Cari Blog Ini

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Jumat, 30 Juni 2017

SURAT TERBUKA UNTUK TUAN TERORIS DI MANAPUN KALIAN BERADA

Maaf tak mengucap salam , karena aku tidak tahu apa agamamu dan apa yang kau percayai

Kitab apa yang kau baca hingga kau merasa paling benar , kitab mana yang mengajarkan membunuh orang diluar peperangan ?

Pemimpin mana yang kau ikuti hingga langkah yang kau ambil melampaui ajaran para nabi ?

Ibu mana yang melahirkanmu hingga mati rasa belas kasihmu ?

Ayah mana yang membimbingmu sehingga rasa ketakutan yg kau ciptakan dalam aksimu ?

Makanan apa yang mengalir ketubuhmu sehingga kau merasa terpilih sebagai mesin pencabut nyawa.

Pakaian apa yang kaupakai hingga kau merasa gagah, tak tersentuh neraka

Kalau kau pikir tindakanmu akan mencapai mimpimu, kupastikan jauh dari itu … tumpuan kebencian terarah pada kelompokmu

Bagaimana mimpimu membangun peradaban tanpa ada simpati dari manusia ?

Alih alih menegakkan kebenaran … yang lahir justru antipati ... ketakutan ... makin lama generasi ini makin jauh dari agama ... takut dengan agama … saat itu tiba, kau ikut bertanggungjawab meng-atheis-kan dunia ini !!!

Pastinya kau bukan representasi islam , pastinya juga bukan representasi nasrani , hindu atau budha

Agama yang kutahu mengajarkan cinta kasih sesama manusia , kelembutan , kesabaran

Sembah pada Tuhan seharusnya menghindarkan perbuatan keji dan munkar

Broadcast sebanyak- banyaknya surat terbuka untuk teroris ini ke semua group yang anda gabung , setidaknya teroris berkurang satu.
Salam Perang Lawan Teroris

Jaya Indonesiaku.

NKRI HARGA MATI.

Percaya Tidak Percaya, Jargon Revolusi Mental Jokowi Itu Adalah Diri Jokowi Sendiri

Siapa yang tidak kenal atau tidak pernah mendengar istilah “Revolusi Mental”? Semua pasti pernah mendengar jargon yang diusung Jokowi ketika dia melakukan kampanye Pilpres 2014. Namun tidak ada penjelasan yang kongkret tentang revolusi mental ini. Jokowi seperti hanya melempar jargon ini ke tengah-tengah masyarakat tanpa dilengkapi dengan penjelasan.
Menilik, menelisik, mengintip apa sebenarnya yang Pak Jokowi maksud dengan “Revolusi Mental”? Kenapa tidak ada penjelasan yang jelas yang mudah dipahami rakyat? Kapan gerakan ini akan dimulai? Semua pertanyaan seolah tidak terjawab.
Mungkin, melempar jargon saja dulu biar telinga dan pikiran rakyat akrab, familiar dan terbiasa dengan istilah dua kata ini. Lalu membiarkan rakyat mereka-reka sendiri arti, maksud dan tujuan dari judul yang diberikan berdasarkan persepsi masing-masing. Karena in any case, arti dan makna dari dua kata “revolusi mental” seharusnya positif yaitu merubah mental yang jelek menjadi bagus. Disamping itu, saya pikir, rata-rata orang Indonesia kalau ditanya tentang mentalnya bangsa Indonesia, jawaban cepat yang didapat pasti “korupsi”. Dan menghilangkan mental korupsi-lah yang sekarang ini dituntut rakyat untuk segera dihilangkan dari muka bumi Indonesia.
Untuk saya pribadi, awalnya saya memahami bahwa revolusi mental jokowi adalah perubahan besar-besar dengan cara cepat akan mental KKN menjadi mental yang lebih jujur, taat hukum, dan mulai tepat waktu. Dan setelah saya membaca situs resmi pemerintah tentang revolusi mental, disana saya mendapatkan tambahan informasi bahwa Jokowi akan membidik 3 sisi yang akan terkena revolusi mental : sisi ekonomi, sisi hukum dan sisi karakter bangsa. Namun programnya bagaimana, disitus tersebut tidak disebutkan atau saya tidak menemukan. Itu saya baca tahun 2014 awal-awal Jokowi menjabat jadi presiden.
Setelah itu, gebrakan Tax Amnesty disebut-sebut sebagai cikal bakal revolusi mental disisi ekonomi. Fine, saya pikir bisa juga dikatakan demikian. Setelah itu saya menunggu gebrakan revolusi mental disisi hukum. Namun kemudian negara dan bangsa Indonesia disibukkan dengan kasus penistaan agama dan saya tidak pernah lagi menemukan berita lanjutan tentang revolusi mental sisi hukum. Namun demikian, saya bisa memahami karena kasus penistaan agama adalah kasus yang full of political intricks, sangat membahayakan posisi Jokowi. Jadi saya pandang wajar jika rencana memulai gerakan revolusi mental sisi hukum tertunda.
Tak lama kemudian saya menemukan tulisan Fabian Januarius Kuwado, dikoran Kompas yang dilansir tanggal 17 Oktober 2014, tiga hari sebelum Jokowi dilantik menjadi Presiden dengan judul “Jokowi dan arti “Revolusi Mental” yang menceritakan Panda Nababan, seorang Kader senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menjelaskan apa itu Revolusi Mental. Kala itu Serikat Rakyat Miskin Kota atau SRMK yang bertanya apa yang dimaksud dengan Revolusi Mental Jokowi? Panda Nababan mengawali jawabannya dengan mengatakan, “Dulu, Pak Jokowi ini awal seperti anda semua. Miskin juga”. Lalu Nababan melanjutkan dengan kalimat, “Kalau beliau bisa menjadi seperti sekarang, itu karena kedisiplinan, kerja keras dan kerendahan serta kebesaran hatinya”. Ah, ternyata perjalanan karir Jokowi adalah cuplikan dari konsep revolusi mental itu sendiri. Penjelasan revolusi mental yang dijargonkan oleh Jokowi ternyata ada pada dirinya sendiri.
Lalu lamunan saya melayang jauh kebelakang waktu untuk pertama kalinya saya membaca profile seorang Jokowi. Jokowi adalah anak dari tukang kayu yang miskin yang rumahnya saja pernah digusur sebanyak tiga kali. Dan peristiwa penggusuran inilah yang sangat memperngaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak dikemudian hari. Jokowi adalah seorang yang pintar dan pekerja keras. Menjadi pengusaha kayu membuat Jokowi punya kesempatan jalan-jalan ke luar negeri. Apa yang dia lihat di Eropa, itu yang membuat dia ingin terjun ke dunia politik dengan tekad ingin mengubah wajah Surakarta dan menata kota seperti yang dia lihat di Eropa. Keberhasilan mengubah wajah Surakarta membawa Jokowi sampai ke Jakarta. Lalu menjadi Gubernur Jakarta dan sekarang menjadi Presiden Indonesia. Adakah yang berubah dari dia saat dia menjadi pengusaha sampai sekarang jadi orang nomor satu di Indonesia? Teman lamanya yan bilang, “Hampir tidak ada!”. Dari sisi perilaku dan karakter, hampir tidak ada. Jokowi tetap sederhana, tetap bekerja keras, tetap berusaha, DISIPLIN dan konsisten.
Okey, kembali lagi ke penjelasan revolusi mental….
Secara harfiah, revolusi itu sendiri artinya perubahan yang terjadi secara cepat dalam waktu yang singkat. Lawan kata dari revolusi adalah evolusi atau perubahan secara lambat dalam waktu yang sangat lama. Siapa yang tidak kenal dengan teori Evolusi Darwin yang mengatakan bahwa nenek moyang manusia sekarang adalah kera, katakan lah begitu. Sementara revolusi, kita juga mengenal sejarah Revolusi Industri yang dimulai sejak James Watt berhasil menciptakan mesin uap.
Namun seperti kita tahu bahwa cepat atau lambatnya suatu perubahan untuk masing-masing orang itu relative. Tapi kalau kita melihat karakter bangsa Indonesia secara umum, dulu dan sekarang sudah mengalami banyak perubahan. Perubahan karakter bangsa tersebut merupakan akar dari munculnya korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja tidak membaik, bobroknya birokrasi, hingga ketidakdisiplinan. Dan kondisi itu dibiarkan selama bertahun-tahun dan pada akhirnya hadir disetiap sendi bangsa.
Itu adalah sepenggal penjelasan yang diberikan Jokowi ketika beliau berkampanye di Pilpres 2014.
Namun, Jokowi sadar, merubah karakter pemalas yang manja dari bangsa Indonesia, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Atau merubah mereka yang kaya tapi mata duitan tidaklah semudah menjentikan jari tangan. Revolusi Mental tetap menjadi sebuah jargon tanpa penjelasan yang konkret dan nyata, terus didengungkan, dan Jokowi melakukan strategy piramida terbalik.
Implementasi Revolusi Mental Jokowi dari kelompok kecil ke besar
Jokowi mengawalinya dengan menjadikan dirinya sebuah contoh nyata tentang kedisiplinan, keberanian, kerja keras dan usaha, kekonsistenan dan ketegasan yang diharapkan bisa dilakukan juga oleh semua jajaran kabinetnya. Masing-masing pejabat kementerian setingkat menteri memperlihatkan sikap yang sama dan menuntut para eselon satu, dua dan tiga juga memiliki sikap yang sama pula. Mereka yang tidak mampu merubah karakternya seperti apa yang diperlihatkan para menteri dibawah Jokowi, maka akan diganti oleh mereka yang lebih mau dan mampu untuk merubah karakternya. Dan efek domino ini diharapkan terus naik ke atas sampai ke tingkat Lurah bahkan RW/RT. Bisa kita bayangkan bagaimana majunya negara dan bangsa Indonesia jika apa yang Jokowi contohkan diikuti oleh semua pejabat Indonesia?? 
Jadi kalau saya melihat dari bingkai pembangunan Indonesia, Jokowi sepertinya mengatur dua periode kepemimpinan dia dengan pola:    1. Periode pertama untuk pembangunan secara fisik: Pembangunan, perbaikan, penata infrastruktur, ekonomi dan hukum secara merata.                         2. Periode kedua digunakan untuk pengimplementasian Revolusi Mental atau kita sebut sebagai pembangunan secara mental : taat hukum, taat pajak, tepat waktu untuk menjadi manusia Indonesia yang Pancasilais. Worse come to worse jika dia tidak terpilih lagi menjadi Presiden untuk periode kedua, minimal pembangunan infrastruktur yang merata berkeadilan sosial sudah maksimal dia lakukan. 
By the way, kenapa kok piramidanya terbalik? Ah, biar beda saja
I am just joking, Saya pikir Jokowi adalah satu karakter yang tidak suka meninggikan diri atau menempatkan dirinya paling atas. Karena tanpa harus ditinggikan dan ditempatkan diatas PUN, posisi dia memang sudah paling tinggi dan paling atas. Orang nomor satu-nya Indonesia gitu loch !!!

Prabowo dan SBY Tidak Bisa Diandalkan, Akhirnya GNPF-MUI “Cium Kaus Kaki” Jokowi


GNPF-MUI cerdik ambil momen tepat , di mana open house dibuka presiden Jokowi untuk menyambut Idul Fitri di istana.    Open house dimaksud untuk memberi kesempatan kepada rakyat bersalaman langsung dengan Presiden Jokowi.    GNPF-MUI akhirnya berhasil menemui presiden Jokowi , sebelumnya lewat menteri agama dulu.    Toh permintaan GNPF-MUI sendiri , bukan atas undangan presiden Jokowi.    Presiden Jokowi terbuka menerima kedatangan GNPF-MUI , yang diwakili tujuh orang.
Prabowo dan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah bergelut dengan militer, bahkan pangkatnya sudah pada jendral.    Prabowo tuh jendral 3 bintang.   Susilo Bambang Yudhoyono tuh jendral 4 bintang.    Sebaliknya presiden Jokowi apaan tuh , bukan militer , apalagi tubuhnya ceking mudah terbang tertiup angin.
Wibawa GNPF-MUI kian memudar.    Dasar ndablek, petinggi GNPF-MUI tetap berkoar-koar mengancam pemerintah , khususnya presiden Jokowi.    Perilaku GNPF-MUI sungguh keterlaluan bahkan menjurus fitnah.    GNPF-MUI menuduh presiden Jokowi melakukan kriminalisasi ulama terkait status Rizieq Shihab sebagai tersangka.
Rizieq Shihab jelas-jelas punya nafsu besar, menggondol janda.    Padahal dia sendiri sudah punya isteri yang manis dan setia.    Apalagi gelar ‘Habib’ dibawa-bawa kemana-mana.    Tongkat komandan tidak mau kalah , juga dibawa setiap Rizieq Shihab bersama pengikutnya.    Tongkat komandan sungguh mengelikan , justru lebih tepat buat menyate onta.
FPI cerdas memanfaatkan nama besar ‘GNPF-MUI’ karena nama FPI sudah tidak laku jual.    Pakai nama besar GNPF-MUI, FPI seolah-olah menjadi garda depan MUI melawan musuh Islam.    Kita dan rakyat terpesona dan dibodohi oleh kamuflase spanduk raksasa ‘GNPF-MUI’.
Didukung oleh banyak donator ,( isunya ) juga termasuk Prabowo dan Susilo Bambang Yudhoyono yang ambil peran besar dalam demo GNPF-MUI.    Harapannya, timbul gejolak di berbagai sudut DKI sehingga instabilitas politik.    GNPF-MUI sangat amat percaya diri dengan dukungan mantan-mantan jendral dan beberapa jendral aktif ( yang bersembunyi secara samar-samar ).    Langsung mengobrak-abrik pemerintah Indonesia , terutama presiden Jokowi dengan meminjam kasus penistaan agama yang diperbuat oleh Ahok.
Demo GNPF-MUI untuk pertama kali sukses.    Sampai ramai bener , muslim dari berbagai daerah di seantero negeri ini menyerbu ibukota Negara bernama DKI.    Sehingga diklaim jumlah masa demo 7 jutaan orang.
Walaupun bukan jendral atau tidak punya pengalaman militer, presiden jokowi justru menunjukkan kehebatan politiknya, sampai-sampai mirip bener pakar strategi Cina , Sun-Tzu.    Terlihat lemah dari luar, kekuatannya sebenarnya ada di dalam menunggu waktu tepat,untuk memukul balas serangan .
Kelihatan demo GNPF-MUI yang pertama sukses .   Justru sesungguhnya disitulah kekuatan di belakang demo GNPF-MUI mulai diukur sampai mana , oleh Jokowi.    Dari awal , pemerintah memang tidak memperhitungkan GNPF-MUI karena GNPF-MUI tidak ada apa-apa, paling-paling cuma boneka mainan tidak punya otak.    Yang dihadapi dan diwaspadai oleh pemerintah adalah kekuatan di balik demo GNPF-MUI.
Nah , kekuatan di balik demo GNPF-MUI dipeloroti sedikit demi sedikit.    Lewat penangkapan pelaku-pelaku utama yang dianggap membahayakan atau melakukan makar terhadap pemerintah.    Pelaku utama tersebut sangat ahli dan profesional , bahkan ada yang mantan jendral.    Sedangkan GNPF-MUI dibiarkan demo berkoar-koar saja , tidak ada niat sedikit pun dari polisi untuk menangkap kecoa-kecoa GNPF-MUI.
Prabowo dan Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya mundur dari lingkup demo GNPF-MUI, karena sudah tidak ada manfaatnya lagi.    Terlebih lagi, pemimpin GNPF-MUI, Rizieq Shihab terseret banyak kasus.    Kasus Rizieq Shihab jadi sorotan dari semua negara ada di bumi bulat ( bukan bumi datar ).    Mau tidak mau semua negara akan memelototi siapa penghianat Indonesia yang sesungguhnya.
Prabowo dan Susilo Bambang Yudhoyono takut dicap ‘pengkhianat ‘ atau ‘pelanggar HAM’.    Maka mundur dulu untuk sementara , akan kembali lagi dengan tentunya memperhatikan situasi politik dulu.
GNPF-MUI awalnya merasa punya pengaruh hebat, sehingga (katanya) 7 jutaan orang kepincut ikut berdemo melawan pemerintah, terutama Presiden Jokowi.    Demo bukan satu kali saja lalu selesai.    Malah demo berkelanjutan sampai 5 kali.    Miris, jumlah masa demo makin berkurang di setiap demo.    Awalnya (katanya) 7 jutaan orang dan demo yang terakhir pada tgl 9 Juni tinggal 200-an (bukan 200 ribuan) orang.
Makin lama makin antipati juga dengan gerakan ‘GNPF-MUI’, MUI akhirnya tegas menolak mengakui diwakili oleh GNPF-MUI.    GNPF-MUI sendirian dan makin sadar bahwa sudah tidak bisa mengandalkan Prabowo dan Susilo Bambang Yudhoyono lagi.
Takut nama ‘GNPF-MUI’ hilang begitu saja, karena FPI sudah lenyap tanpa ada bekas.    Memperjuangkan nama GNPF-MUI tetap ada, agar masih bisa dimanfaatkan untuk mengemis dana-dana.    Bahkan tidak malu-malu berani mengorbankan pimpinannya sendiri , Rizieq Shihab.
Nah, di situlah politik cerdas dan culas ala GNPF-MUI.    Bertemu dengan presiden Jokowi dengan dalih silaturahmi.   GNPF-MUI dengan hati happy-happy ‘mencium kaos kaki ‘ presiden Jokowi, padahal kaos kaki belum dicuci sudah tiga bulan, hahaha.
Jangan serius kalau GNPF-MUI betul-betul cium kaos kaki Jokowi.   Tuh cuma kiasan.    Arti yang sebenarnya adalah GNPF-MUI BERTEKUK LUTUT /(mengakui) KALAH DI DEPAN JOKOWI.    Tentunya ,harap-harap jangan sampai Jokowi hilangkan GNPF-MUI.
Kenapa harus malu cium kaki ?    Otak cangkok saya malah sering loh cium kakinya sendiri, sekedar uji bau gak kaki sehabis dicuci setelah seharian pakai kaos kaki berbolong.

