Cari Blog Ini

Rabu, 12 Juli 2017

KTT G20 di Jerman, Bukti Jokowi Nyatakan Perang terhadap Terorisme dan Radikalisme


 

Kehadiran Jokowi dalam KTT G20 Leaders’ Retreat  mengenai terorisme di Hamburg Messe Und Congress  di Jerman, membuktikan keseriusan Jokowi terutama Indonesia untuk memerangi terorisme.
Keseriusan Jokowi, dalam memerangi terorisme tergambar jelas dalam komitmen di KTT G20 di mana, dihadiri oleh beberapa negara, salah satunya Amerika Serikat, Rusia, Cina dan Jerman sebagai tuan rumah.
Ide brilian Jokowi dalam memerangi terorisme soal pendekatan soft power dan hard power menjadi kunci mendasar untuk menjinakan terorisme yang semakin bergejolak lewat semburan paham-paham radikal (ideologis), bom, maupun aksi peperangan yang berakibat fatal pada keselamatan nyawa orang lain dan perdamaian dunia.
Apakah kita menyerah kepada teror? Apakah kita akan tetap diam? Kita tidak boleh menyerah, kita tidak boleh tinggal diam, kita harus bersatu untuk memerangi ancaman terorisme,” kata Jokowi seperti dikutip dari rilis pers Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden.
Untuk memerangi terorisme, Jokowi menjelaskan harus ada keseimbangan antara soft power dan hard power. Karena itu, pengerahan kekuatan militer saja tidak cukup untuk mengatasi masalah terorisme.
Jokowi menekankan, perlu adanya langkah deradikalisasi untuk para mantan teroris. Seperti yang dilakukan oleh Indonesia yang terbukti menurunkan niat para mantan teroris untuk mengulangi aksinya kembali.
“Sejarah telah mengajarkan kita bahwa senjata dan kekuatan militer tidak bisa memberantas terorisme. Pikiran sesat hanya bisa dikoreksi dengan cara berpikir yang benar. Untuk itu, pendekatan soft power berupa deradikalisasi dapat terus dilanjutkan,” kata Jokowi.
Bukti Kehadiran Negara
Deretan peristiwa sosial dalam kehidupan kebangsaan kita, cukup membuka mata kita, bahwa betapa kebhinekaan kita terus diuji dengan nalar-nalar sosial yang menyesatkan.
Kita tidak dapat membantah, bahwa berbagai perilaku dan sikap intoleransi kerap menghiasi wajah keindonesian kita (disadari atau tidak disadi).
Gerakan radikalisme berbasiskan kepada nilai- nilai agama dan menentang negara Pancasila. Eksisnya, gerakan radikalisme tersebut, memberikan gambaran kepada kita, bahwa pemerintah sepenuhnya hadir untuk menegaskan sistem ketatanegaraan kita, yang berbasiskan kepada nilai-nilai Pancasila. Menguatnya radikalisme dan terorisme merupakan bentuk keprihatinan Indonesia maupun dunia internasional, terutama apa yang terjadi di negara tetangga kita, Filipina. Dan mungkin saja akan merambah ke negara kita. Untuk itu, kewaspadaan kita, harus terus dirawat dengan percikan semangat patriotisme sesama anak bangsa.
Ancaman kekerasan terhadap umat beragama yang sering terjadi, merupakan bentuk ketidaksadaran kita terhadap realitas kebhinekaan yang ada. Kita mesti harus sadar bahwa, sikap intoleransi masih menjadi kekuatan yang mampu memantik konflik sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Bibit-bibit konflik yang masih tumbuh secara liar tanpa terkontrol yang menjadi bom waktu, yang pada suatu waktu mungkin meledak meluluhlantahkan keindonesian kita.
Kehadiran masalah sosial yang merusak tatanan sosial tersebut , merupakan tindakan yang harus dilawan bersama dalam kehidupan bernegara dengan berbagai dimensinya.
Kehadiran negara melakukan deteksi dini terhadap munculnya potensi tindakan berwajahkan kekerasan, sudah jadikan prioritas bersama. Kekerasan demi kekerasan muncul secara bergantian, menampilkan wajah Indonesia yang tidak toleran terhadap bentuk kemajemukan yang semestinya menjadi modal sosial dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Kehadiran negara di bawah pemerintahan Jokowi, sudah menampilkan keseriusan ada upaya secara sistematis yang dilakukakan oleh negara, lewat pendekatan lintas agama maupun pendekatan adat istiadat atau budaya. Kita dapat memastikan, bahwa kehadiran pemerintah sebagai representasi negara dalam setiap dinamika sosial, segala macam bentuk ancaman, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dapat diatasi. Menjawab amanat konstitusi, pemerintah dengan kekuatan yang ada, mengatur tata tertib sosial, melindungi seluruh warga negara dengan segala hak dan kewajibannya.
Dengan demikian, semua warga negara mempunyai jaminan menjalankan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Nawacita Presiden Jokowi
