Cari Blog Ini

Senin, 17 Juli 2017

Heboh, Turki Sudah Tangkap 435 WNI ISIS, Terbanyak Kedua Di Dunia!!


Foto: AFP

Sebenarnya pembahasan RUU Anti Terorisme lebih mendesak dan sangat penting digesa dibandingkan RUU Ormas yang juga punya arsiran kepentingan dan tujuan yang sama. Arsiran kepentingan dan tujuan tersebut adalah menghambat gerakan radikal yang mulai menjamur di NKRI. Bukan hanya mengancam ketertiban dan keamanan umum, tetapi juga ideologi bangsa.
Kemendesakan dan kesangatpentingnya isu radikalisme dan terorisme bukan lagi menjadi sebuah wacana, melainkan sudah menjadi realita yang harus dicegah sebelum benar-benar terjadi. Jangan sampai kejadian seperti korupsi dan narkoba yang sudah sangat merusak negara kini ditambah lagi oleh gerakan radikal dan teror.
Apalagi dengan semakin terdesaknya ISIS setelah kalah di Irak dan juga Suriah. Filipina yang sudah mulai dimasuki oleh ISIS sangat dekat dengan Indonesia. Bahkan daerah yang direbut oleh ISIS di Filipina sangat dekat dengan perbatasan Indonesia. Hal yang sangat memungkinkan Indonesia akan terkena dampak dari ISIS di Filipina.
Indonesia memang menjadi ladang empuk berkembangnya ISIS karena sudah sejak lama, Indonesia membiarkan dan cenderung memelihara ormas yang juga punya nafas sama, mendirikan negara Islam, HTI. Jumlah mereka bukan hanya banyak, tetapi juga sudah memasuki para pejabat-pejabat, politisi, dan orang-orang penting di negeri ini.
Itulah tidak heran ketika pemerintahan Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas, banyak dari mereka yang menentang. Mereka malah dengan sangat sadisnya menyamakan bahwa Perppu ini adalah sebuah tindakan yang lebih kejam dari penjajahan Belanda, Orba, dan bahkan Orla.
Entah bagaimana dasar penilaiannya, tetapi karena yang menyebutkan pakar segalanya, Yusril Ihza Mahendra, maka sudah bisa dipastikan bahwa pernyataan tersebut ngawur. Sama dengan ngawurnya saat dia menyebutkan KPK adalah bagian dari pemerintah. Pakar kok bisa tidak paham kepakarannya.
Meski RUU Anti Terorisme berjalan dengan sangat lambat dan terkesan tidak ada keberanian DPR untuk segera memutus RUU menjadi UU, Perppu ini bisa menjadi jalan untuk mencegah bukan hanya isu radikalisme tetapi juga isu terorisme. Karena memang isu radikalisme sangat dekat dengan isu terorisme. Sama seperti dekatnya HTI dan PKS.
Apalagi ancaman terorisme sudah sangat dekat di depan mata kita. Sudah banyak aksi yang kalau disebut oleh Polri sebagai tindakan Lone Wolf. Bukan hanya bom, tetapi juga ancaman dengan mulai dikibarkannya bendera dan lambang ISIS di beberapa tempat. Buku-buku pengajaran ISIS pun sudah mulai disebar. Negara sudah darurat ISIS.
Sikap pemerintah bukan lagi siaga 1 tetapi harus sudah awas dan waspada tingkat tinggi. Apalagi jumlah WNI yang terjangkit ISIS tidaklah sedikit. Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri Turki seperti dilansir News.com.au, Sabtu (15/7/2017), dari total 4.957 militan asing ISIS yang ditangkap di Turki, ada warga Indonesia yang 435 orang.
Jumlah ini hanya kalah dari jumlah warga negara Rusia yang jumlahnya 804 orang. Orang Indonesia yang terjangkit ISIS secara langsung ini pastinya tidak akan bisa dirawat atau direhabilitasi tanpa adanya RUU Anti Terorisme. Mereka-mereka ini akan sangat sulit juga diantisipasi kalau tidak ada payung hukumnya.
Jika jumlah mereka ini ditambah dengan jumlah orang Indonesia lain yang menjadi Lone Wolf atau sudah mulai berkerumunan dengan jumlah yang tidak pasti, makka negara sudah pasti mengalami ancaman. Itulah mengapa Perppu ini menjadi seperti benteng awal mencegah gerakan radikalisme dan Terorisme mengormas.
Tentu ini belum cukup dan harus segera mungkin diterbitkannya UU Anti Terorisme yang baru supaya pencegahan dan pengawasan bisa lebih baik dan massif. Kita harus terus dorong percepatan ini dan kalau perlu dorong pemerintah mencabut draft mereka dan buat Perppu saja serta memakai mekanisme partai koalisi untuk menyetujuinya.
Terlambatnya pembuatan UU Terorisme ini bisa berakibat fatal. Seperti kanker, sebenarnya isu teroris ini sudah hampir masuk stadium 3. Tidak lagi boleh dianggap remeh dan dibiarkan. Seperti yang saya sampaikan di atas, ancamannya sudah ada di depan mata kita. Sekali meleng dan kita lepaskan pengawasan, maka mereka sudah merebut satu daerah.
Daerah manakah kemungkinan tersebut?? Bukan saya suudzon, tetapi daerah yang paling getol masalah ISIS dan terorisme daerah apalagi kalau bukan Jawa Barat. Daerah yang ssangat dekat dengan Ibukota pemerintahan. Apakah ketakutan ini terlalu berlebihan?? Menurut saya tidak ada ketakutan berlebihan kalau berbicara soal ISIS dan terorisme.
Semoga saja, pemberitaan ini membuat pemerintah segera berpikir cepat dan tegas karena kalau mengharapkan DPR sama saja mengharapkan cinta dari mantan yang sudah menikah dan punya anak.
Salam WASPADA!

0 komentar:

Posting Komentar