Mari Bersabar & Optimis Menunggu Buah-Buah Hasil Karya Jokowi

Catatan sejarah memperlihatkan bahwa pemimpin yang “gila” kekuasaan dan harta untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kroni, relatif banyak. Datangi saja Mbah Google maka akan ketemu beberapa nama. Sebut misalnya, Adolf Hitler, Idi Amin, Pol Pot, Kim Jong Il, dan lain sebagainya. Bagaimana dengan pemimpin yang “gila” KERJA dan “gila” MELAYANI guna memenuhi felt needs dan real needs para pengikut, umat, atau rakyatnya? Ironis, relatif sedikit. Kecuali kalau pakai kategori “penemu,” maka sangat banyak. Di antaranya James Watt, Johannes Guttenberg, Samuel F.B. Morse, C. Marconi, Thomas Alfa Edison, dan lain sebagainya. Oh ya, berhubung penulisan artikel ini dibatasi jumlah katanya, terpaksa hanya membahas 2 pemimpin yang “gila” KERJA dan MELAYANI seperti di atas. Lalu  baru mencoba untuk mengkorelasikanya dengan keberadaan Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia saat ini.
Yesus
Catatan yang sudah menyejarah memperlihatkan ± 2000 tahun yang lalu hadir seorang tokoh bernama Yesus. KehadiranNya yang kharismatis membuat banyak orang menjadi pengikut, sekaligus mengangkat dirinya sebagai “pemimpin.” Di saat para pengikutNya semakin hari semakin bertambah banyak, sedang di sisi lain ketika para pemimpin lain berlomba-lomba mendapat pelayanan VVIP, Yesus justru melakukan hal yang sangat bertolak-belakang. Dengan lantang, Yesus berkata: “Aku datang bukan untuk DILAYANI, tetapi untuk MELAYANI!” Yesus tidak hanya sekedar beretorika. Secara konkrit, Ia MELAYANI para pengikutNya. Pengikut yang sakit, Ia sembuhkan. Pengikut yang kerasukan setan, Ia pulihkan. Pengikut yang butuh perhatian apapun bentuknya, Ia penuhi. Selain itu, tanpa henti Yesus selalu mengajarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan TUHAN berlandaskan hukum KASIH kepada para pengikutNya dan siapapun.  Hebatnya, semua ini Yesus lakukan tanpa pamrih sebagai konsekuensi dari komitmen diriNya untuk MELAYANI, bukan DILAYANI. Padahal kalau menganut “AJI MUMPUNG” seperti perilaku mayoritas para pemimpin lain, pasti minta untuk DILAYANI. Kalaupun ini yang terjadi, dijamin para pengikut Yesus dengan senang hati akan melayani semua kebutuhan Yesus sehingga tidak akan berkekurangan. Namun, Yesus tetap konsisten terhadap komitmen.
Buah-buah apa yang Yesus hasilkan pasca wafatNya di Kayu Salib sekitar tahun ± tahun 33 Masehi?  Salah satunya adalah pengikutNya semakin hari semakin bertambah banyak.Tidak hanya berasal dari daerah sekitar di mana Yesus hidup dan hadir, yaitu Israel. Namun terpencar ke seluruh penjuru dunia. AjaranNya pun, utamanya tentang hukum “Kasih” menyebar pesat. Para pengikut Yesus ini akhirnya dikenal dengan sebutan umat Kristen.
Muhammad SAW
Beratus-ratus tahun kemudian, fenomena seperti Yesus kembali muncul kembali tapi dalam konteks berbeda. Tepatnya pada abad ke-7 di Jazirah Arab di mana saat itu sedang mengalami masa “jahiliyah.” Tokoh tersebut bernama Nabi Muhammad SAW.  Semua berawal ketika di “Gua Hira,” diriNya menerima wahyu ALLAH untuk pertama kalinya. Sejak saat itu Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan ajaran baru yang kemudian dikenal sebagai Agama Islam. Kehadiran Nabi Muhamad SAW di tengah-tengah zaman “jahiliyah” tersebut mendapat respon positif sehingga dirinya mendapat banyak pengikut. Namun di sisi lain, tetap ada yang menentangNya sehingga memaksa untuk pindah (hijrah) ke Madinah pada tahun 622. Nabi Muhammad SAW mendirikan wilayah kekuasaannya di Madinah. Pemerintahannya didasarkan pada pemerintahan Islam. Nabi Muhammad SAW kemudian berusaha menyebarluaskan Islam dengan memperluas wilayahnya. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.
Hal yang luar biasa dari Nabi Muhammad SAW adalah konsisten  terhadap komitmen di mana  Ia menerapkan semua “syariat” Islam sesuai dengan wahyu ALLAH. Artinya, Ia tidak hanya sekedar memimpin para pengikutNya untuk mematuhi “syariat” Islam, tetapi  sekaligus MELAYANI kebutuhan para pengikutNya. Orang-orang miskin mendapat perhatian serta bantuan. Yatim-piatu selalu menjadi skala prioritas PELAYANAN Nabi  Muhammad SAW. Demikian juga dengan para janda miskin. Nabi Muhammad SAW hadir di tengah-tengah pengikutNya untuk BEKERJA tanpa henti sambil MELAYANI guna menghadirkan  kemaslahatan umatNya.
Setelah wafat pada tahun ± 600-an Masehi, hasil karya Nabi Muhammad SAW juga menghasilkan buah-buah nyata. Di antaranya, sebelum wafat Ia menunjuk para kalifah untuk tetap melanjutkan penyebaran agama Islam. Puncaknya, sampai tahun ± 700 an Masehi, wilayah Islam sudah meliputi Jazirah Arab, Palestina, Afrika Utara, Irak, Suriah, Persia, Mesir, Sisilia, Spanyol, Asia Kecil, Rusia, Afganistan, dan daerah-daerah di Asia Tengah. Dalam proses waktu yang berjalan, sama seperti kekristenan, kini agama Islam pun sudah berkembang ke seluruh penjuru dunia pula.
Jokowi
Jelas TIDAK BOLEH dan TIDAK BISA membandingkan Jokowi dengan Yesus dan Nabi Muhammad SAW. Sebab, Jokowi hanya seorang manusia biasa yang atas kehendak ALLAH, menjadi Presiden Republik Indonesia.  Kalau demikian, pertanyaannya: “Apa korelasi antara keberadaan Jokowi dengan 2 tokoh utama ini?”
Sebelumnya menjawab pertanyaan di atas, seperti diketahui selama ± 72 tahun merdeka, Indonesia baru punya 7 presiden. Sudah pasti, masing-masing presiden punya gaya sendiri dalam mengekspresikan diri. Utamanya saat memimpin NKRI tercinta.
  1. Soekarno terkenal sebagai orator ulung yang mampu membakar semangat juang rakyat dengan pekikan yang sangat terkenal, yaitu: Merdeka!;
  2. Soeharto lain lagi. Dirinya akan selalu diingat sebagai The Smiling General pecinta kekuasaan sejati yang otoriter;
  3. Habibie, sesuai dengan latar belakang pendidikannya, dikenal sebagai seorang teknokrat yang “jenius” di bidang yang ia geluti dan cintai, yaitu aeronotika;
  4. Soal nyeleneh, tidak ada yang bisa menandingi Gus Dur. Namun di balik itu, Gus Dur adalah seorang pancasilais sejati dan sangat menghormati Bhineka Tunggal Ika. Itu sebabnya, dirinya dikenal sebagai seorang yang inklusif-pluralis sejati;
  5. Pengganti Gus Dur, yaitu Megawati lain lagi. Sebagai satu-satunya presiden wanita di NKRI tercinta sampai saat ini, Megawati hadir dengan sosok keibuan, namun sangat tegas dan lugas dalam memimpin;
  6. Presiden ke-6 yaitu SBY? Terkenal dengan penampilan  yang ciamik. Tutur kata sangat tersusun rapih saat memberi “speech.” Dan hobi bernyanyi sambil tidak lupa bikin “album.”
Sekarang bagaimana dengan Jokowi? Presiden ke-7 Republik Indonesia ini dikenal sebagai sosok yang sederhana dan bersahaja. Namun sangat memegang prinsip dan tegas. Juga jujur dan tulus dalam  “kegilaan” BEKERJA serta MELAYANI rakyat Indonesia. Memang hasil KERJA dan PELAYANAN Jokowi selama ± 3 tahun terakhir belum mampu mewujudkan kemaslahatan bagi rakyat Indonesia. Maklum, baru ± 3 tahun mengabdi di negara kepulauan yang sangat luas ini. Jadi tidak semudah seperti “membalikkan telapak tangan.” Ditambah dengan perilaku KKN warisan masa lampau yang sudah membudaya.
Beruntungnya, semua kriteria untuk mewujudkan semua cita-cita para founding fathers ada pada diri Jokowi. Pertanyaannya kini adalah: “Apa yang membuat Jokowi mampu berbuat seperti semua ini? Apa yang membuat Jokowi  sangat berbeda dengan para elite negara, politik, dan agama busuk yang belakangan ini terus bergentayangan di NKRI tercinta?” Jawabannya tentu hanya TUHAN dan Jokowi sendiri yang tahu. Namun kalau boleh mencoba jawab, kurang lebihnya, kira-kira begini:
  1. Jokowi adalah seseorang yang “sudah selesaikan menemukan kedirian sejati” sehingga tidak tergoda dan tergiur dengan iming-iming “surga dunia;”
  2. Semua ini berkat didikan dari orang tua dan keluarga tercinta, serta ajaran agama yang Jokowi yakini dan imani, yaitu Islam yang Rahmatan Lil’Alamin;
  3. Hebatnya, semua ajaran ini tidak hanya sekedar menjadi pengetahuan saja, melainkan ia renungkan, hayati, maknai, dan lalu merefleksikannya secara sosio-budaya teologis tanpa henti;
  4. Kristalisasi semua ini adalah terciptanya sistem nilai dan paradigma dalam diri Jokowi bahwa BEKERJA dan MELAYANI dengan BENAR, TULUS, dan JUJUR, merupakan bentuk pengabdian kepada ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW dan hukumnya WAJIB;
  5. Lalu secara konsisten Jokowi implementasikan dalam mengekspresikan diri, baik tutur kata maupun perilaku atau perbuatan.
Berdasarkan hal ini, maka tidak perlu kaget kalau mendapati sosok Jokowi: Anti korupsi dan turunannya, yaitu kolusi dan nepotisme; Anti bermalas-malasan dalam mengemban amanat rakyat Indonesia; Anti mempraktekkan “aji mumpung,” yaitu mumpung jadi presiden lalu bergaya hidup ala “borjuis,” dan lain sejenisnya. Sebaliknya, dalam kesederhanaan dan kebersahajaan, Jokowi justru mengisi hari-hari hidupnya sebagai seorang presiden dengan KERJA KERJA KERJA untuk MELAYANI tanpa henti guna  menjawab semua felt needs dan real needs rakyat Indonesia. Dan semua ini adalah bentuk pengabdian Jokowi terhadap ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW sesuai dengan apa yang ia yakini dan imani sebagai seseorang yang “sudah selesai” dengan dirinya sendiri.
Penutup
Hasil KERJA Yesus dengan cara MELAYANI tanpa henti, sudah menghasilkan BUAH-BUAH yang tak terperi. Salah satunya adalah  agama Kristen yang tersebar ke segala penjuru dunia. Demikian pula dengan hasil KERJA Nabi Muhammad SAW dalam MELAYANI. Di mana salah satunya adalah agama Islam yang Rahmatan Lil’Alamin juga sudah tersebar ke segala penjuru bumi.
Bagaimana dengan Jokowi? BUAH-BUAH apa yang akan Jokowi hasilkan lewat KERJA yang MELAYANI  tanpa henti? Pastinya TIDAK akan menghadirkan sebuah agama baru. Melainkan kemaslahatan untuk rakyat Indonesia, dan bahkan Indonesia Jaya. Tidak percaya? Bersabarlah sejenak seraya tetap memupuk rasa optimis tinggi! Dan jangan lupa untuk mendoakan Jokowi dan keluarga tanpa henti, sampai akhirnya waktu yang akan membuktikannya. Itulah bentuk dukungan konkrit untuk Jokowi di ± 2 tahun tersisa, sambil tidak lupa memilih Jokowi kembali untuk periode 2019-2024. Niscaya BUAH-BUAH manis akan menjadi santapan nikmat para penghuni bumi bulat yang waras dan bernurani dan penghuni bumi datar sumbu pendek tanpa terkecuali.

