Cari Blog Ini

Selasa, 04 Juli 2017

Bukan PKI Yang Jadi Ancaman Tapi Radikalisme dan Terorisme


Selama ini ada pihak-pihak yang gemar sekali meneriakkan isu PKI dan komunis. Kata mereka PKI akan bangkit. Bahkan ada yang menuding kalau Presiden Joko Widodo adalah anak PKI. Parahnya ada simpatisannya yang sampai menyerukan agar dilakukan tes DNA untuk membuktikan Presiden Jokowi anak PKI atau bukan. Iya, bigot bodoh yang tidak tahu apa yang bisa dan tidak bisa dilihat dari sebuah tes DNA.
Saya sih 100% tidak percaya kalau PKI masih ada. Jadi saya yakin bahwa isu itu cuma berusaha membangkitkan ketakutan lama masyarakat terkait tragedi PKI. Dan karena mereka tak tahu harus dengan cara apa lagi menjatuhkan Jokowi maka disebarkanlah isu tersebut.
Yang justru saya yakini sekarang menjadi setan di republik ini adalah radikalisme dan terorisme. Anda tidak percaya? Ya kalau tidak ada terorisme tidak akan ada kejadian ledakan bom seperti di Kampung Melayu. Kalau radikalisme cuma isapan jempol tidak akan ada dokter yang sampai menolak pasien dengan alasan BPJS itu riba, orang mengkafir-kafirkan orang lain, ibu-ibu dan anak-anak yang berjalan sambil teriak bunuh-bunuh, dll.
Ada postingan menarik tentang seorang WNI yang ada di Irak bernama Alto Labetubun. Ia berfoto sambil memegang secarik kertas sebagai pesan ke Presiden Jokowi. Dia berfoto di atas tanah kering dan cuaca panas di Yarmuk, Irak. Kota itu hancur lebur karena perang saudara antara pasukan ISIS atau Islamic State (IS) dan Pasukan Pemerintah Irak.
“Bapak Presiden Joko Widodo, Panglima TNI dan Bapak Kapolri. Ini Kota Mosul, Iraq hancur lebur dan puluhan ribu nyawa melayang sia-sia karena gerakan radikal!!! Tolong jaga Pancasila dan UUD 45 baik-baik agat Indonesia tidak hancur seperti Mosul. Salam dari anak Kepulauan Kei di Mosul,”
“Saya tergerak untuk berbagi pengalam saya di Irak dengan sesama warga Indonesia yang mungkin tidak pernah mengalami dan melihat secara langsung bagaiman rusak dan menderitanya saat dilanda perang saudara, apapun itu alasannya. Kota Mosul ini adalah salah satu bukti nyatanya,”
Alto melanjutkan cerita, Islamic State (IS) ingin mendirikan sebuah negara Islam di Irak dan Suriah. Mosul menjadi tempat di mana IS dideklarasikan pada Juni 2014 lalu.
“Tapi akhirnya IS terpukul mundur oleh warga dan tentara Irak sendiri. Walaupun sudah terpuku mundur, tapi kehancuran dan kematian puluhan ribu manusia tidak terhindar lagi,”.
“Harus diingat bahwa ideologi yang dimiliki oleh IS itu tidak didukung oleh masyarakat mayoritas di Irak. Tapi IS bisa berkembang dengan cepat karena rakyat yang mayoritas tersebut tidak melakukan perlawanan terhadap gerakan radikal ini dari awal, sehingga saat mereka sadar, segala sesuatu sudah terlambat. Silent Majority terjebak karena ketiadaan perlawanan dari mereka di awal pergerakan IS.”
“Pesan dari gambar di Mosul ini saya sampaikan dengan harapan agar masyarakat Indonesia yang mayoritas cinta damai dan cinta NKRI mendukung pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menjaga NKRI, sehingga kita yang hidup dalam kebhinekaan ini jangan sampai terpolarisasi sampai pada kondisi yang membahayakan kebinekaan Indonesia. Karena dalam perang, terutama perang saudara, kita semua akan menjadi korban,”
Ini seperti kondisi di negeri kita bukan? Mayoritas masyarakat termasuk Muslim di negara ini saya yakin tidak mendukung ideologi ISIS ataupun radikalisme. Namun mereka berkembang dan berani unjuk kekuatan karena mayoritas diam. Sementara mereka yang setuju berani unjuk gigi di jalanan, media sosial, berceramah, dll. Juga gencar menyelipkan propagandanya lewat broadcast messages di berbagai aplikasi.
Selama ini kalau ada teror kita cuma #kamitidaktakut atau kemudian mari berdoa. Doa itu penting, tapi apa doa saja cukup kalau kita tidak melakukan sesuatu? Melihat teman yang berpropaganda di Facebook kita memilih untuk melewati tulisannya begitu saja, unfriend, atau malah kita yang deaktif akun namun tidak sekalipun kita berani menulis sesuatu untuk melawan. Sementara mereka dan cyber armynya sangat kuat mempengaruhi masyarakat dengan media sosial. Iya media sosial yang dibuat oleh kafir yang suka mereka musuhi tapi buah karyanya mereka pakai.
Sudah waktunya kita bergerak melawan. Sebelum terlambat. Apa kita mau seperti di Irak atau Marawi di mana anggota kepolisian hingga dosen dipenggal? Rakyat sipil jadi korban. Mayat berjatuhan.
Mulai sekarang kita harus ingat. Musuh kita adalah radikalisme dan terorisme. Bukan musuh semu berupa PKI yang mereka gemborkan.
Kita tak bisa lagi diam!

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar