Cari Blog Ini

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Info-bendera-putih

Selasa, 28 Februari 2017

Kemlu Pastikan Tak Ada Agenda Raja Salman Bertemu Habib Rizieq



Jakarta - Beredar kabar bahwa Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab menjadi salah satu tokoh yang akan ditemui Raja Salman dalam kunjungannya ke Indonesia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menampik kabar tersebut.

"Seperti yang disampaikan Kedubes Arab Saudi, adanya pertemuan bilateral, tidak ada rencana bertemu Habib Rizieq," ucapnya di salah satu restoran di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2017).

Pria yang akrab disapa Tata itu mengatakan, Raja Salman akan bertemu dengan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Selain itu, Raja ke-7 Arab Saudi itu akan melakukan kunjungan ke Gedung DPR dan Masjid Istiqlal.

"Selain itu ada pertemuan dengan tokoh-tokoh Islam. Tentunya hal ini adalah MUI, Muhammadiyah, dan NU," imbuhnya.

Di samping akan mengadakan pertemuan dengan tokoh Islam, Raja Salman juga dijadwalkan bertemu dengan tokoh lintas agama. "Juga direncanakan (bertemu) dengan tokoh agama dari Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghucu," katanya.

Raja Salman akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 1-9 Maret 2017. Tak tanggung-tanggung, pemimpin Arab Saudi tersebut membawa rombongan dengan jumlah yang cukup besar, yakni kurang-lebih 1.500 orang, termasuk 10 menteri dan 25 pangeran. Ini merupakan kunjungan kenegaraan pertama Arab Saudi setelah 47 tahun.
(gla/idh)

Paham Khilafah Sekarang Itu Ngawur!