Deo servire vera libertas (Mengabdi ALLAH merupakan kemerdekaan yang sesungguhnya).
Ever Onward No Retreat Jokowi. GOD Bless Jokowi & Family always & more & more.

Sumber:

Kamis, 29 Juni 2017

Khilafah Ahmadiyah, ‘antidot’ Khilafah ISIS


Hari Jumat yang lalu kita digegerkan oleh berita sadis yang datang dari Timur Tengah, dimana terdengar kabar via Radio bahwa pasukan ISIS membakar hidup-hidup tawanan mereka. Entah apa yang ada dipikiran mereka, yang jelas sang majikan mereka yakni pendiri agama Islam sama sekali tidak pernah melakukan sesat perbuatan semacam itu. ISIS dengan Khilafah versinya semakin hari terus bertransformasi menjadi sebuah kekuatan yang anti kemanusiaan.
Khilafah saat ini telah menjadi momok yang sangat menakutkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dan dunia internasional. Kehadirannya dinilai identik dengan unsur radikalisme dan terorisme. ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) sebagai salah satu contohnya, adalah sekelompok umat Islam yang tengah berjuang mendirikan paham Khilafah dengan pendekatan kebencian, permusuhan dan kekerasan. Mereka tidak segan-segan akan menyerang, membunuh dan menghancurkan siapapun yang berbeda paham dengannya.  Untuk selanjutnya ISIS bertekad memperluas paham Khilafahnya ke berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Kata Khilafah berasal dari Bahasa Arab, yang secara istilah mengandung arti, sistem kepemimpinan dalam Islam yang bertujuan untuk menegakkan syariat Islam. Makna Khilafah ini senantiasa disandingkan dengan unsur politik, yang memiliki orientasi utama membentuk pemerintahan, meraih kekuasaan dan mendirikan Negara. Itulah mengapa dalam perkembangannya istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara Islam itu sendiri (Al-Khalidi, 1980:226).
Didalam sejarahnya, Khilafah mengalami transformasi konsep dan tujuan. Yang pada awalnya berorientasi pada nilai-nilai spiritual, lalu berubah menuju orientasi politik dengan pola pikir yang senantiasa berkutat pada teritori, wilayah dan kekuasaan.
Berdasarkan kesaksian sejarah, masa keemasan Khilafah Islam yang sejati hanya berjalan selama 30 tahun saja, yakni pada masa Khilafah Rasyidah atau yang dikenal sebagai Khilafah Nubuwwah (Sistem kepemimpinan yang melanjutkan misi kenabian Rasulullah saw).
Setelah masa keemasan tersebut, sistem Khilafah berubah drastis menjadi sistem Kerajaan yang lekat dengan realita perebutan dan mempertahankan kekuasaan. Beberapa dinasti silih berganti memegang tampuk kekuasaan sebagai Raja, yang kala itu disebut Khalifah. Namun setelah ribuan tahun, sistem ini berakhir tepatnya pada tanggal 3 Maret 1924, dimana Khilafah (Kerajaan) Ustmaniyah di Turki dibubarkan oleh Mustafa Kemal at-Taruk.
Kesadaran umat Islam pada hari ini untuk bangkit dari keterpurukan, ditandai dengan upaya penegakan Khilafah. Umat Islam ingin kembali hidup dengan kemuliaan di bidang ekonomi, politik, budaya, sains, teknologi dan yang terpenting adalah terbebas dari ‘penjajahan’ serta dominasi negara-negara Barat. Bahkan lebih dari itu, sebagian umat Islam melalui Khilafah bercita-cita untuk menguasai dunia, meskipun harus dengan cara-cara yang radikal. Cara inilah yang kemudian diperjuangkan oleh ISIS yang sejatinya bertolak belakang dengan karakter hakiki agama Islam.
Sistem Khilafah dalam Islam sebetulnya tidaklah benar-benar runtuh, karena pada tahun 1908 Ahmadiyah telah berhasil mendirikannya. Khilafah ini berdiri setelah sebelumnya diawali dengan kebangkitan seorang Reformer, yakni Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., yang atas dasar wahyu yang diterimanya, ia mendakwakan diri sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan. Beliau hadir dengan misi untuk melanjutkan risalah Nabi Muhammad SAW. diakhir zaman ini, yakni memenangkan agama Islam diatas semua agama.
Untuk menyempurnakan misinya, pada tanggal 23 Maret 1889, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., mendirikan Jamaah yang bernama Jama’ah Ahmadiyah. Nama Ahmadiyah diambil dari salah satu nama sifat Rasulullah SAW., yakni Ahmad, (HR. Bukhari 2354 dan Muslim 4896). Nama Ahmad ini mengisyaratkan warna perjuangan Ahmadiyah yang bersifat humanis, lemah lembut, santun, simpatik, dan penuh kasih sayang dalam menyampaikan keluhuran akhlak Islam dan Rasulullah SAW. Sama sekali nihil dari tindakan yang mengandung unsur radikalisme dan terorisme.
Proses berdirinya Khilafah Ahmadiyah memiliki kesamaan dengan berdirinya Khilafah Rasyidah. Kesamaan tersebut diantaranya, sama-sama tegak diatas jalan kenabian atau Khilafatan ‘Ala Minhaajin Nubuwwah. Khilafah ini sama-sama diawali dengan kebangkitan seorang utusan Allah. Kemudian, Sang Khalifah sama-sama dipilih melalui lembaga musyawarah. Dan yang paling penting, tujuan Khilafah ini sama-sama bercorak rohani bukan politis. Khilafah ini tidak membutuhkan teritori, wilayah, kekuasaan dan Negara. Karena wilayahnya berada dihati manusia yang berada diseluruh dunia tanpa mengenal batas negara dan meliputi seluruh alam.
Perjuangan Khilafah Ahmadiyah berfokus pada misi perbaikan akidah, ibadah dan akhlak manusia secara utuh. Memperjuangkan setiap hamba untuk dekat kepada Penciptanya, lalu berkhidmat terhadap sesama. Khilafah ini membangun persatuan umat Islam dalam satu Jamaah dan satu pemimpin untuk mewujudkan perdamaian dunia. Tentunya Khilafah ini akan kembali menghidupkan sistim ekonomi Islam yang pro keadilan melalui sistem pengorbanan harta, membangkitkan penguasaan ilmu pengetahuan, sains dan peradaban yang mulia sesuai akhlak Rasulullah saw.
Dalam rangka mencapai kedekatan dengan Sang Pencipta dan konsisten dalam membangun perdamian. Khilafah Ahmadiyah terus memperjuangkan agar kalam Ilahi dipahami oleh masyarakat dunia melalui penterjemahan Al-Quran ke dalam berbagai Bahasa. Kemudian membangun ribuan bahkan ratusan ribu rumah Tuhan dan rumah perdamaian melalui pendirian masjid diseluruh dunia.
Khilafah ini bangkit dalam jihad mensejahterakan dan menyehatkan umat manusia melalui pendirian sejumlah sekolah dan rumah sakit di berbagai pelosok negara. Mengirimkan guru-guru dan dokter-dokter sukarelawan keseluruh penjuru dunia semata-mata untuk mengkhidmati nilai kemanusiaan dengan cinta dan kasih sayang.
Khilafah Ahmadiyah saat ini telah eksis di lebih 200 negara dunia. Hidup dengan damai dan terus berkontribusi membangun negara dimana pun berada. Hal ini terjadi karena Khilafah Ahmadiyah telah meninggalkan secara total konsep penyatuan antara agama (din) dan negara (daulah) semenjak awal berdirinya. Sehingga sampai kapan pun tidak akan pernah memiliki cita-cita dan upaya pendirian Negara Islam. Dimana pun orang Ahmadiyah tinggal, dia akan taat pada hukum nasional negara tersebut bahkan dengan penuh tanggung-jawab ikut berjuang membangunnya.
Beberapa nama menjadi bukti loyalitas para Ahmadi terhadap negaranya masing-masing. Sebut saja di Pakistan, kita kenal Sir Muhammad Zafrullah Khan yang menjadi Menteri Luar Negeri pertama Pakistan dan Professor Abdus-Salam, seorang Ilmuwan muslim pertama peraih Nobel dibidang Fisika. Demikian pula di Indonesia muncul nama Olich Solichin juara Badminton Piala Thomas, Arif Rahman Hakim yang dikenal sebagai Pahlawan Ampera dan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya WR. Supratman.
Perbedaan yang nyata antara Khilafah ISIS dan Khilafah Ahmadiyah akan menjadi bukti mana yang sejalan dengan fitrah manusia serta sesuai dengan ajaran Islam. Dan mana yang tidak?

