Cari Blog Ini

Senin, 10 Juli 2017

Pendidikan, Budaya dan Kemandirian Keluarga Mengalahkan Paradigma “Perusak” Kekhilafaan ISIS


Semaraknya arus radikalisasi dan intoleransi perusak tatanan masyarakat guna mendapatkan kekuasaan menjadi trend kekinian yang ada di perpolitikan Indonesia pasca Pilkada DKI 2017.
Mencampakkan kesepakatan dari hasil perkembangan interaksi yang berkembang selama ini di masyarakat Indonesia yang kaya raya dengan sumber daya alamnya bahwa keberagaman adalah roh dari masyarakat Indonesia. Hasil survei yang menyatakan adanya ancaman nyata dari para radikalis kanan, dengan paradigma kekhilafaan yang menjadi perihal yang diusung untuk “digelontorkan” kepada masyarakat yang berpenduduk mayoritas Islam terbesar di dunia untuk dapat memenangkan kontestasi perpolitikan menjadi andalan bagi mereka, terutama partai yang berbasis masa Islam, partai sesapian dan lainnya yang sangat besar kemungkinanannya berafiliasi dengan gerakan transnasional, kekhilafaan ISIS.
Saat gerakan radikalis dengan strategi pentokohan yang menjadi andalan mereka selayaknya dihadapkan dengan pendekatan pendidikan yang berpola pikir empiris dan berbasis dari sejarah perkembangan interaksi yang dapat dipertanggungjawabkan sumber dan asal usulnya dengan pemikiran yang jernih seharusnya menjadi suatu pendekatan untuk menangkal gerakan perusak tatanan. Ditemukan adanya perusakan tatanan dengan mengusung isu kekhalifaan yang justru berasal dari kalangan pendidikan memang menjadi fenomena menarik, apakah ini disebabkan oleh adanya “kehausan” terhadap kekuasaan atau meningkatnya gelombang utopis kekhalifaan dampak dari hendak  membangkitkan perlawanan guna memperoleh kemenangan yang kini di Timur Tengah dalam kekalahan massif peperangan.
Indonesia yang relative damai yang kini tengah giat melakukan pembangunan infrastuktur guna memenangkan di era kompetisi dunia berhadapan dengan gerakan politik pengusung isu SARA dan rasisme yang jika boleh dikatakan bagian dari permainan untuk memasukkan faham ISIS dengan kekhalifaannya. Daya tahan dan kedewasaan, serta kemandirian masyarakat kini diuji, selayaknya penting kembali mengingatkan keharmonisan yang ada selama ini di alam kebhinekaan Indonesia dan memulai gerakan budaya dan interaksi keberagaman dimulai dari interaksi sosial terkecil yakni dari melakukan pendidikan kemandirian yang dimulai dari keluarga dengan menumbuhkan jiwa kepedulian terhadap sesama.
Menarik saat metro tv dengan program metro newsline nya membawakan tema acara  “Mandiri Tanpa Asisten Rumah Tangga”, tema dengan fokus pembahasan ada di manfaat, hambatan dan pentingnya, ada atau tidaknya ART (Asisten Rumah Tangga) di dalam keluarga. Pembahasan ringan yang sangat menarik, saat pembawa acaranya menanyakan satu demi satu pertanyaan yang justru dapat disimpulkan bahwa perlunya membangun budaya kemandirian dimulai dalam keluarga. Membangun keluarga tidak hanya dari segi financial namun juga dari sisi psikologis yang merupakan proses pembentukan kematangan karakter dan kepribadian yang dibangun dari keseharian interaksi bersama keluarga yang berkualitas.
Acara dengan titik sorot ada di ART justru menginspirasi bahwa kekuatan tatanan sosial juga dibangun dari kemandirian keluarga. Kemandirian bersikap dan kebebasan berkepribadian menjadi salah kunci ketahanan kepribadian, entah itu kepribadian keluarga  untuk cakupan terkecil ataukah ketahanan kepribadian negara sebagai cakupan terbesar dari tatanan sosial sehingga tidak mudah digoyang dengan mimpi-mimpi adanya ideology utopis kekhalifaan ataukah mimpi-mimpi lainnya, jihad menyesatkan, bom bunuh diri dengan iming-iming mendapatkan sederetan bidadari.
Kemandirian kepribadian bangsa Indonesia yang dahulu kita kenal dengan Trisakti, yang diwasiatkan oleh founding father  Indonesia yakni mencapai kemandirian dengan berdaulat dalam politik, ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Menguatkan kepribadian dan kemandirian bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat haruslah dibangun dari kuatnya kepribadian dan kuatnya mentalitas kemandirian dari keluarga.
Narasumber, Opy bundarempong (facebook) yang bercerita bagaimana keseharian dalam keluarganya dengan tanpa Asisten Rumah Tangga yang bermaksud membangun kemandirian anggota keluarga yang dibangun dari proses kesehariannya menjadi salah satu inspirasi bahwa pentingnya kemandirian guna menumbuhkan kepribadian yang mandiri.
http://video.metrotvnews.com//newsline/8N0edp5b-mandiri-tanpa-asisten-rumah-tangga-2

Perlunya sejenak mengingatkan bahwa kepribadian bangsa Indonesia dengan keberagaman, kebhinekaaan, NKRI dan pancasila adalah jati diri Indonesia yang menjadi kepribadian bangsa Indonesia. Tidak perlulah masyarakat Indonesia menjadi ke arab-arab an atau berkiblat ke budaya Timur Tengah. Saat ini budaya ke arab-arab an dengan berpakaian serba putih dan  “daster” menjadi arus budaya berpakaian yang menjadi symbol ketidak mandirian budaya, jika kita ingat bahwa kebiasaan yang selama ini dengan budaya peci hitam dan sarung adalah yang menjadi kebiasaan dan kepribadian bangsa Indonesia. Timbul pertanyaan kemana peci dan sarung saat ini, budaya tersebut adalah ciri  dan kepribadiaan masyarakat muslim Indonesia.
#rinduPecidanSarung

0 komentar:

Posting Komentar