Salah seorang dosen Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah mengatakan penggantian ideologi negara dengan ideologi islam itu salah. Seharusnya pimpinan islam itu mengajarkan bahwa negara ini didirikan oleh pahlawan yang berideologi Pancasila yang digali dari sumber-sumber agama itu sendiri.
Awalnya gerakan islam garis keras muncul pada masa kemerdekaan (tepatnya 1949). Dua gerakan tersebut adalah DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan Negara Islam Indonesia (NII). Visi misi mereka untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara. Setelah berakhir tahun 1960an karena terbunuhnya pimpinan DI, tahun 1980 muncul kembali gerakan serupa. Mereka adalah Komando, Jihad, Ali Imron, Kasus Talangsari oleh Warsidi dan teror Warman di Lampung.
Saat ini organisasi yang membawa misi serupa bisa dibagi 2 golongan. Penganut gerakan moral ideology seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sedang yang mengarah pada gaya militer seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam (FPI), dan Front Pemuda Islam Surakarta.
Sayangnya banyak masyarakat kita yang tidak tahu pergerakan gerakan radikal ini beserta sejarahnya. Kita tidak bisa mentah-mentah menerima ajaran agama islam tanpa mengetahui seluk beluk alirannya. Karena bisa saja aliran tersebut adalah warisan gerakan radikal yang telah lama ada untuk merongrong NKRI sejak jaman dahulu kala.
Mereka selalu menggembar gemborkan isu PKI dan sejenisnya yang selalu dikaitkan dengan sejarah kelam masa lalu. Namun mereka lupa kalau aliran islam yang mereka anut saat ini serupa dengan pemberontak masa kemerdekaan yaitu DI/TII dan NII. Bisa saja isu PKI mereka hembuskan untuk menutupi borok mereka sesungguhnya. Mereka yang sebenarnya hendak merongrong NKRI dengan nama islam atau kita sebut kelompok islam radikal.
Ini jelas sangat berbahaya bagi keutuhan Indonesia. Apapun motifnya jenis pemaksaan kehendak untuk merubah landasan dasar negara sangat tidak diperkenankan. Saya yakin pemerintah sudah sangat menyadari akan hal ini. Tapi selama kelompok radikal tersebut masih belum menunjukkan gejala pemberontakannya maka lebih baik mendiamkan.
Yang sangat dirugikan tentunya masyarakat kita sendiri. Apakah kita mau memberikan hak didik tentang agama islam pada anak dan sanak saudara kita pada kelompok radikal tersebut? Apakah kita mau melihat anak muda penerus generasi bangsa ternyata menjadi perongrong NKRI itu sendiri karena belajar ilmu islam pada kelompok yang salah? Tidak bukan?.
Di Indonesia sendiri ada 2 organisasi islam besar yang mengikuti pancasila dan UUD yakni Muhammadiyah dan NU. Mereka membawa ajaran islam nusantara yang tetap berlandaskan ideologi bangsa. Karena sejatinya hukum yang diterapkan di Indonesia sendiri juga telah dimusyawarakan dengan para alim ulama islam. Mereka menerapkan syariat islam yang memang cocok untuk diterapkan dan sebenarnya undang-undang kita juga diadopsi oleh syariat islam tanpa diketahui oleh kelompok penganut khilafah.
Saya pribadi awalnya masih memberikan toleransi bagi keberadaan kelompok radikal tersebut untuk menjaga persatuan kita. Tapi lambat laun saya menyadari kalau justru persatuan kita sangat terancam oleh kelompok-kelompok terebut. Mereka hanya mengakui islam versi kelompoknya saja dan menutup diri dari ulama sesepuh yang turut membesarkan bangsa.
Seharusnya mereka belajar dari NU dan Muhammadiyah yang lebih dahulu ada sebelum kemerdekaan. Tapi nyatanya mereka yang datang belakangan tanpa ikut berkorban untuk kemerdekaan malah menganggap kelompoknya paling benar.