Lindungi Masjid Kampus dari Propaganda Anti NKRI


Di masa keemasan Islam, sependek yang saya tahu, seseorang yang mewakafkan tanahnya untuk masjid, tidak memiliki hak untuk menentukan imam rawatib (imam utama), khatib, maupun guru madrasah. Untuk dicatat bahwa dulu madrasah satu kesatuan dengan masjid sebelum akhirnya berdiri sendiri.
Pihak yang memiliki hak untuk itu semua adalah penguasa (ulil amri) yang tentunya dengan pertimbangan ulama. Soal imam, khatib, guru madrasah, dan amalan keagamaan; disesuaikan dengan apa yang dianut oleh masyarakat sekitar. Disesuaikan pula dengan madzhab mayoritas. Meski demikian, masyarakat tetap bebas jalankan shalat sesuai tata cara yg ia yakini. Pola pengaturan di atas hanya untk optimalisasi peran masjid kala itu.
Konteks sekarang bisa saja sudah berbeda. Tapi kita masih bisa ambil pelajaran dari masa lalu. Bahwa wakaf tak serta merta membuat seseorang punya kuasa penuh atas masjid.
Apa kaitannya dengan masjid kampus?
Masjid kampus (PTN) dibangun di atas tanah milik negara. Mungkin juga sebagian besarnya gunakan uang negara. Maka, wakaf sebenarnya kurang begitu relevan dg masjid kampus.
Namun saya hendak gunakan apa yg disebut dg mafhum muwafaqah/qiyas aula. Untuk yang tidak mendalami kajian ushul-fiqih, sebut saja dengan bunyi: Jika yang mewakafkan saja tidak punya kuasa penuh atas masjid, apalagi mereka yang bukan pewakaf. Tentu lebih tidak punya kuasa.
Sayangnya, sependek yang saya tahu, masjid dan musholla di PTN justru “dikuasai” dan dikendalikan sepenuhnya oleh pengurusnya. Oleh mereka yang (maaf) bukan pewakaf. Salah satu masjid kampus di Jawa Barat bisa kita jadikan contoh.
Kampus yang saya bahas ini sebelumnya memiliki dua masjid utama. Dua-duanya dijadikan media utama untuk sebarkan propaganda. Propaganda yang akhir-akhir ini disadari sebagai bentuk upaya untuk merongrong negara. Di belakang itu semua, tentu banyak peran dari para pengurus masjid. Kebanyakan juga merangkap menjadi anggota ormas tertentu.
Di masjid “negara” itu, hiasan dinding yang terpaku rapi banyak berisi sistem kekhalifahan, istilah2 kehalifahan, kutipan tokoh pejuang khilafah, lengkap dg ancaman bagi mereka yg tidak berhukum selain hukum Allah dlm level negara. Jika disepakati bahwa NKRI sudah final, maka propaganda ini bentuk ancaman tersendiri bagi keutuhan NKRI.
Khutbah jum’atnya juga tidak jauh berbeda. Saya mencukupkan diri hanya ikuti dua kali khutbah di masjid tesebut karena tidak “sreg” dengan materi khutbah. Mengutuki demokrasi, mencerca pemilu, mencerca sistem tata negara, menawarkan khilafah sebagai solusi. Disampaikan oleh khotib yg adalah dosen PNS. Dapat duit dari negara, sekaligus mengutuki negara. Ibarat makan dan berak di tempat yg sama.
Bagaimana dengan musholla?
Sama saja. Hanya oleh kelompok yg berbeda. Berbekal rajin ke musholla, lantas merasa menjadi penguasa musholla.
Jika dalam ranah diskusi dan kajian tentu tidak jadi soal. Namun ini mimbar keagamaan. Mimbar yang untuk sekian lama diposisikan anti-kritik. Dosen (apalagi mahasiswa) yang tidak sealiran dengan pengurus masjid, sulit untuk berbagi buah pikir di mimbar-mimbar tersebut. Penceramah dari luar kampus juga diseleksi yang sesuai. Kaderisasi pengurus masjid pun begitu. Hanya diloloskan sesiapa yg sepemahaman.
Jika kemudian K.H Said Aqil Siradj soroti bahwa radikalisme sudah masuk kampus melalui masjid-masjidnya, ada benarnya. Meski kyai Said akhirnya memilih minta maaf, tapi substansi ucapannya benar. Beliau sendiri ( juga kyai/ulama lain) pernah disudutkan di salah satu masjid tersebut.
Singkatnya, banyak sekali mahasiswa (dan dosen) yang masih anggap negara ini thoghut. Yang anggap NKRI sesat dan perlu diubah. Yang kafirkan ulama-ulama kita sendiri. Corong utamanya ya masjid/musholla tadi.
Kembali ke soal masjid kampus yang tadi dibahas. Kabarnya, kondisi sekarang sudah berubah. Meski ongkosnya tidak sedikit. Entah berkaitan atau tidak, sampai perlu masjid baru yang lebih besar dan megah. Seolah mengeliminir masjid sebelumnya. Kabarnya juga, yang terakhir ini bebas dari infiltrasi dan kecenderungan kelompok tertentu. Berdasar info yang saya terima, Rektor kampus sendiri yang mengawali khutbah Jum’at di masjid baru tersebut dengan mengutip ayat persatuan:
Berpegang teguhlah kalian dalam tali (ikatan) Allah, dan jangan tercerai berai!
Saya harap, masjid-masjid kampus lain juga lebih terbuka. Terbuka bukan hanya untuk shalat 24 jam, tapi juga terhadap pemikiran yang berbeda dengan pengurusnya. Di samping itu, kampus juga mesti waspada. Jangan sampai masjidnya digunakan sebagai corong untuk menggerogoti negara apalagi kafirkan sesama.

Ingin Ganti Dengan Khilafah, Begini Landasan Awal dari HTI (1)

Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Keluarga Besar Nahdlatul Ulama kota Bandung berdemonstrasi menuntut pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/4). Mereka selain menolak kegiatan yang akan diselenggarakan HTI pada Sabtu (15/4) juga menolak gagasan khilafah yang diusung HTI. ANTARA FOTO/Agus Bebeng/17Hi

Gerakan Hizbut Tahrit Indonesia (HTI) nampaknya mengambil model analisi hegemoni Antonio Gramsi. Di mana untuk mengusai dan memperoleh kekuatan massa, para ideologi borjuis melakukan hegemoni intelektual. Baik berupa penggunaan bahasa, moral mauapun lainnya.
Wujud hegemoni yang dilakukan oleh HTI adalah dengan mengeksplorasi dan mengeksplikasikan dalil-dalil agama Islam untuk menyakini kaum muslim tentang kebenaran khilafah. Kelompok yang senang disebut Islamiyyun ini, menegaskan bahwa suatu pemikiran akan kokoh bila dilandasi dengan nalar yang kuat. Tanpa nalar uang kuat pemikiran tersebut akan mudah lenyap.
Selain itu, Hizbut Tahrir mengatakan Islam adalah pemikiran. Asasnya adalah akal. Perangkat untuk memahami sesuatu itu pun adalah akal. Akal adalah satu-satunya asas, tempat Islam didirikan. Akal merupakan asas yang kita gunakan untuk memahami nass-nass Islam. Sehingga, keimanan Islam itu bergantung pada akal.
Dengan adanya hal tersebut HT menyimpulkan Islam merupakan persoalan akal sehingga ia tunduk pada akal. Sehingga, ketika dikatakan tolak ukur Islam adalah akal. Hal ini disebabkan, karena akal meripakan asas Islam.
Artinya, pemahaman akan Islam dan berbuat atas dasar Islam bergantung pada akal sebagai sebuah oerangkat pemahaman dan perbuatan. Begitu juga dengan akidah dan hukum shari’ah adalah sebuah pemikiran atau hasil proses berfikir. Hanya berbedanya hukum shari’ah terkait dengan perbuatan manusia. Sedangkan akidah terkaitan dengan hati dan pembenaran. Hal tesebut dapat terlihat dari sejumlah kader HTI yang mengedepan akal ketika berdiskusi. Bahkan, dalam sebuah media HTI pembaca seakan ‘tersihir’ dengan bacaan tersebut.
Hal yang sama juga ditunjukan oleh Muhamad bin Abdul Wahab. Di mana dia mengomandoi para pengikutnya untuk untuk berani menafsirkan al-Qur’an dan mengamalkan pemahamannya sendiri atas ayat-ayat  tersebut. Bahkan, lebih parahnya, mereka diperintahkan untuk lebih menyakini dan mengedepakan penafsiran  sendiri daripada menyakin segala penafsiran ulama yang terpercaya yang termaktub dalam kitab-kitab klasik.
Lebih jauh, Muhamad bin Abdul Wahab ini menyerukan bahwa segala kaidah ilmu-ilmu nahwu, bahasa Arab dan ilmu fiqih kepada umat Islam merupakan bid’ah terlarang. Oleh karenanya, dia lanras melarang seluruh pengikutnya menelaah kitab-kitab fiqih dan tafsir. Begitu juga dengan kitab-kitab hadist. Puncaknya, dia tanpa beban membhas kitab-kitab tersebut dalam jumlah yang cukup banyak.
Dari apa yang disajikan oleh HTI dan Muhamad bin Abdul Wahab ini, mereka menginginkan dua hal. Pertama, menyulut api kebencian umat dan menjauhkan mereka dari keyakinan pengarang kitab tafsir. Padahal pengarang kitab tafsir yang disepakati oleh empat Imam Mazhab dan dilegitimasi kredibilitasnya oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Keadaan tersebut tersebut tercermin pada sejumlah aksi bela Islam dan Al-Qur’an yang berjilid. Di mana pada aksi tersebut sangat jelas menimbulkan kebencian dan penyulut perpecahan antar umat beragama. Kedua, mendorong  umat Silam yang masih awam agar mereka sukarela mau mengikuti pemikiran tersebut. di mana sangat jelas cacat secara referensi – ilmiah.
Gerakan di beberapa wilayah perlu diakui jempol. Beberapa daerah dengan jangkauan paling jauh mampu dijadikan sebagai ladang berdakwah. Beberapa waktu lalu, HTI mengadakan seminar cukup besar di Jayapura. Kegigihan dalam berdakwah dan menyebarkan faham anti Pancasila perlu diacungi. Namun, perlu dicermati beberapa poin penting untuk penegakan Khilafah di Indonesia.  Ada 13 unsur pokok terkait elemen Khilafah. Di anataranya: Khalifah, Pembantu Khilafah, Gubernur, Departemen Perang, Departemen Keamanan dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Industri, Departemen Peradilan, Departemen Pelayanan Rakyat, departemen Keuangan dan Perbendaharaan Negera, Departemen Informasi dan Majelis Umat.
Namun hal yang paling jelas tidak masuk akal adalah pemahaman khalifah. Dalam perspektif Hizbut Tahrir, Khalifah dapat diartikan sebagai pemimpin negara yang terdiri dari satuan yang disebut dengan wilayah. Selain itu, Khalifah ini adalah pemain utama dalam sistem Khilafah.  Di mana dia mendapatkan porsi perhatian yang ekstra. Syaratnya adalah melalui pengangkatan dan rekomendasi.
Namun, terdapat hal yang paling menarik dalam penggantian Khalifah. HTI sendiri tida membiarkan proses penggantian sebagai mana yang dilakukan oleh Nabi. Mereka justru mengatakan bahwa Khalifah berhak mengadopsi amir sementara dalam undang-undang. Apakah jaman Nabi tidak bijaksana dengan membiarkan umat memilih sendiri serta menentukan proses pemilihan khalifah tanpa harus mengadopsi mekanisme tersebut? Selain itu, kondisi sekarang praktik amir dimungkinkan berpeluang menimbulkan nepotisme.
Selanjutnya adalah Pembantu Khalifah. Untuk merekrut pembantu khalifah, mengutip hadist yang terdapat dalam karya Abu ‘Abdillah Al-Hakim. Di mana dalam hadist tersebut dijelaskan, dua orang wazirku dari langit adalah Jiblil dan Mikail. Sedangkan dari bumi adalah Abu Bakar dan Umar.  Mengutip hadist tersebut, pemaknaan wazir adalah pembantu dalam segala urusan. Hal ini akan memperluas tugas dari wazir.

