Cari Blog Ini

Selasa, 18 Juli 2017

Pemerintah Rencana Blokir Telegram, Rakyat Serius Ingin Blokir Mulut Begundal DPR!


Kasus blokir memblokir sudah sampai tahap klimaks, ibarat melakukan onani pemikiran, para pembenci tak berotak sudah nyaris ejakulasi. Namun ejakulasi pemikiran akhirnya gagal. Bahkan ada saja orang yang menyamakan antara Telegram dengan panci.
Sungguh ‘tidak cerdas’ (jika tidak ingin dikatakan ‘bodoh’) dan tidak berakarnya pemikiran Fadli Zon yang menyamakan antara software dengan hardware. Telegram itu software, sedangkan panci (pan) itu hardware. Dua entitas yang jelas berbeda dan tidak bisa disamakan, sedikitpun. Luar biasa memang pemikiran Fadli Zon yang tak terselami, bukan saking dalamnya, namun ia memiliki tingkat imajinasi yang tidak manusiawi.
Bisa-bisanya seorang wakil ketua DPR dapat menyamakan antara Telegram dan panci. Tujuan utama telegram adalah komunikasi, maka keberadaan Telegram memang harus benar-benar diawasi oleh pemerintah karena potensi yang besar untuk menyebarkan aksi-aksi radikalisme baik teks, gambar, maupun video. Namun apakah pemerintah harus mengawasi keberadaan panci?
Apakah Fadli Zon menganggap bahwa panci dapat menyebarkan virus-virus radikalisme dan terorisme dengan mudah? Benar-benar hal yang sederhana, dipikirkan dengan tingkat imajinasi yang begitu tidak masuk akal. Entah kebencian atau dendam kesumat macam apa yang dimiliki Fadli Zon kepada pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Jokowi.
Kita tahu bahwa mayoritas pengikut Prabowo memang memiliki ambisi-ambisi yang besar untuk berkuasa di negara ini. Dengan kekalahan Prabowo pada tahun 2014, tentu merupakan hantaman telak dan tinjuan keras tepat di ‘kantong’ mereka.
Biaya yang begitu mahal sudah dikeluarkan. Investasi besar yang mereka lakukan di dalam iklan untuk berkuasa, tiba-tiba dihancurkan dengan elegan oleh Jokowi yang jujur, merakyat, dan sederhana. Inilah yang menjadi sebuah titik mula kebencian para begundal Prabowo (jika tidak ingin dikatakan ekor) kepada pemerintahan saat ini. Segala cara pun dilakukan untuk ‘merebut’ kembali negara ini.
Mulai dari Jakarta yang berhasil direbut dengan penyebaran isu SARA secara terstruktur, sistematis, dan masif. Lihat saja 58 persen suara yang didapatkan di Jakarta, menjadi sebuah tanda akan keberhasilan isu SARA di atas hasil kerja dan kepuasan. Hasil kerja dan kepuasan warga dikalahkan begitu saja oleh isu SARA yang dikerjakan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Jadi ini harus menjadi perhatian kita bersama, khususnya para relawan Jokowi, untuk pilpres 2019 kelak. Jika Jakarta yang adalah kota modern ternyata masih bisa dipengaruhi oleh isu SARA, tentu daerah-daerah lain lebih mudah dikuasai dengan isu SARA.
Kebahayaan semacam ini tentu harus dilihat. Kita tahu Ahok dan Jokowi memang dua orang yang jelas berbeda. Namun apakah tidak mungkin, jika Jokowi akan kalah karena terpaan-terpaan fitnah yang akan dibuat kelak, secara terstruktur, sistematis, dan masif? Maka langkah preventif pun harus kita pikirkan. Setidaknya, kita harus berharap dan mendoakan agar para begundal DPR dan ekor-ekor dari ‘mantan calon presiden RI’ segera bertobat, karena cara yang mereka perbuat itu adalah cara yang sangat tidak etis, bahkan cenderung bau neraka.
Mereka menawarkan sorga di dunia, sedangkan mereka tidak sadar bahwa mereka sudah membeli tiket ke neraka dengan menjual murah agama di ranah politik Indonesia. Dengan demikian kita tahu bahwa cara bermain semacam ini sangat efektif, sekaligus sangat berbahaya.
Pembaca Seword yang baik, tidak boleh menjadi pembaca pasif tanpa harus menjadi sebuah agen perubahan. Kita sebagai rakyat Indonesia, tentu marah jika agama kita dijual murah, hanya untuk sebuah kekuasaan, bukan? Inilah yang harus diubah di negara ini. Indonesia harus berubah ke arah yang lebih beradab, bukan biadab.
Ketika kita melihat ketegasan pemerintah di dalam mempertahankan ideologi, harga diri, harkat, dan martabat Indonesia, tentu kita harus dukung. Meskipun banyak yang nyinyir dengan aksi bela negara yang dilakukan oleh Jokowi, kita tentu harus dengan semangat persatuan membela orang-orang baik yang bekerja untuk negara.
Setujukah Anda jika rakyat Indonesia memblokir mulut-mulut para penjajah pikiran yang bercokol di DPR? Di sana ada wakil kita yang tidak bisa membedakan antara panci dan Telegram loh. Hahaha.
Rakyat bersama pemerintah harus mempertahankan kedaulatan NKRI dan ideologi Pancasila di bumi pertiwi Indonesia!
Betul kan yang saya katakan?

0 komentar:

Posting Komentar