Bahayanya mereka sering mengutip ayat-ayat kitab suci tanpa mempelajari tafsir lengkapnya. Mereka sangat mudah mengistimewakan golongannya dengan dalih “sebarkan walau hanya satu ayat”. Dengan itu orang yang baru mengaji setahun atau berbulan-bulan bisa menjadi da’i atau ustadz. Sungguh kengawuran yang luar biasa. Makanya jangan heran kalau ada organisasi islam yang banyak menjadikan muallaf sebagai ustadz. Bukan lantaran ilmunya, tapi niatan lain seperti menjelekkan agama awal yang dianut muallaf tersebut. Ini sungguh menyedihkan.
Hal lain yang juga memprihatinkan adalah punyusupan organisasi-organisasi islam radikal tersebut di tempat pendidikan. Kita harus mewaspadai pergerakan mereka di kampus-kampus dan sekolahan. Kalau perlu dibuatkan aturan khusus dari kepala sekolah atau rektor tentang pengajaran islam yang benar.
Saya sendiri memiliki pengalaman pribadi dengan kelompok ini. Sewaktu baru masuk salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya, ada namanya pertemuan kajian rutin. Sifatnya pembelajaran agama islam dari senior ke junior yang barusan masuk kampus. Ngawurnya, senior tersebut ternyata orang yang tidak memahami ajaran islam dengan baik dan benar.
Pertama kalinya saya disodori  buku tipis yang isinya kurang lebih mengenai jihad di Palestina. Saya iseng bertanya hukum bom bunuh diri dalam islam. Dan sungguh tak terbayangkan betapa kurang ajarnya jawaban mbak senior. Dia bilang kalau bom bunuh diri tersebut merupakan jihad yang dibenarkan. Sudah saya kapok kalau belajar ilmu islam model ngawur seperti ini. Keesokannya saya putuskan tak mau lagi mengikut kajian dengan mereka.
Mirisnya kegiatan dakwah ngawur tersebut dilaksanakan di masjid kampus yang sesungguhnya harus dinetralkan dari ajaran sesat. Saya memutar otak untuk menghindari radikaler-radikaler tersebut hingga lulus kuliah. Sampai sekarangpun saya masih bertanya-tanya ke mana dosen dan rektor kampus. Kenapa tidak ada pengawasan sama sekali untuk mengontrol kelompok naif tersebut.
Bagaimana kalau suatu ketika ada bom bunuh diri di tempat ibadah agama lain yang ditengarai dilakukan oleh mahasiswa kampus tersebut. Yang kalau diselidiki lebih dalam ternyata berasal dari ajaran islam ngawur senior-seniornya. Mau ditaruh mana muka mereka sebagai pendidik.
Akhirnya saya hanya ingin berpesan dan mengingatkan agar kita semua tidak salah dalam melangkahkan kaki. Ayah saya sendiri merupakan kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan memiliki TPQ sendiri di sebelah rumah. Selain dari ajaran ayah, dari SMP saya mengaji dengan dua orang ustadz yang berada di 2 kampung yang berbeda. Saya tidak lelah untuk mengayuh sepeda setiap hari untuk belajar islam dari majelis ta’lim yang terpercaya. Sebenarnya semua saudara perempuan saya masuk pondok pesantren kecuali saya sehingga saya putuskan untuk belajar ilmu agama dari ustadz-ustadz yang tak terlalu jauh dari rumah. Sehingga sambil belajar agama islam saya juga bisa fokus belajar di sekolah negeri hingga masuk universitas ternama.
Yakinlah teman, perjuangan dalam mempelajari agama saya tempuh dengan tidak mudah. Tidak instan setahun apalagi sebulan mengaji bisa jadi mentor apalagi da’i. Hal ini sangat berkebalikan dengan sistem mengaji pada kelompok dan organisasi radikal. Maka jangan heran kalau banyak ucapan kotor hingga caci makian keluar dari pendakwah mereka. Salah satunya karena mereka tidak memahami ajaran islam secara baik dan benar.
Begitulah kura-kura.