Rabu, 28 Juni 2017

Khilafah Sekarang adalah Utopia, Sengaja Dimunculkan Oleh Imperialisme


Singkat saja, aku ingin menuliskannya!
Menganggap elit Islam otomatis benar, dan tidak mungkin salah, tentu menyalahi prinsip dalam Islam yang menganggap manusia sebagai rumah kesalahan. Menganggap keturunan Nabi atau keturunan Ulama lebih tinggi derajatnya ketimbang manusia lainnya juga menyalahi prinsip dalam Islam yang memerintahkan untuk memuliakan semua manusia, tanpa memandang ras dan agamanya.
Jika tidak, maka kaum muslim akan terus menerus terjebak pada kontradiksi internal antara yang seharusnya dan senyatanya. Jika ini tak bisa dilampaui oleh kaum muslim hari ini, maka kita tak bisa membayangkan akan muncul perdebatan ilmiah yang mampu menjelma obor pencerahan (at-tanwir) bagi matinya kewarasan, sebagaimana dulu, perdebatan antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd. (Roy Murthado)
Kaum fanatik, lebih memilih untuk “percaya” ketimbang “dikaji dan berpikir” terlebih dahulu. Seperti pengikut RS misalnya dalam menanggapi kasus “pornografi”, mereka akan lebih percaya bahwa itu fitnah ataupun rekayasa, karena RS sebut pada pengikutnya bahwa dia dipolitisasi dan dikriminalisasi, namun dengan waktu yang bersamaan mereka (pengikut RS) lupa kalau RS juga manusia biasa. Ini dapat disebut sebagai “Penyakit”.
Begitupun pada pelaku teroris yang berkedok “jihadi”, sebetulnya para pelaku ini juga merupakan korban, yaitu korban doktrin teroris takfiri yang juga dibeking imperium dan zionis. Dan salah satu strategi doktrin tersebut adalah menciptakan watak untuk “percaya”, seperti untuk percaya bahwa bom bunuh diri akan mengantarkannya ke syurga dengan memandang kitab hanya sebatas tekstualitas semata. Maka bukan “nurani” lagi yang dilumpuhkan, melainkan “kewarasan” yang dimatikan.
Sementara dalam konteks Islam, apa yang dikatakan Jibril kepada Muhammad SAW pertama kali adalah “Iqra!” (Bacalah). Dimana dalam artian luas, umat muslim sudah diperintahkan untuk “membaca”, membaca dalam hal ini mempunyai artian luas, yang mana diantaranya membaca tanda-tanda kebesaranNYA, dengan “iqra!” maka manusia akan senantiasa menganalisa, mengkaji, berpikir, bersyukur, dst. Maka yang lantas langsung “percaya” begitu saja dengan ajakan untuk melakukan teror ataupun aksi intoleransi serta saling mengkafiri sesama dengan berbagai pembenaran sepihak, bisa jadi mereka lupakan “iqra!” (Bacalah!), sementara manusia adalah makhluk yang berpikir.
Disisi lain, keinginan mereka menciptakan masyarakat yang “monis” dan menegakkan khilafah. Hal ini sama saja bahwa mereka melupakan kejayaan Islam itu sendiri.
“Khilafah sebagai salah satu sistem pemerintahan adalah fakta sejarah yang pernah dipraktikkan oleh al-Khulafa` al-Rasyidun. Al-Khilafah al-rasyidah adalah model yang sangat sesuai dengan eranya; yakni ketika kehidupan manusia belum berada di bawah naungan negara-negara bangsa (nation states). Masa itu umat Islam sangat dimungkinkan untuk hidup dalam satu sistem khilafah. Pada saat umat manusia bernaung di bawah negara-negara bangsa (nation states) maka sistem khilafah bagi umat Islam sedunia kehilangan relevansinya. Bahkan membangkitkan kembali ide khilafah pada masa kita sekarang ini adalah sebuah utopia.” (Ulil)
Khilafah yang dikehendaki untuk kepemimpinan secara internasional, sama hal nya seperti komitern komunis Internasional yang kini usang. Maka pemaksaan kehendak dengan menegasikan zaman, bukanlah solusi, karena sama saja tidak mengakui realita yang terjadi.
Kata khilafah yang kini kembali mencuat, dan banyak dimainkan oleh jamaah Hizbut Tahrir yang didirikan di Jerusalem Timur, 1952, yang mana untuk di Indonesia dikenal dengan nama HTI. Dan yang marak belakangan ini juga digaungkan oleh Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) di Irak dan Syiria, yang bukan hanya bercokol di Timur Tengah melainkan juga sudah masuk ke Asia, khususnya Asia Tenggara. Dan mereka seolah-olah lupa akan kejayaan Islam itu sendiri, hingga mereka anggap Islam sedang terpuruk, dan butuh membangkitkan kejayaan dengan orang-orang di bom bardir. Sementara dibelakang tirai, imperium asyik memasok senjata. Sambil berkata, “Dimana lagi negara yang kaya SDA, untuk kita lakukan eksploitasi dan ekspansi, terus pasok senjata agar “pecah-belah lalu kuasai”
Untuk di Nusantara, benih-benih tentang ide penegakkan khilafah, sejarah mencatat bahwa ide tersebut sudah ada sejak awal kemerdekaan RI pada tahun 1945, baik ada yang bersifat konstitusional, seperti Majelis Konstituante, atau pun bersifat militer, seperti dalam peristiwa kasus DI/TII, yang mana kesemua itu berusaha mendirikan negara Islam dan menolak Pancasila.
Pasca reformasi, organisasi-organisasi fundamental bermunculan, hal ini tentunya didukung karena kebebasan berpendapat sudah mendapatkan “kemerdekaan” yang mana selama 32 tahun kebebasan ini “terpenjara”. Dan sejak berdirinya ormas fundamental itu juga dengan waktu yang bersamaan, opini tentang khilafah kian vulgar dan cukup massive disebarkan.
Hal ini tentu akan semakin menggiurkan capitalis global dan imperial untuk menyerang dari dalam, seperti yang terjadi di Timur Tengah dengan berkedok “jihadi”. Melihat hal ini maka aksi terorisme di Nusantara tidak akan terselesaikan oleh kata “kutuk” ataupun “tangkap” semata. Karena dengan waktu bersamaan doktrin teroris takfiri terus berjalan dan bahkan terfasilitasi sampai ke dunia pendidikan. Kalau kata Duterte, untuk menghadapinya “lupakan HAM”, Kalau Bassar Al Assad untuk menghadapinya “mari bertempur”. Namun kita tidak boleh lupa, bahwa beda negara, beda pula cara teroris takfiri ini masuk ke setiap kawasan dan tentu berbeda pula cara menghadapinya.
Akhir kata, untuk simpatisan dan pengikut kelompok fundamental, kalian yang ingin membangkitkan kembali ide khilafah pada masa kita sekarang ini adalah sebuah utopia, karena ini bukan eranya dalam histori khilafah itu sendiri, dimana ketika itu kehidupan manusia belum berada di bawah naungan negara-negara bangsa. Karena negara dengan bentuk khilafah sama saja mengingkari perkembangan umat Islam saat ini dan juga menafikan perkembangan sosial politik masyarakat Islam. Apalagi ide khilafah yang didengungkan saat ini bukan lagi sebuah kemurnian melainkan buah karya imperial.
Mari kita “iqra!”, karena kita makhluk berpikir.

Ahok Inisiasi, Jokowi Skak Mat GNPF MUI, Bachtiar Nasir: Kami Ingin NKRI yang Utuh



