Cari Blog Ini

Minggu, 23 Juli 2017

HTI Resmi Dibubarkan, Jangan Senang Dulu Kali Friend!

Genap sudah keinginan saya agar pemerintah mengambil sikap terhadap HTI seperti artikel saya berapa bulan sebelumnya https://seword.com/sosbud/awas-gp-ansor-terbangun-karena-lalat-kecil-hti-pemerintah-jangan-mau-telat/ Melihat HTI dibubarkan, rasanya seperti melihat dua sisi mata uang. Disatu sisi ada perasaan senang, disisi lain ada perasaan was-was. Senang bahwa pemerintah hadir dalam penegakan hukum.
Was-was karena apa yang tidak terlihat dipermukaan. Seperti kita ketahui, anggota HTI sudah ada (katanya) jutaan di Indonesia. Ditambah lagi setelah terbitnya perpu kemarin mereka langsung bergabung dengan ormas lainnya dan para penghianat bangsa. Mereka mengadakan demo penolakan dan beberapa aksi lain.
Indikasi HTI Masih Eksis
Kemarin saya membaca bahwa kantor HTI di kawasan Tebet Jaksel sudah tidak beroperasi lagi. Mereka sepertinya sudah menduga ini sebelumnya. Namun apakah mereka tinggal diam? Rasanya tidak.
Lihat saja mereka langsung menunjuk pakar hukum kawakan untuk mengajukan uji materi perpu itu ke Mahkamah Konstitusi. Entah berapa rupiah mereka membayar orang ini. Entah kemana integritas penegak hukum ini. Seperti bunglon, berubah warna kemana saja, berubah posisi sesuai siapa yang berani membayarnya.
Kemarin saya juga menonton cuplikan video perwakilan HTI di acara ILC. Juru bicaranya (saya lupa namanya, karena tidak penting) mengatakan bahwa mereka sudah melakukan sumbangsih bagi negara kepada anak muda dan beberapa sektor ekonomi. Ini menunjukan bahwa HTI sudah memiliki massa yang militan. Kata anak muda ini artinya mereka sudah merasuki sekolahan, kampus, pesantren, kampung. Mengerikan.
Kenapa mereka banyak menyasar anak muda (dari remaja)? Karena mereka akan bertumbuh dan menjadi pejuang potensial yang akan digunakan disuatu saat. Dan saat mereka dewasa mereka akan menguasai banyak lini dan siap bela ideologi ngawur itu.
Markas ISIS di Irak sudah direbut militer pemerintahan Irak dan mereka akan menempel pada indung lain. Pengaruh mereka di Timur Tengah sepertinya  sudah berakhir. Mereka sudah masuk ke rumah warga Marawi Filipina (daerah yang juga ada berpaham garis keras), pastinya mereka sudah memasuki Indonesia.
Lihat saja ada ratusan WNI simpatisan ISIS di Timur Tengah. Bagaimana caranya WNI sebanyak itu berjuang bersama ISIS? Karena memang sudah ada kantong wahabisme di Indonesia (dalam hal ini HTI). Bayangkan bisa jadi sebagian dari mereka balik ke Indonesia. Apa yang akan terjadi? Memang Menteri Pertahanan tegas mengucapkan untuk jangan kembali lagi. Namun tidak cukup disitu. Perlu langkah praktis untuk menampung mereka dan mendowngrade kembali pikiran mereka.
Jutaan anggota HTI ini perlu diwaspadai. Tidak mudah untuk mengawasi manusia dalam jumlah jutaan. Belum lagi pihak-pihak yang terhubung dengan mereka (FPI, ormas lainnya, pengusaha busuk, politik rakus). Ini sungguh pekerjaan rumah yang tidak gampang.
Sebab itu simpan dalam benak kita bahwa HTI belum berakhir. Ini adalah rahasianya. Jangan merasa diatas angin. Lihat siapa dibelakang mereka? Apa tujuan utama mereka? Ingat Indonesia adalah negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia.
HTI tidak berbahaya, Ideologinya itu yang berbahaya
Kita perlu jelas tentang apa itu HTI dan apa itu wahabisme. HTI adalah wadahnya, sedang isinya adalah wahabisme. HTI sudah dibubarkan namun wahabisme belum berakhir. Kalau wadahnya pecah, mereka hanya tinggal mencari wadah baru.