Fitnah Kelompok Sebelah Yang Gagal Paham



Sudah dari kemarin-kemarin saya ingin menuliskan artikel ini, namun baru kali ini saya benar-benar ingin menuliskannya. Saya membaca beberapa postingan di akun media sosial kelompok sebelah yang rupanya baru memposting beberapa informasi yang sudah basi.
Misalnya informasi tentang penolakan sholat jenazah bagi pendukung Ahok hingga berbagai informasi berkenaan dengan kedatangan Raja Salman. Dalam postingan-postingan tersebut saya mendapati beberapa indikator adanya fitnah-fitnah yang ditujukan untuk kelompok pendukung Ahok.
Pendukung Ahok Membenci Arab
Fitnah yang pertama ini sangat menggelikan. Ini jelas menunjukkan kelompok sebelah sama sekali tidak paham dengan apa yang disuarakan oleh pendukung Ahok. Sejauh yang saya ketahui, pendukung Ahok tidak  membenci Arab (dalam artian negara). Memang benar pendukung Ahok sering menyebut orang-orang dari kelompok sebelah denga sebutan “sesapian, onta, berdaster, bersorban, dan cecingkrang”.
Pendukung Ahok memiliki logika yang waras dan mata yang jeli untuk membedakan mana sesapian onta berdaster dan bersorban dengan celana/daster cingkrang dan mana Arab (orang Arab dari negara Arab) yang sesunggunya. Geleng-geleng kepala saya kalau membaca postingan yang mengatakan bahwa pendukung Ahok membenci Arab. Logikanya dimana coba?
Yang diselalu dikritik itu adalah orang Indonesia yang memiliki adat dan budaya Indonesia tetapi menerapkan adat dan budaya Arab berlebihan. Bukan orang Arab dari negara Arab. Konteks yang mudah dipahami seperti ini saja masih gagal dipahami oleh mereka, tidak heran jika mereka gagal paham pada hal-hal krusial lain. Astaga….
Sepertinya kelompok sebelah memang mulai rancu dan memiliki tingkat kepercayaan diri berlebih. Kelompok sebelah sepertinya sudah tidak bisa membedakan diri mereka dengan orang Arab, sehingga pendukung Ahok mengkritik orang Indonesia kearab-araban berlebihan malah dikira membenci Arab. Asssshhhh sudahlah.
Ingat ya, dengan kalian kearab-araban bukan berarti kalian Arab. Jangan kePDan deh! Malu tau!
Pendukung Ahok Bungkam Karena Uang
Fitnah yang kedua ini lahir setelah banyak beredar informasi kedatangan Raja Salman ke Indonesia. Mendengar kabar Raja Salman datang dengan membawa uang ratusan triliun, kelompok sebelah membully pendukung Ahok bungkam. Mereka keheranan mengapa pendukung Ahok, yang dinilai anti Arab tidak menolak kedatangan Raja Salman yang membawa uang ratusan triliun.
Dengan alasan itu mereka mengatakan bahwa pendukung Ahok matanya ijo melihat fulus banyak. Ini benar-benar memperlihatkan kebodohan mereka sendiri. Saya sangat mengerti dan paham perbedaan persepsi dari onta dan orang-orang waras saat menilai tentang kedatangan Raja Salman.
Dalam hal realistis jelas diketahui bahwa angka ratusan triliun itu adalah angka perkiraan Jokowi tentang besarnya nilai invetasi oleh Raja Salman. Masih dalam kadar realistis, Raja Salman dinilai sengaja berinvestasi untuk membantu peningkatan perekonomian Arab yang mulai merosot akibat jatuhnya harga minyak. Masih dalam kadar realistis lagi, Raja Salman juga akan ke China dan sudah lama menjalin kerjasama bilateral dengan China.
Nah, untuk area tidak realistis, kedatangan Raja Salman dikarenakan tertarik dengan aksi 212, penistaan agama, ingin membebaskan Indonesia dari China, dan ingin bertemu dengan Rizieq maupun Ampera. Duh, ini alasan dibuat-buat, tak terbukti, kok masih PD fitnah-fitnah.
Terus, kenapa kelompok sebelah tidak memberi cap pada Raja Salman penganut komunis China meski sudah jelas ada kerjasama antara Arab-China?
Tidak takut Raja Salman membawa bau-bau komunis meski sudah jelas ada hubungan antara Arab dan China? Blunder kan? Negatif mulu sih mikirnya!
Pendukung Jokowi-Ahok tidak bungkam hanya terhadap kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Arab, namun juga bungkam terhadap kerjasama bilateral Indonesia-Jepang, Indonesia-Autralia, dan bahkan Indonesia-China. Mereka bungkam untuk berbicara negatif dan nyinyir, karena mereka tahu kerjasama bilateral tersebut digunakan untuk kepentingan bangsa, bukan kepentingan segelintir manusia pada golongan tertentu.
Pembaca Seword.com tentu bisa membedakan sendiri mana otak yang bisa buat mikir waras dan mana otak yang terbungkam.
Bermental Pelacur
“Kami: Menolak investasi China karena faktor ideologi*. Mendukung investasi Arab karena faktor ideologi*.
Anda: Mendukung investasi China demi cinta buta pada junjugan semata. Mingkem terhadap investasi Arab karena faktor uang semata (padahal Anda selama ini paling rajin berkoar-koar anti Arab anti Wahabi).
Sekarang kita paham: Siapa yang masih punya ideologi dan siapa yang bermental pelacur.”
Lalu, apa tanggapan kelompok sebelah tentang kerjasama Arab dan China? Gak ada tuh, mungkin pengetahuannya belum nyampe sana atau pura-pura tidak tahu biar nggak ada nafsu untuk mengatakan Arab berpotensi komunis karena kerjasama dengan China.
Ah sudahlah, ketawa saja. Blunder kok dipelihara!


Jokowi Tarik Raja Salman, Rizieq – FPI Gigit Jari



Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi telah menarik perhatian dunia. Pemimpin kharismatik telah lahir di Asia. Jokowi dengan brand ‘blusukan’nya memaksa Museum Madame Tussaud Hongkong membuat patungnya sebagai tokoh dunia. Dari jajak pendapat para pengunjung di Museum itu, Jokowi  menempati urutan teratas mengalahkan Donald Trump dan Hilary  Clinton sebagai sosok yang paling diinginkan hadir di Museum Madame Tussauds.

Kunjungan Jokowi di Arab Saudi dan bertemu dengan Raja Salman pada bulan September 2015, telah juga menarik perhatian  Raja  Salman dan pengusaha Arab Saudi. Jokowi adalah sosok pemimpin Indonesia yang lahir dari spirit keislaman. Ia adalah pemimpin moderat, bersahaja, pekerja keras dan all-out membangun bangsanya. Daya tarik Jokowi ini telah membuat Raja Salman ingin melihat Indonesia secara langsung, berinvestasi sekaligus menikmati keindahan alam Indonesia.

