ujar Dirjen AHU Kemenkumham Freddy Harris dalam jumpa pers di gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu (19/7/2017).
Pencabutan status badan hukum itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Freddy mengatakan, Kemenkumham memiliki kewenangan legal administratif dalam aturan pengesahan perkumpulan atau kemasyarakatan (ormas). Di samping itu, Kemenkumham juga berwenang mencabut status tersebut.
“Khususnya yang berseberangan dengan ideologi dan hukum negara di Indonesia,” kata Freddy.
“Dengan adanya pencabutan SK Badan Hukum HTI, maka ormas tersebut dinyatakan bubar sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A,” tambah Freddy.
Pemerintah bahkan secara terbuka menantang HTI untuk menggugat pembubaran ini di pengadilan. Pemerintah sudah tidak main-main lagi dengan ormas anti pancasila seperti HTI. Hal ini menjadi kode bagi orang-orang yang selama ini membela HTI seperti Yusril. Apakah Yusril bersedia menerima tantangan Pemerintah?
Pemerintah memang tidak sembarangan dalam membubarkan HTI. Keberadaan HTI sudah dipantau sejak lama oleh pemerintah. Pemerintah sudah mengkaji segala aktivitas HTI. Pemerintah akhirnya menemukan alasan dari proses pengkajian mengapa HTI harus dibubarkan.
Menurut Wiranto, ada tiga alasan mengapa HTI harus dibubarkan. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Mungkin ada yang menilai pemerintah sekarang kejam karena sediki-sedikit bubarkan, sedikit-sedikit blokir. Namun tolong dipahami bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah adalah demi masa depan bangsa Indonesia. pemerintah tidak ingin pancasila hanya tinggal sebuah nama. Ancaman sekecil apapun harus diantisipasi sedini mungkin.
Saya berharap pemerintah jangan sampai kecolongan. Setelah resmi dibubarkan, pemerintah harus siaga mengawasi jika anggota HTI masih ada yang melakukan aktivitas. Belajar dari kejadian sebelumnya, meskipun pemerintah telah mengumumkan membubarkan HTI, namun pada kenyataannya mereka masih bisa melakukan aktivitas. Pencabutan status badan hukum HTI menjadi percuma saja ketika ternyata HTI tetap melakukan aktivitas dakwah seperti biasanya.
Saya semakin penasaran melihat reaksi Yusril setelah HTI resmi dibubarkan. Apakah dia akan menerima tantangan pemerintah untuk menggugat di pengadilan? Atau justru Yusril ngumpet dan tidak berani melayani tantangan pemerintah. Jika Yusril tidak mau disebut pengecut, seharusnya dia menerima tantangan pemerintah.

Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/19/10180761/hti-resmi-dibubarkan-pemerintah

87, 2 % Penduduk Indonesia Beragama Islam, Hanya Segelintir HTI Yang Demo Menolak Perppu Ormas, Apa Artinya?


Saya sudah saatnya pemerintah bertindak tegas untuk terhadap ormas-ormas yang ingin mengganti ideologi pancasila dengan khilafah. Keberadaan mereka semakin meresahkan. Selain anti pancasila, paham radikalisme terus menjamur. Beberapa peristiwa teror bom serta  penyerangan polisi menjadi bukti bahwa paham radikal sudah sedemikian berkembang di Indonesia.
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menangkal paham radikalisme, terorisme, serta ormas anti pancasila dengan berbagai jalan. Pemblokiran telegram serta penerbitan Perppu Ormas merupakan tindak nyata pemerintah memberantas pahm-paham tersebut.
Sudah selayaknya upaya-upaya pemerintah harus didukung penuh oleh rakyat. Menjadi tanda tanya besar ketika ada segelintir orang yang berusaha menghalang-halangi pemerintah untuk menerbitkan Perppu Ormas. Yang membuat miris, mereka adalah pejabat pemerintahan namun lebih membela HTI.
Pemerintah tidak boleh sedikitpun ragu untuk menerbitkan Perppu Ormas meskipun banyak rintangan yang menghadang. Saya yakin jika diadakan survey untuk seluruh masyarakat Indonesia, mayoritas akan sepakat dengan penerbitan Perppu Ormas saja. Kemungkinan hanya HTI dan segelintir musuh Jokowi yang akan menolak ini.
Pemerintah tidak boleh mundur selangkah pun meskipun pada hari ini, selasa 17 Juli 2017 melakukan aksi demo menolak Perppu Ormas. Ratusan orang yang berasal dari HTI mulai menggelar aksinya di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Monas, Jakarta Pusat, Selasa (18/7). Mereka menolak keras diterbitkannya Perppu Ormas oleh pemerintah belum lama ini.

