Image : Jasriadi, Ketua Saracen (news.detik.com)
Beberapa waktu ini kita dihebohkan dengan penangkapan beberapa orang yang tergabung dalam sindikat Saracen. Diantara nama yang berhasil diciduk yaitu Jasriadi ketua sekaligus pendiri Saracen dan Sri Rahayu Ningsih, mantan TKW yang berlalih profesi menjadi pengurus grup Saracen. Kemudian ada nama lain yang juga disebut-sebut masuk dalam komplotan ini yaitu Eggi Sudjana.
Di struktur, pengacara Habib Rizeiq tersebut diletakkan sebagai dewan penasehat. Namun Eggi menolak disebut masuk ke dalam struktur Saracen, bahkan mengancam akan melaporkan beberapa nama ke polisi karena namanya dicatut.
Kabar terbaru Eggi sedang kabur ke Arab menyusul kliennya Rizieq Syihab. Entah belum tahu alasan Eggi yang tiba-tiba umroh disaat namanya terseret dalam kasus Saracen. Apakah akan mengikuti jejak sang guru melarikan diri dari masalah hukum atau sekedar menenangkan diri.
Komplotan Saracen terkenal karena menjual jasa kebencian. Mereka ini bisa dipesan dengan tarif antara 70-100an juta dan memiliki 800an akun dan grup facebook. Dengan menggunakan facebook Saracen aktif menebarkan berita bohong atau Hoax, fitnah, kebencian dan caci maki.
Anggota Saracen juga aktif menyerang presiden Jokowi dengan mengunggah konten bergambar ujaran kebencian serta Hoax. Sri Rahayu awalnya ditangkap polisi karena melakukan ujaran kebencian kepada presiden Jokowi. Namun setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, diketauhi bahwa Sri Rahayu adalah anggota sindikat Saracen.
Konten hate speech yang disebarluaskan oleh Saracen sangat membahayakan dan dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Pengalaman bahaya ujaran kebencian terjadi pada tahun 1993 yaitu bentrokan antar Suku Hutu dan Suku Tutsi Rwanda di Afrika Tengah.
Mendekati Pilpres didirikan stasiun radio oleh politikus untuk Suku Hutu. Setiap detik, menit dan jam penyiar terus-terusan menyerukan permusuhan dan kebencian kepada Suku Rwanda. Penyiar juga memanas-manasi Suku Hutu agar menggempur suku Rwanda. Hingga akhirnya terjadi peperangan antara kedua suku ini dengan korban mencapai jutaan orang.
Diketatui bahwa adanya radio yang dimiliki oleh Suku Hutu untuk kepentingan politik yang ingin menguasai Suku Rwanda. Kejadian ini mirip dengan Saracen yang dijadikan alat politik untuk menebar kebencian. Sehingga, sebelum terjadi peperangan antar golongan atau suku di Indonesia akibat hate speech, sebaiknya pelaku dan pendonor ujaran kebencian digebuk.
Presiden Jokowi sangat serius mengejar aktor dibalik grup Saracen. Sebelumnya Presiden memerintahkan Kapolri mengusut tuntas pelaku penyebar hate speech sampai ke akar-akarnya. Tidak lama kemudian Menteri Komunikasi dan Informasi dipanggil Presiden. Rudiantara mengaku mendapat tugas yang sama dengan Kapolri yaitu mengusut tuntas penyandang dana Saracen.
Melihat kondisi Indonesia saat ini, mengusut tuntas  pemesan jasa Saracen memang sudah mendesak. Apalagi hate speech sudah menjadi masalah bangsa dan hampir membuat terjadinya chaos di Indonesia. Kita masih ingat akibat postingan Buni Yani membuat jutaan masyarakat terprovokasi hingga melakukan demonstrasi berjilid-jilid. Saat sedang demo juga sempat terjadi keributan, namun berhasil diamankan oleh aparat Kepolisian.
Kondisi Indonesia saat itu sempat tegang. Belum lagi dipanas-panasi oleh provokasi beberapa politikus yang memanfaatkan situasi untuk mendapat kekuasaan. Hal ini membuat presiden mengundang beberapa tokoh agama, partai dan masyarakat untuk mendinginkan situasi. Jokowi juga tidak segan-segan datang ke markas Prabowo, PBNU dan Muhammadiyah untuk meminta Ormas dan tokoh politik tersebut ikut mendamaikan.
Akibat demo berjilid-jilid negara juga harus menggelontorkan dana 75 miliar lebih untuk menjaga keamanan. Coba kalau uang ini digunakan untuk membangun sekolah, akan ada berapa sekolah yang dapat berdiri dengan layak.
Sepertinya penyandang dana grup Saracen sedang tiarap dan memikirkan strategi agar tidak ketahuan dan diciduk polisi. Polisi juga sedang bekerja keras mengusut pembeli jasa Saracen. Mudah-mudahan otak dibalik Saracen segera tertangkap dan segera meringkuk di sel tahanan bersama Sri Rahayu Ningsih dan Jasriadi.
Kita tidak butuh orang-orang penyebarkan kebencian tapi perlu orang-orang yang menggaungkan optimisme dan pesan positif di dalam Medsos. Semangat optimisme, semangat untuk membangkitkan, semangat kompetisi kita ini betul-betul ada, kata Pakdhe Jokowi.