Sebelumnya sejak tahun 1970, sudah ada 25 kali kunjungan Presiden Indonesia ke Arab Saudi. Termasuk kunjungan-kunjungan dari Presiden Gus Dur, Megawati, SBY namun tak satupun mendapat kunjungan balasan dari Raja Saudi saat itu. Mengapa? Indonesia tidak menarik dari segi apapun. Indonesia yang babak belur di hantam korupsi dan menjadi negeori para mafia, tidak menarik bagi Raja Salman. Indonesia hanya menarik dari segi kuota hajinya.

Akan tetapi di era Jokowi, persepsi Raja Salman itu berubah. Ind
nesia kini mati-matian memerangi korupsi, Narkoba dan mafia pangan dan minyak. Di era Jokowi pembangunan luar biasa infrastruktur telah mencengangkan Raja Salman. Tak heran kunjungan bersejarah bagi Raja Saudi setelah 47 tahun lalu itu, dilakukan serba spektakuler oleh Raja Salman sekarang. Dipastikan Raja Salman akan membawa 1.500 orang rombongan delegasi dengan 10 menteri dan 25 pangeran. Fantastis.

Kunjungan Raja Salman ke Indonesia yang telah berumur 80 tahun itu akan menghabiskan duit 10 juta US dollar. Raja Salman dikabarkan membawa 7 pesawat khusus, 2 mobil Mercy tahan peluru, menyewa 400 mobil sedan khusus, membawa escavator/lift sendiri, ratusan ton logistik, membooking habis tiga hotel berbintang 6, meminta toilet khusus dengan baum kayu gaharu di Masjid Istiglal dan aneka fasilitas fantastis lainnya. Lalu apa makna kunjungan strategis Raja Salman itu ke Indonesia?

Pertama, Jokowi sukses menarik hati Raja Salman. Kunjungan ke Indonesia dengan biaya 130-an miliar Rupiah itu secara langsung menjadi promosi pariwisata di Indonesia khususnya di Bali. Dikabarkan Raja Salman akan menanamkan investasi 7 miliar US dollar ke Indonesia. Pengalihan tempat investasi itu sebagai akibat kebijakan Donald Trump di Amerika Serikat. Donald Trump kini sedang kurang bersahabat dengan Islam dan Timur Tengah dan membuat ketidaknyamanan bagi para investor Timur Tengah.

Mungkin publik ragu akan kemampuan modal yang kini dimiliki Arab Saudi. Sebagai negara mungkin Arab Saudi yang sudah mulai berutang akibat anjiloknya harga minyak, tidak punya banyak dana untuk berinvestasi di negara lain. Negara boleh utang namun tidak dengan para investornya. Para investor swasta Arab Saudi dengan modal besar masih mampu berinvestasi di negara-negara yang dipandang aman dan menguntungkan bagi investasi seperti Indonesia. Itulah sebabnya, Raja Salman membawa banyak pengusahanya untuk menjajaki investasi di Indonesia.

Indonesia sebagai negara Muslim terbesar  di dunia tentu akan mulai dilirik oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah. Indonesia yang digadang-gadang menjadi negara empat besar raksasa ekonomi dunia pada tahun 2050, sangat berpotensi menjadi alternatif bagi para investor Arab Saudi. Dan semangat membara Jokowi untuk membangun Indonesia, dilihat sebagai moment emas investasi para investor Saudi di Indonesia.

Kedua, Jokowi ingin membungkam kaum agamawan sumbu pendek, radikalisme, fanatisme dan segala bentuk kabar miring alias hoax di Indonesia. Dari berbagai isu hoax yang massif sebelumnya dikabarkan bahwa Raja Saudi marah kepada pemerintah Indonesia yang tidak mengakomodasi dan bahkan menekan ormas-ormas sangar semacam FPI dan HTI.