“Tidak ada lagi yang kita tuntut kepada pemerintah, cuma satu, kami menolak dengan keras Perppu Ormas. Karena dengan terbitnya Perppu ini merupakan jalan pintas rezim diktator oleh pemerintah, perppu ini memberangus,” kata Koordinator Aksi, Habib Kholilulloh Al-Habsyi kepada wartawan di lokasi.
“Tidak perlu (ketemu Presiden), cukup dengan aksi ini karena bagi kami majelis taklim akan kekhawatiran ini, sehingga dengan aksi kami didengar mau lah (Presiden) melihat bangsanya sendiri,” pungkas Kholilulloh.
Dalam aksinya, ratusan simpatisan HTI yang hadir tidak jarang pula melantunkan salawat dan takbir. Mereka menilai Perppu Ormas menimbulkan tindakan diktator (kesewenang-wenangan) yang dilakukan oleh pemerintah.
Aksi demo yang dilakukan oleh HTI memang sudah dimaklumi. Tidak mungkin HTI akan diam begitu saja dengan penerbitan Perppu Ormas ini. Mereka adalah ormas paling terancam akan dibubarkan dengan mudah lewat Perppu Ormas.
Apakah pemerintah perlu mempertimbangkan permintaan HTI?
Jelas sangat tidak perlu. Meskipun HTI membawa bendera Islam, namun jumlah peserta demo hanya ratusan. Jumlah tersebut sangat tidak sebanding dengan 87,2% penduduk muslim Indonesia. Jika seluruh anggota HTI berkumpul untuk menolak Perppu, saya pikir tetap tidak bisa mewakili umat Islam.
Pemerintah harus tetap mempertimbangkan mayoritas umat Islam. Saya yakin dari 87,2% mayoritas sepakat dengan penerbitan Perppu Ormas. NU sebagai ormas dengan anggota terbesar di Indonesia sepakat dengan penerbitan Perppu. Muhammadiyah yang meskipun ada beberapa tokoh yang menolak Perppu Ormas, saya yakin mayoritas anggota Muhammadiyah akar rumput akan sepakat dengan Perppu Ormas. Belakangan, MUI yang sempat kontra dengan pemerintah mulai berada di pihak pemerintah dan mendukung Perppu Ormas.
Jadi jika dikatakan HTI mewakili umat Islam Indonesia sangat keliru. Mayoritas umat Islam sepakat bahwa pancasila adalah harga mati dan tidak boleh diganti dengan ideologi yang lain.
Lalu HTI mewakili umat Islam yang mana?
HTI memang mewakili umat Islam, tapi Islamnya anggota HTI dimana cikal bakalnya berasal dari luar negeri. Hizbut Tahrir menjadi cikal bakal munculnya HTI. Hizbut Tahrir datang ke Indonesia dan menyebarkab paham khilafah. Setelah berhasil mempengaruhi sebagian umat Islam di Indonesia, mereka membentuk HTI. Hizbut Tahrir memang sedang menjajah idelogi negara-negara di dunia agar dihapus dan diganti dengan khilafah. Beberapa negara di Dunia telah menolak Hizbut Tahrir.
Hanya saja, dengan budaya terbuka, ramah, penuh toleransi warga Indonesia yang membuat Hizbut Tahrir diberi kesempatan untuk menyebarkan ideologinya hingga mereka berhasil membentuk HTI dan sudah sedemikian berkembang hingga saat ini.
Jika memang punya niat yang baik dan masih mau diterima di Indonesia, seharusnya dengan terbitnya Perrpu Ormas ini mampu membuat HTI sadar dan segera merubah ideloginya. Menjadilah ormas Islam seperti yang lain semisal NU dan Muhammadiyah. HTI malah terus melawan penerbitan Perppu Ormas. Ini artinya mereka memang benar-benar sedang melawan pemerintah. Saya rasa pemerintah harus lebih tegas lagi terhadap HTI.

Sumber:
https://www.merdeka.com/peristiwa/demo-massa-hti-sebut-perppu-ormas-jalan-pintas-rezim-diktator.html

Perppu Ormas Bikin FPI Dan HTI Kelabakan, Yang Satu Protes, Yang Satu Lagi Menggugat