Sebagaimana tertuang dalam nawacita presiden poin 8 yaitu melakukan revolusi karakter bangsa melalui pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara, dan budi pekerti didalam kurikulum pendidikan Indonesia dan poin ke- 9 yaitu memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan meciptakan rung-ruang dialog antarwarga.
Hal tersebut, memberikan gambaran kepada kita, bahwa presiden memiliki kesadaran bahwa Indonesia dibangun di atas kemajemukan dengan corak yang beragam menjadi satu kesatuan yang utuh. Kesadaran tersebut sudah diimbangi dengan komitmen politik Jokowi untuk melaksanakan gagasan-gagasan tersebut dalam ruang praksis kehidupan yang nyata di masyarakat.
Tentu, menjadi masalah, jikalau kita tidak bersatu dan sepaham terhadap niat baik  Jokowi untuk Indonesia ke depan. DImana, ketika gagasan untuk membentuk perubahan dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara disepelekan dan dianggap tak bermanfaat.
Presiden Jokowi selaku kepala negara dan pemerintahan, sadar betul bahwa dalam mengelola kemajemukan masyarakat Indonesia sebagai lanjutan peristiwa sejarah lalu yang sudah dicatat dengan baik oleh para pendiri bangsa. Bahwa, sejarah bangsa secara tegas mendeskripsikan tentang konstruksi negara yang dibangun di atas tatanan yang majemuk.
Soekarno menegaskan, bahwa jangan pernah melupakan sejarah.Tentu sejarah yang konstruktif. Dalam menjawab masa depan bangsa, bangunan kemajemukan bangsa, sebagaimana tertuang dalam nawacita presiden menjadi modal sosial dalam pembangunan bangsa. Anak bangsa dituntut merawat keindonesiaan, bukan malah menjadi virus bagi sesama yang menyebabkan kematian bagi seluruh bangsa.
Menjaga keutuhan negara kesatuan negara republik Indonesia, dijawab dengan kerja-kerja pro rakyat Jokowi selama ini. Kekayaan masyarakat dalam bentuk adat istiadat, bahasa dan budaya menjadi kekuatan kolektif dalam penyelenggaraan pembangunan. Kehadiran Pemerintah untuk merencanakan konsep kerja secara nasional dengan seluruh tatanan nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Seluruh nilai yang hidup dalam masyarakat menjadi landasan filosofis sekaligus sosilogis dalam setiap perumusan kebijakan pembangunan nasional.
Pada tahap pelaksanaan pun, keterlibatan seluruh pemangku kepentingan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi. Pilihan kebijakan yang mengakomodir seluruh keberagaman yang ada, akan menjadi tali pengikat yang terus mempersatukan.
Pendekatan Soft Power dan Hard Power
Dalam kerangka kerja pembangunan secara nasional, Pancasila dijadikan landasan dasar untuk merumuskan berbagai bentuk kebijakan pemerintah dalam menggerakan seluruh pembangunan dalam setiap sektor. Dan ini harus kita sepakati dulu, sebagai satu kesatuaan bangsa, agar tolak ukur kita jelas dalam memahami kebangsaan.
Diumpakan, kalau patokan kita Berkebun, yah kita siapkan lahannya, apa tanaman yang cocok untuk ditanam, dan siapkan pupuk untuk tanaman tersebut. Kalau patokan kita Nelayan, siapkan sampannya atau jala untuk menangkap ikan. Begitu pula kalau bicara Pancasila.
Dalam rumusan serta tujuan pelaksanaan pembangunan nasional, harus mampu menjawab seluruh nilai dalam sila-sila Pancasila, sebagai kristalisasi nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, melalui konsensus nasional sebagai ideologi negara.
Sebagai dasar negara, Pancasila dijadikan sebagai sumber utama dalam pengambilan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam hal ini, Pemerintah Jokowi sebagai pemegang mandat rakyat, sudah memastikan bahwa negara berjalan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pancasila. Pada titik ini, Pemahaman terhadap pancasila berserta nilai-nilai yang terkandung didalamnya hanya pengejawantahannya dalam pemerintahan dijamin pelaksaaannya.
Bentuk komitmen pemerintah tergambar dalam nawacita terutama poin ke-8 dan ke-9 di atas, sudah tertuang dalam bentuk kebijakan-kebijakan Jokowi dalam hal ini terorisme dan radikalisme. Merumuskan pendidikan kewarnegaraan dalam kurikulum sistem pendidikan nasional, memuat komponen nilai-nilai kebangsaan, kesadaran dalam kebhinekaan, cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan komponen dasar tegaknya eksistensi negara kesatuan republik Indonesia.
Dialog lintas iman, sebagai jembatan penghubung menguatkan pemahaman keagamaan lintas iman, dan menjadi penting dilaksanakan, di tengah menguatnya distorsi terhadap pemahaman nilai-nilai agama yang ada. Dan inilah yang disebut Jokowi sebagai pendekatan soft power dan hard power.

0 komentar:

Posting Komentar