Bahkan ada isu bahwa kedatangan Raja Salman di Indonesia bertujuan untuk bertemu dengan Ketua Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab. Isu itu telah menjadi viral di sosial media yang terus digaungkan oleh kaum sumbu pendek. Walaupun hal itu telah dibantah oleh kedutaan Arab Saudi dengan siaran persnya, namun masih banyak kaum sumbu pendek bahwa Raja Salman akan bertemu secara langsung dengan Rizieq yang sudah didaulat sebagai Iman besar umat Islam Indonesia.
Pertemuan antara Jokowi-Raja Salman, akan menjadi pembuktian kebenaran isu-isu dukungan Raja Salman kepada kaum sumbu pendek. Bisa dipastikan bahwa Raja Salman dalam kunjungannya di Indonesia, hanya akan bertemu dengan Jokowi dan para pengusaha Indonesia dan sama sekali tidak berniat bertemu dengan Rizieq Shihab.

Tentu saja pihak kaum sumbu pendek berusaha keras untuk mempertemukan Rizieq dengan Raja Salman. Bahkan ada isu-isu yang mengatakan bahwa pihak protokoler Arab Saudi sudah menghubungi pihak Rizieq untuk menjajaki kemungkinan pertemuan Rizieq dengan Raja Salman. Pihak istana tentu juga akan berusaha keras agar pihak Raja Salman agar menghindari pertemuan dengan Rizieq. Mengapa?

Jika ada pertemuan Rizieq-Raja Salman, maka kaum sumbu pendek merasa di atas angin. Isu-isu dukungan dari Arab Saudi kepada kaum sumbu pendek untuk membentuk negara khilafah akan memperoleh gairah baru. Sebaliknya jika nantinya Raja Salman sama sekali terbukti tidak bertemu dengan Rizieq Shihab, maka yang akan terjadi adalah kaum sumbu pendek menjadi lesu, lemah, lelah, letih dan loyo dalam memperjuangkan negara khilafah.

Bagi Rizieq sendiri, jika ia gagal bertemu dengan Raja Salman, maka mimpinya menjadi sosok tenar seperti Raja Salman akan semakin pudar. Bukan tidak mungkin Rizieq akan gigit jari menyaksikan Raja Salman dan Jokowi bersua, bersalaman, makan bersama dan ngakak bersama. Apakah Raja Salman hanya mau bertemu dengan Jokowi? Atau juga ingin bertemu dengan Rizieq? Entahlah, hanya Raja Salman yang tahu.

Senin, 27 Februari 2017

Trias Politika : Memahami Al-Maidah 51 Secara Kontekstual



Sejak awal sejarah peradaban Islam hingga sekarang, penafsiran yang dilakukan oleh para penafsir Al-Qur’an beraneka ragam sesuai dengan kapasitas intelektual dan kecenderungan penafsir. Keanekaragaman penafsiran tidak hanya membuktikan fleksibelitas dan elastisitas kandungan Al-Qur’an terhadap perkembangan kehidupan manusia, tetapi juga membuktikan adanya legitimasi keabsahan untuk menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan keinginan masing-masing.

Salah satu dari ragam penafsiran ini adalah penafsiran kontekstual, penafsiran ini belakangan seringkali didiskusikan, apalagi berkaitan erat dengan gegap gempita Pilkada yang terjadi di sejumlah daerah, terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat dalam memilih pemimpin. Tafsir kontekstual merupakan sebuah usaha dari para cendikiawan-cendikiawan muslim agar setiap ayat dalam Al-Qur’an dapat dipahami sesuai dengan tuntutan zaman, atau kekinian.

Dalam Islam, ada 2 sumber hukum utama yang menjadi rujukan dalam memahami ajaran-ajarannya, yaitu Al-Hadits, dan Al-Qur’an. Dalam memahami keduanya diperlukan penafsiran yang mendalam serta komprehensif. Banyak hal yang perlu diperhatikan ketika memahami ayat-ayat yang menjadi sumber hukum dan rujukan dalam Al-Qur’an, salah satunya Asbabun Nuzul (sebab turunnya ayat), ini menjadi penting karena berkaitan erat dengan konteks yang dimaksud dari ayat yang menjadi rujukan.