Dalam salah satu pasal Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang ormas seperti pasal 59 ayat 3 huruf b bahwa ormas dilarang melakukan penyalahgunaan, penistaan, penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia. Sanksi bagi pelaku yang melanggar pasal 59 tertuang dalam pasal 82A ayat 2 hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
Perppu ormas ini telah membuat kehebohan, terutama kelompok sebelah yang makin lama makin kepanasan karena (mungkin) kebakaran jenggot. Siapakah kelompok tersebut? Sangat keterlaluan kalau sampai tak bisa menjawab. Salah satunya adalah FPI dan HTI.
FPI mengkritisi adanya pasal yang mengatur penistaan agama dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang ormas. Ketua Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Pawiro, mengatakan pasal penistaan agama dalam Perppu Ormas membuat bias dengan KUHP. “Pasal ini harus dikritisi. Terlalu bias kalau dipaksakan seperti ini. Bentrok dengan KUHP. Pemerintah harus bijak kalau terbitkan Perppu,” kata Sugito.
“Kabarnya Perppu ini kan mau bubarkan ormas kan. Perppu ini ada buat permudahkan. Tapi, jangan lompat ke penistaan agama. Kalau begini lompat jauh,” tuturnya. Kemudian, dia memprediksi jika tak ada revisi yang dilakukan pemerintah terkait pasal ini, maka akan ada gugatan. Pemerintah terutama Presiden Jokowi harus merespons cepat, karena menurut Sugito, sebagian besar masyarakat menolak Perppu ini.
Hah, sebagian besar masyarakat menolak perppu ini? Apakah sudah melakukan survei atau polling? Atau jangan-jangan yang disurvei hanya kelompok situ. Janganlah terlalu menggeneralisir dan menyimpulkan seperti itu.
Terkait rencana judicial review, ia mengaku pihak FPI belum membicarakan persoalan ini. Namun, dikatakannya, persoalan ini sudah menjadi perhatian masyarakat luas. “Perppu ini harus masuk akal. Jangan pusing bubarin satu ormas, tapi justru muncul potensi masalah baru yang timbul, gaduh, kepanikan di masyarakat,” katanya.
Kepanikan? Kepanikan masyarakat yang mana nih? Ini harus jelas supaya tidak makin membingungkan. Dan saya kok malah yakin yang panik itu ya kelompok situ. Tidak percaya?
Buktinya sebanyak 14 ormas Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) memang mendesak pemerintah segera merealisasikan rencana pembubaran ormas HTI dan ormas radikal anti-Pancasila lainnya.
Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas mengatur bahwa pembubaran ormas harus melalui mekanisme pengadilan. Mekanisme ini cukup berliku sehingga harus dicari cara lain yang lebih efisien.
Oleh karena itu, pemerintah didesak untuk segera menerbitkan perppu untuk mempermudah mekanisme pembubaran ormas. Siapa saja? Salah satunya adalah PBNU. Selain PBNU, 13 ormas Islam lainnya yang memberikan pernyataan sikap adalah Al-Irsyad Al-Islamiyah, Al Washliyah, Persatuan Umat Islam (PUI), Persatuan Islam (Persis), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Mathla’ul Anwar, Yayasan Az Zikra, Al-Ittihadiyah, Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Rabithah Alawiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Nahdlatul Wathan, dan Himpunan Bina Mualaf Indonesia (HBMI).
Nah, sudah jelas kan banyak kok yang mendukung perppu ormas ini, belum lagi menghitung pihak-pihak dan individu lain yang juga sepakat dengan ini. Jadi dari mana bisa tahu kalau banyak yang menolak, kecuali mereka yang titik-titik. Sebenarnya dari sini saja sudah jelas, yang protes dan koar-koar itulah yang menolak. Dan yang menolak ini bukan merupakan sesuatu yang mengejutkan. Siapa pun tahu siapa yang bakal kena dampak dan bagaimana sepak terjang mereka. Udah terkenal bro.
Dan lucunya ada sekelompok mahasiswa yang menentang ini, yang mendukung paham khilafah. Mereka menilai perppu ini adalah bentuk dari kesewenangan, kezaliman dan tirani pemerintahan Jokowi. Mereka juga menuduh ini adalah politik balas dendam terkait kekalahan Ahok.
Ahok lagi, Ahok lagi. Jadi kalau mereka menolak perppu, jadi semua harus ikuti saran mereka untuk ganti ke pemerintahan khilafah? Ini pintar atau bodoh? Sudah dari dulu, dari zaman kemerdekaan, negara ini berlandaskan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Para pahlawan dan tokoh negara serta tokoh lain capek-capek merumuskan dasar negara, eh mereka ini entah datang dari mana dan tak tahu apa kontribusinya malah mau khilafah. Memangnya apa yang telah mereka lakukan untuk negara ini hingga bisa seperti itu?
Mau gugat silakan, tak ada yang larang. Ganjalan terakhir adalah DPR yang saya sendiri sudah malas bahas mereka. Lebih baik tidur saja. Perppu ini adalah sarana untuk membubarkan ormas anti Pancasila. Kalau selama ini tidak anti Pancasila, ngapain protes atau ribut kecuali merasa salah satunya. Betul tidak?
Bagaimana menurut Anda?

http://politik.news.viva.co.id/news/read/934832-fpi-protes-pasal-penistaan-agama-di-perppu-ormas
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/12/11281811/menkumham.perppu.pembubaran.ormas.tak.hanya.untuk.hti