Sekali lagi kita melihat betapa brilian Pak Presiden Republik Indonesia di dalam memberikan semangat kepada rakyatnya, termasuk ormas intoleran seperti GNPF MUI yang dikomandoi oleh ekor Rizieq, Bachtiar Nasir. Sebenarnya jika kita ingin melihat secara kritis dan detail, GNPF MUI sebenarnya gagal paham dengan namanya sendiri.
Seharusnya, sesuai dengan namanya, mereka adalah pengawal fatwa MUI. Namun di dalam tindak tanduknya, mereka malah terkesan mengawal ulama cabul dan ingin Presiden menghentikan dan mengintervensi kasus kriminalisasi tersebut.
Beberapa bulan yang lalu, MUI pun sudah menjadi organisasi yang mulai bergeser ke arah sayap kanan, bersama dengan Jokowi. Terbukti dari pelantikan Ma’ruf Amin sebagai panitia pengawal Pancasila di Istana Negara langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Maka sekarang, GNPF MUI dipaksa bergeser dan didorong ke ujung tebing, seolah-olah ditanya sebenarnya apa standpoint mereka. Rasanya di dalam terjepitnya GNPF MUI, mereka mulai bermasalah secara internal, bahkan organisasi seumur jagung dan masih hangat sehangat titik-titik, harus memilih di antara dua pilihan.
Kedua pilihan tersebut adalah mereka dipaksa untuk tetap menjadi ‘ekor’ Rizieq, atau ‘ekor’ MUI. Ujung-ujungnya memang tidak enak, tetap ‘ekor’, karena memang pada awalnya tujuan diciptakan GNPF MUI sangat tidak jelas. Mereka harus menerima akibat buruk, tetap menjadi ‘ekor’.
Pada akhirnya, mereka terpaksa memilih MUI, karena dengan memilih Rizieq, tidak ada untung-untungnya sama sekali. Pertimbangannya seharusnya sederhana, mereka dipaksa untuk memilih antara tersangka atau organisasi resmi di Indonesia. Jelas bagi mereka mendukung MUI yang adalah organisasi resmi, jauh lebih menguntungkan.
tampang mereka sebelum bertemu Jokowi, terlihat gagah
Memang menguntungkan, karena dengan demikian, mereka aman, setidaknya berada di bawah ketiak MUI yang juga berafiliasi dengan Jokowi. Akhirnya tekanan-tekanan baik dari internal maupun bully-an masyarakat kepada GNPF MUI membuat Bachtiar Nasir pada akhirnya mengemis-ngemis untuk bertemu Jokowi.
GNPF MUI sebagai penengah, tidak serta merta membuang Rizieq ke tempat sampah idealisme. Bagaimanapun juga, Rizieq sudah ikut berkontribusi membesarkan GNPF MUI. Maka besar kemungkinan, ketika bertemu dengan Presiden, Bachtiar Nasir membawa kasus Rizieq dan mencoba membelanya.
sewaktu bertemu… baru sadar ternyata Jokowi bukan lawan yang sepadan buat mereka..
Lalu apa respon Jokowi? Hmm.. Ini pun saya penasaran. Suatu hal yang pasti, hasil pertemuan GNPF MUI dengan Presiden Jokowi membuat mereka panas dingin, direndahkan sedemikian rupa oleh istana. Bayangkan saja Presiden sudi menemui mereka pada waktu open house Lebaran di Istana yang mengundang semua golongan masyarakat.
Bukan hanya menemui mereka seperti layaknya orang-orang pada umumnya, Jokowi pun hanya memberikan waktu 20 menit, itu pun didominasi oleh pihak istana. Hahaha. Presiden dan pihak istana berhasil mempermalukan GNPF MUI dengan cara yang sangat elegan.
Tidak perlu demo besar-besaran seperti Amien Rais di dalam menurunkan harga diri Soeharto, bahkan ingin menggunakan tangan Prabowo untuk menurunkan Soeharto. Jokowi hanya perlu duduk di istana, seolah-olah diam dan tidak ngapa-ngapain.
Dalam strategi ini, Jokowi unggul jauh di atas Amien Rais. Jokowi tidak perlu membawa mahasiswa untuk melancarkan aksinya, sedangkan Amien Rais didukung oleh banyak mahasiswa. Amien Rais pun direndahkan serendah-rendahnya, dengan gaya catur santai nan mengejutkan ala Jokowi.
Pada akhirnya, Jokowi berhasil merendahkan lawan-lawan politik yang mengeksploitasi agama untuk merebut kekuasaan. Taktik istana ternyata berhasil. Bahkan bukan hanya menjatuhkan pola pikir radikal dan ekstrim para pengekor Rizieq. Istana berhasil mengubah 180 derajat arah pikir GNPF MUI.
Sejak kapan kita bermimpi bahwa GNPF MUI ingin NKRI yang utuh? Bukankah selama ini mereka sangat loyal kepada Rizieq yang menganggap ISIS adalah saudara mereka? Apa yang terjadi dengan GNPF MUI? Sekali lagi, orang yang ada di belakang ini adalah Jokowi.
Gerakan catur Jokowi membuat Bachtiar Nasir dan para begundalnya harus tunduk kepada NKRI. 
“Kami tidak ingin Indonesia perang saudara atau diperalat oleh yang menginginkan Indonesia pecah. Cita-cita kami, kembali ke NKRI yang utuh seperti yang dicita-citakan pendiri bangsa ini,” kata Bachtiar.
Dengan cara ‘mendiamkan’ kasus Ahok, Jokowi sangat diuntungkan. Mengapa? Karena kasus Ahok itu sangat tidak masuk akal jika vonis hakim kepada kasus Ahok 2 tahun. Maka dengan Ahok masuk penjara, Ahok aman, Jokowi pun dapat dengan leluasa menggebuk dan menghantam ormas-ormas radikal. Kasus hukum Ahok saja tetap diproses. Bagaimana mungkin kasus dugaan chat porno Rizieq didiamkan? Hahaha.
Sungguh tidak masuk akal jika kasus Ahok pun diusut sampai tuntas, bahkan divonis dua kali lebih berat dari tuntutan jaksa, sedangkan kasus serius Rizieq yang jelas-jelas melanggar tidak diusut. Lucu. Bahkan terlebih lagi, banyak yang mengatakan bahwa pasal yang menjerat Ahok masih agak prematur, sedangkan pasal pornografi yang menjerat Rizieq sangat matang.
Ahok dijerat dengan Pasal 156 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal 156 a KUHP:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 28 ayat 2 UU no 11 Tahun 2008 tentang ITE:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sedangkan pasal yang menjerat Rizieq tentang pornografi:
Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi :
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi
Sementara itu, Pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi:
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan
Pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi :
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Jadi tidak berlebihan bahwa semua yang dikerjakan Jokowi sebenarnya merupakan gebrakan yang lebih dahulu dilakukan oleh Ahok. Memang menyedihkan, melihat anak bangsa yang begitu berkontribusi bagi Jakarta, harus berakhir karir politiknya dengan jeratan pasal yang masih prematur. Namun tanpa Ahok, saya yakin jalan Jokowi untuk mempertahankan NKRI sangat sulit. Jokowi sekarang dengan mudah menekuk ormas-ormas radikal. Bahkan ormas tersebut dapat mengakui kekalahannya dan berkata “Cita-cita kami adalah NKRI yang utuh”.
Lantas apakah mereka sepenuh-penuhnya tunduk pada NKRI? Belum tentu. Jangan terlalu cepat berharap kepada perubahan total di tubuh GNPF MUI. Bisa saja mereka hanya melakukan lip service alias ‘sebatas perkataan’. Dengan kondisi ini, kita dapat ibaratkan Jokowi sedang men-skak-mat lawannya dan pada akhirnya lawan harus mengakui kekalahannya, meskipun lawan tidak terima. Bravo Jokowi!Terima kasih Ahok, terima kasih Jokowi.
Betul kan yang saya katakan?

Membandingkan Isi Khotbah Quraish Shihab Dan Bachtiar Nasir


Menarik memang salat Idul Fitri kali ini. Nuansa panas setelah Pilkada Jakarta yang membuat polarisasi atau perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Perpecahan ini bukan lagi persoalan SARA, tetapi sudah menjadi perpecahan antara mereka yang baik dan mereka yang jahat. Seperti dalam keyakinan kuno tiongkok, selalu ada yin dan selalu ada yang.
Kalau dalam memahami siapa yang yin dan siapa yang, sudut pandang dan berdiri di pihak yang mana akan menjadi penentu. Jika kubu yang satu menganggap bahwa kubunya yang baik, maka kubu yang satu lagi menganggap kubunya lah yang baik dan benar.
Semua menjadi terpecah karena politisasi surat Al maidah 51. Dimana kubu yang satu meyakini bahwa pemimpin haruslah beragama Islam (tanpa konteks) dan yang lain meyakini bahwa pemimpin tidaklah dilihat dari agamanya (dengan konteks). Itulah mengapa polarisasi terpecah antara mereka yang menolak Ahok karena non muslim dan mereka yang menerima Ahok meski dia non muslim.
Polarisasi ini terasa ketika politisasi masjid pun menjadi pemicu yang massif mengenai tafsir surat Al Maidah 51. Bahkan salah satu calon Gubernur, kita sebut saja namanya Anies Baswedan, di acara Mata Najwa memiliki pandangan bahwa pemimpin memang haruslah beragama Islam. Tanpa menunggu waktu yang lama, perpecahan pun terjadi.
Bangsa terluka dan terciderai karena sudah lagi bukan sekedar wacana tetapi sudah menjadi kenyataan. Seorang nenek menjadi korban tidak dishalatkan jenazahnya di masjid gara-gara dia mendukung Ahok. Peristiwa yang akhirnya membuat Anies “terpaksa” membuat seruan penolakan aksi spanduk diskriminasi pendukung Ahok.
Semua sudah terlanjur terjadi. Luka yang sampai saat ini belum juga pulih dengan sempurna. Apalagi, tukang provokasinya masih ada dan masih terus bersuara lantang. Itulah mengapa, ketika Quraish Shihab menjadi khatib untuk salat Id di Masjid Istiqlal, penolakan dari kubu bumi datar dan kaum intoleran bergema.
Tetapi kalau yang menjadi khatib adalah Bachtiar Nasir, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI dan Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), mereka anteng-anteng aja. Bagaimana tidak, Bachtiar ini adalah salah satu pimpinan mereka dan juga salah satu penyokong dana.
Lalu apa yang pada akhirnya dikhotbahkan oleh dua khatib ini?? Sekali lagi, karena berbeda kubu, maka isi khotbahnya pun akan terpusat pada perbedaan tersebut. Berikut perbedaanya:
Jika ingin melihat naskah khotbah secara penuh dari Qurasih Shihab silahkan ke sini. Tetapi secara garis besar akan saya tampilkan outlinenya.
PENDAHULUAN
Allah Akbar, Allah Akbar, Wa Lillahil Hamd.
Dengan takbir dan tahmid, kita melepas Ramadan yang insya Allah telah menempa hati, mengasuh jiwa serta mengasah nalar kita. Dengan takbir dan tahmid, kita melepas bulan suci dengan hati yang harus penuh harap, dengan jiwa kuat penuh optimisme, betapa pun beratnya tantangan dan sulitnya situasi. Ini karena kita menyadari bahwa Allah Maha Besar. Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Musyawarah demi Kemaslahatan

Kesatuan-kesatuan tersebut antara lain. Pertama, kesatuan seluruh makhluk karena semua makhluk kendati berbeda-beda namun semua diciptakan dan di bawah kendali Allah. Itulah “wahdat al-wujud/Kesatuan wujud” – dalam pengertiannya yang sahih.
Kedua, kesatuan kemanusiaan.
Ketiga, di pusat tauhid beredar juga kesatuan bangsa. Dan karena itu pula, pemimpin tertinggi Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad At-Thayyib, berkata: “Dalam tinjauan kebangsaan dan kewargaannegaraan, tidak wajar ada istilah mayoritas dan minoritas karena semua telah sama dalam kewargaan negara dan lebur dalam kebangsaan yang sama.”
Kesadaran tentang kesatuan dan persatuan itulah yang mengharuskan kita duduk bersama bermusyawarah demi kemaslahatan dan itulah makna “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan”. ْ
Akhirnya, walau bukan yang terakhir, perlu juga disebut kesatuan jati diri manusia yang terdiri dari ruh dan jasad.