Tafsir kontekstual dalam pengertian yang sederhana, yaitu penafsiran yang senantiasa mengacu pada setting sosial pada saat wahyu turun dan saat penafsir menafsirkannya sudah ada sejak masa awal Islam. Bahkan Rasulullah SAW adalah sebagai penafsir pertama yang menerapkan penafsiran ini. Itu pun kalau disepakati bahwa semua perilaku beliau, baik perbuatan atau perkataan yang berkaitan dengan Al-Qur’an termasuk sebuah tafsir. Sebagai manusia terbaik yang dituntun wahyu, beliau sangat peka dan mengetahui karakter individu dan gejala-gejala sosial disekitarnya. Oleh sebab itu, beliau kadang memberi dua solusi berbeda untuk satu pertanyaan atau satu peristiwa tergantung kondisi penanya dan konteksnya.

Salah satu permasalahan yang menarik belakangan ini untuk dipahami secara kontekstual adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kepemimpinan, secara khusus berkaitan dengan larangan memilih pemimpin non muslim. Benarkah ayat-ayat ini harus dipahami secara tekstual di negara kita, Indonesia?, yang notabene merupakan Negara yang menganut sistem Trias Politica dalam sistem bernegara. Dimana kedudukan Kepala Pemerintahan Eksekutif, sejajar dengan kedudukan lembaga Legislatif dan Yudikatif secara Nasional, begitu juga kepemimpinan di daerah.

Dalam sejarah peradaban Islam, tercatat Pemimpin (Khalifah) memiliki kekuasaan penuh dalam sistem pemerintahan, tidak dikenal adanya pembagian kekuasaan, tidak dikenal adanya sistem Trias Politica yang berlaku di negara modern. Sehingga pemimpin pada masa itu, memiliki kekuasaan yang absolut layaknya raja-raja pada masa kerajaan di Indonesia. Sehingga wajar jika pemimpin pada masa itu jika di pimpin oleh seorang (non muslim) yang berbeda dari mayoritas masyarakat (muslim) pada saat itu, maka akan sulit sekali mengontrol kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya, karena tidak ada lembaga yang akan mengoreksi dan meninjau kebijakan-kebijakan yang dijalankannya.

Hal ini kemudian menjadi berbeda jika ayat-ayat yang berbicara tentang larangan memilih pemimpin non muslim, dibawa dalam konteks negara demokrasi modern seperti Indonesia. Di Indonesia, pemimpin sudah bersifat kolektif, berdasarkan teori Trias Politica, kekuasaan terbagi menjadi tiga (Pemerintahan/Eksekutif, Parlemen/Legislatif, Kehakiman/Yudikatif). Jadi tidak ada lagi pemimpin berkuasa mutlak seperti pada masa Nabi dan Sahabat, karena sekarang dikontrol oleh kekuasaan lain, yakni MPR/DPR dan kehakiman (MA dan Kejaksaan Agung).

Jadi tidak perlu khawatir, jika kemudian ada pemimpin (Gubernur Non Muslim) karena selain tetap dikontrol oleh Presiden di atasnya, ada Mendagri yang secara hierarki juga berada di atasnya, ada DPRD, Pengadilan, Kejaksaan dan KPK yang semuanya adalah bagian dari pemimpin kolektif, yang siap mengontrol segala kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan undang-undang. Jadi, jika kita ingin membawa Al-Maidah 51 dalam konteks bernegara di Indonesia, maka bukan pemimpin dalam sistem bernegara di Indonesia yang dimaksud, melainkan pemimpin yang memegang kekuasaan penuh (absolut), termasuk pemimpin yang menguasai lembaga-lembaga legislatif maupun yudikatif, sehingga tidak ada kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Jadi jelas, ayat ini tidak berbicara dalam konteks kepemimpinan di negara demokrasi modern. Bijak lah dalam beragama, jangan hanya karena pilkada sesaat, lalu jadi provokator umat.