Pemerintah sudah memecahkan wadahnya. Namun apakah pemerintah sudah mengatasi isinya yang sangat beracun itu? Saya rasa belum. Wahabisme ini merupakan ideologi. Ideologi yang akan menegakan suatu negara dengan paham garis keras. Membunuh merupakan cara yang sah dan mati adalah terhormat bagi mereka.
Persoalan disini adalah bagaimana mengatasi wahabisme yang adalaha ruh dari HTI ini? Caranya adalah dengan menanamkan ideologi baru bagi penganut wahabisme. Karena wahabisme adalah ideologi, jadi cara mengatasinya adalah dengan ideologi juga.
Ideologi adalah suatu bagian dari manusia yang masuk dari pikiran (melalui ajaran) dan menjadi jalan hidup seseorang. Pertanyaannya disini adalah sampai dimana pemerintah bisa mengontrol ulama/ penceramah/ habib yang diindikasi membawa ajaran yang bertentangan dengan Pancasila?
Ini memang sulit. Tapi harus dicoba. Seperti awal Presiden Jokowi yang akan membangun Indonesia. Awalnya sulit. Paradigma kita sudah puluhan tahun membeku dan apatis, apakah bisa? Buktinya, belum genap 3 tahun pemerintahan, Jokowi sepertinya sudah menyusul pencapaian presiden yang mengabdi 30 tahun lalu.
Siapa yang harus bertanggungjawab? Sebenarnya Menteri Agamalah yang harus lembur dan bekerja 25 jam satu hari untuk mengatasi wahabisme ini. Namun sudah dua kali menteri agama zaman Jokowi belum bisa meraih ini. Kalau tidak bisa, mundur saja. Simple kan.
Ide sederhana untuk mengatasi wahabisme ini misalnya Menteri Agama membuat lisensi resmi bagi setiap penceramah. Dibuat persyaratan yang harus dipenuhi. Tanpa lisensi ini tidak boleh berceramah dimanapun di negeri Indonesia. Ini juga termasuk bagi penceramah dari luar negeri.
Lalu beri ruang kepada ulama senior kita yang berasal dari NU untuk pilot project pencanangan Islam Nusantara. Melalui pelajaran agama, melalui ceramah disetiap televisi yang ada Indonesia, dan celingsia (ceramah keliling Indonesia).
!! Harus dengan sikap awas!!
Pemerintah jangan santai, walau dengan pembelaan sedang membangun infrastruktur. Infrastruktur tanpa manusia yang dibaharui pola pikir dan mentalnya akan sangat timpang. Harus ada langkah taktis dan praktis setelah pembubaran ini. Siapa saja pengurus, donatur, jaringan HTI yang akan mendirikan wadah baru, harus ditolak secara prematur dan dibumihanguskan. No compromi, yes indomie.
Dengan rendah hati saya menghimbau kepada Menteri Agama, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Pendidikan untuk bekerja lebih keras dari yang lainnya. Kalau menteri lain bisa 100%, kalian harus bisa 110%. Apakah kalian tidak ingin kerja kalian dipuji Presiden dan masyarakat kita?
Sudah kita lihat beberapa polisi yang dibunuh, kantor polisi diteror, korban pengeboman dan banyak lainnya. Jangan tambah lagi bilangannya. Cukup. Bagaimana bila korban itu adalah anggota terdekat kita?
Kita juga sebagai masyarakat biasa, harus membantu pemerintah. Lewat menshare berita-berita positif di medsos kita dan melaporkan sesuatu yang mengarah kepada aksi teror dan mengancam NKRI. Apakah anda rela Indonesia menjadi Suriah jilid kedua?? Pikirkanlah itu.
Sepertinya cukup dahulu. Sudah pegal memegang hp sambil merenung. Istirahat siang baik sepertinya pada waktu weekend. Ah mana si butet mana??
Sumber:
https://nasional.tempo.co/read/news/2017/07/18/063892400/hti-resmi-gugat-perpu-ormas-yusril-ihza-sebut-pasal-multitafsir
https://kumparan.com/indra-subagja/situasi-markas-hti-di-tebet-setelah-resmi-dibubarkan-pemerintah
google.com

0 komentar:

Posting Komentar