Iblis dan Hoax

Dengan beridul fitri, kita hendaknya sadar tentang peranan Iblis dan pengikut-pengikutnya dalam menyebarluaskan fitnah dan hoax serta menanamkan perilaku buruk serta untuk memecah belah persatuan dan kesatuan.
PENUTUP
Akhirnya, mari kita jadikan ‘idul fithri, sebagai momentum untuk membina dan memperkukuh ikatan kesatuan dan persatuan kita, menyatupadukan hubungan kasih sayang antara kita semua, sebangsa dan setanah air.
Marilah dengan hati terbuka, dengan dada yang lapang, dan dengan muka yang jernih, serta dengan tangan terulurkan, kita saling memaafkan, sambil mengibarkan bendera as-Salâm, bendera kedamaian di tanah air tercinta, bahkan di seluruh penjuru dunia.
“Ya Allah, Engkaulah as-Salâm (kedamaian), dari-Mu bersumber as-Salâm, dan kepada-Mu pula kembalinya. Hidupkanlah kami, Ya Allah, di dunia ini dengan as-Salâm, dengan aman dan damai, dan masukkanlah kami kelak di negeri as-Salâm (surga) yang penuh kedamaian. Maha Suci Engkau, Maha Mulia Engkau, Yâ Dzal Jalâli wal Ikrâm.
Lalu bagaimana dengan isi khotbah Bachtiar Nasir??
Tidak ada naskah lengkapnya yang sudah saya telusuri. Mungkin karena tidak pakai naskah khotbahnya. Tetapi Bachtiat dalam khotbahnya menyinggung mengenai Pilkada Jakarta, lalu ada juga menyinggung masalah kebangkitan umat Islam dalam aksi 212, lalu juga menyinggung surat Al Maidah 51. Berikut kutipannya dari beberapa media.
“Walau ada yang menuduh Pilkada Jakarta adalah pilkada yang berbau SARA tapi itu hanyalah orang-orang munafik yang gagal memahami,” kata Bacthiar di lapangan masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (25/6).
“Bukan cuma masjid Al-Azhar yang iktikafnya meningkat 100 persen. Rata-rata peningkatan jemaah iktikaf, sampai 100 persen, bahkan di beberapa masjid meningkat 200 persen. Ini pertanda, jangan salah paham dengan kondisi ini,” ujar Bachtiar.
“Tidak ada lembaga atau seorang pun yang mengerakan ini karena ini ibadah. Dan peningkatan jemaah subuh, dan ini salat yang paling berat bagi orang munafik.”
“Banyak orang ber-KTP Islam mengaku muslim, salat bahkan haji dan berumrah. Tapi orang-orang yang mengaku Islam ini banyak tidak yang memikirkan Islam dibenaknya,” kata Bachtiar.
“Karena dalam surat Al-Maidah kita tidak bisa main-main dalam memilih pemimpin. Siapapun pemimpinmu lama-lama akan cara berpikirmu sama dengan pemimpinmu,” katanya.
Membandingkan kedua isi khotbah ini pada akhirnya membuat kita memahami mana yang ilmu tafsir dan pemahamannya yang dalam dan menyeluruh. Mana yang sedang mengajarkan fitrah yang sebenarnya dan mana yang masih sibuk khotbahkan Pilkada Jakarta dan surat Al Maidah 51.
Saya jadi teringat saat seseorang mengajarkan kepada saya perbedaan level kedalaman keIslaman seseorang. Jika levelnya seperti Gus Dur dan Quraish Shihab dan yang sealiran, maka mereka itu disebut Islam yang tinggi dan luhur. Karena sudah sampai kepada pemaknaan Islam yang sesungguhnya yang berarti damai, selamat, tunduk, dan bersih.
Sedangkan model FPI dan yang sealiran adalah islam level rendah. Islam yang bahkan tidak bisa memahami makna Islam yang berarti damai, selamat, tunduk, dan bersih. Karena itu, sikap dan tingkah mereka penuh kebencian dan menyebarkan sikap-sikap kebencian tersebut. Sayangnya, malah yang beginian yang kemarin berhasil memprovokasi umat dalam aksi 212.
Level kedalaman inilah yang membuat seseorang berbeda pada akhirnya memahami #ArtiRamadhan. Lalu yang manakah kita??
Salam Khotbah.

Selasa, 27 Juni 2017

Rizieq Mengajak Cinta NKRI….. Dari Yaman. Kok Bisa? Apa Salah Makan Kurma?

 


Rizieq mengajak habaib dan ulama untuk cinta kepada tanah air dimana pun mereka berada. Perlu dibaca ulang pernyataan Rizieq berkali-kali baru bisa percaya ulama fisang yang satu ini benar-benar menyerukan sikap cinta tanah air.
“Saya ingatkan bahwa habaib dari dulu sampai sekarang, dimana pun mereka berada, mereka selalu cinta pada negeri mereka, kepada tanah air mereka. Dan jadikanlah tempat kemana mereka lahir sebagai negeri yang hadir harus mereka jaga dan mereka pelihara,” ujar Rizieq
“Maka dari itu para habaib yang lahir di Indonesia sejak dulu sampai hari ini tidak pernah bisa diragukan nasionalismenya, rasa kebangsaannya, cinta pada tanah airnya, sehingga mereka selalu berjalan dan berjuang untuk negeri mereka,” paparnya.
“Maka dari itu saya ingatkan kepada generasi muda para habaib yang lahir di Indonesia, besar di Indonesia, belajar dari Indonesia, tidak pernah merasa sebagai orang asing. Jangan pernah merasa numpang, ini negerimu, ini tanah airmu yang wajib kau bela, yang wajib kau jaga, yang wajib kau pertahankan dari siapa pun yang ingin menghancurkannya,” tambahnya.

Ada Apa?
Apa yang membuat Rizieq tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang satu ini? Apakah Rizieq overdosis kurma di Yaman sana? Kita tahu sendiri Rizieq ini merupakan kerua FPI, ormas yang ingin Indonesia menjadi negara Islam. Sudah beberapa kali Rizieq menghina Indonesia. Salah satunya adalah sebutan Pancasila ada di, maaf, pantat.
Mana mungkin seseorang akan berubah sikap sangat drastis kecuali ada sesuatu yang terjadi. Apa Rizieq tiba-tiba insyaf? Mungkin saja. Atau ini hanya sandiwara dengan harapan kasusnya bisa dihentikan? Mungkin saja. Atau Rizieq hanya sedang salah makan kurma? Bisa juga kok.
Apalagi pernyataan tersebut dinyatakan di Yaman, bukan di Indonesia. Masak teriak cinta tanah air tapi tidak mau balik ke Indonesia? Itu kan namanya munafik. Kalau cinta tanah air, kenapa harus kabur? Takut keadilan ditegakkan?
Kita tahu sendiri status Rizieq di luar negeri dipertanyakan. Tidak ada yang namanya visa unlimited, itu hanya mitos, senyata Harry Potter. Bila visa Rizieq sudah habis, berarti Rizieq termasuk overstay. Kalau diciduk polisi Arab maka akan dipulangkan.
Mau ngeles apapun, KBRI hanya akan memberikan bantuan berupa tiket pulang gratis. Kalau sudah di Indonesia, banyak kasus sudah mengantri, tinggal pilih mana yang akan diurus dulu. Rizieq sudah terjepit, tidak ada lagi jalan keluar.
Mungkin ini faktor utama Rizieq mengeluarkan pernyataan yang waras. Ya, ini merupakan pernyataan yang waras, tidak seperti pernyataan Rizieq yang lain selama berada di Arab.
Namun kemungkinan besar Rizieq tetap akan menyerukan rekonsiliasi dengan pemerintah Indonesia. Padahal rekonsoliasi itu tidak pernah dengan satu orang saja, tapi dengan organisasi yang setara dengan pemerintah. Rizieq itu memangnya siapa?
Rizieq juga megeluarkan pernyataan yang bikin ngakak. Dirinya mengatakan para habib seharusnya tidak menyebabkan perpecahan.
“Manakala para habaibnya bersatu, Insya Allah umat Islam dari Sabang sampai Merauke akan ikut bersatu. Maka dari itu para habaib harus jadi perekat, habaib tidak boleh menjadi pemecah belah, habaib harus jadi pemersatu, habaib harus ada di barisan terdepan untuk membela Allah dan Rasulnya,” tutup Rizieq.
Wah, inilah namanya munafik sejati. Rizieq itu menyebab perpecahan, FPI selalu ngotot sweeping padahal mereka hanya ormas. Belum lagi mulut Rizieq yang sudah menghina banyak pihak. Apanya yang bersatu? Kaum bumi datar bersatu?
Rizieq masih bisa ngeles karena belum diperiksa oleh polisi Arab dan diminta paspornya. Coba kalau ada razia wisatawan dan Rizieq kebetulan diperiksa. Pasti bakal kejang-kejang karena polisi Arab tidak peduli Rizieq itu siapa. Mau ngeles dekat dengan Raja Salman? Wah, bisa-bisa lidahnya dipotong karena mencatut nama raja.
Kita harap saja Rizieq cepat pulang, kan katanya cinta NKRI. Katanya ya, kalau kenyatannya masih belum tentu. Kalau masih saja kabur dan tidak mau kembali maka terbukti kalau ucapan Rizieq ini hanya ucapan munafik.