Rizieq Takut di Intimidasi Masalah Pribadi



Habib Rizieq di rencanakan akan hadir pada Sidang Ahok ke 11, ACTA Advokat Cinta Tanah Air selaku tim kuasa hukum Habib Rizieq mengatakan “Jangan ada intimidasi. Ini hukum publik, jangan ditarik ke privat, ke masalah pribadi saksi, jadi tidak masuk akal, ” kata perwakilan ACTA, herdiansyah di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu Berita link CNN disini. Rizieq Takut di Intimidasi dalam sidang kasus Ahok ke 11.

Herdiansyah memberikan peringatan kepada tim kuasa hukum Ahok agar tak menyerang masalah pribadi. Herdiansyah ini memprediksi bahwa pengacara Ahok direncanakan akan mencecar Rizieq Syihab, spekulasinya ialah pengalaman ketika Ma’aruf Amin didalam persidangan sebelumnya (diklaim) oleh Herdiansyah dicecar tim pengacara Ahok.

“Biarkan saksi berikan keterangan seluas-luasnya, sesuai apa yang disumpah. Kalau mereka berbohong, ada konsekuensi hukum. Tidak perlu diintimidasi”

Kerennya si herdiansyah ini mengancam “Apabila hakim langgar kode etik, kami akan laporkan ke komisi yudisial dan dewan pengawas hakim. Apabila jaksa kami laporkan ke komisi kejaksaan. Apabila pengacara ahok melanggar akan dilaporkan ke organisasi pengacara.” Kata Herdiansyah.

Luar biasa sekali, belum aja terbukti sudah bermain spekulasi. Apa sih masalah pribadi yang ditakutkan oleh Herdiansyah? Memangnya kenapa dengan masalah pribadi tersebut ya kura-kura? Kalau memang tidak terbukti bersalah, logisnya ya ga masalah toh?

Misal nih saya beri contoh. saya tidak melakukan kegiatan WA ke Firza Husein, ketika hal tersebut ditanya. justru akan menjadi penguat saya. Bu/Pak pertanyaanmu ga nyambung, dan lagian saya tidak pernah melakukannya. Simple toh? Malah jadi blunder lagi, karena apa?  Yakan urusannya apa toh? Kasus WA dengan kasus kali ini? Beda konteks.

Nah lain cerita, kalau soal Kriminalisasi, lain cerita juga, kalau soal video di potong durasi.

Kalau pengacara hukum Ahok mencecar dengan pertanyaan tersebut, harusnya ya juga tidak salah. Mengapa?

Tuduhan Kriminalisasi yang diklaim oleh Bumi Datar soal “Kriminalisasi Ulama” Wajar untuk dicecar, karena apa? Dimana letak “Kriminalisasi Ulamanya” Kalau memang Rizieq salah ya sudah sewajarnya untuk ditahan. Logisnya kan gini, mereka mengklaim muluk Ahok “Mulutnya Harimaunya, maka hati hati” Begitu bukan? Nah kalau Rizieq “Mulut Rizieq bukan Harimau? Jadi ga perlu hati-hati dalam mengucap, kalau Rizieq bebas ngomong apa aja. Karena kalau Rizieq ga bebas ngomong apa aja nanti pihak Bumi Datar, protes bilang “Kriminalisasi Ulama”.

Super sekali bukan? Kalau ini gak boleh di cecar, kok semaunya ya? Lagi-lagi semaunya mereka, cuma mereka yang boleh bebas melakukan apa saja. Benar bukan?

FPI Malu, Raja Salman Tidak Berniat Temui Rizieq Shihab



Kedatangan Raja Salman ke Indonesia adalah suatu kebanggaan bagi kita semua. Sejarah mencatat bahwa Raja Arab (penjaga dua kota suci umat islam) datang ke Indonesia 46 tahun yang lalu. Bulan maret 2017 yang akan datang, Raja Salman dengan pasukannya akan berkunjung ke Indonesia. Tak tanggung-tanggung, kedatangannya dengan 1.500 orang, 7 pesawat, 10 orang menteri dan 20 orang pangeran.

Belakangan ini Indonesia lagi riuh dan panas dengan isu Agama. Dimana politik identitas memanaskan suhu politik secara nasional yang hanya berakar pada isu penodaan agama. Hal ini hanya lantaran karena adanya calon pemimpin non-muslim yang ikut bertarung di Pilkada, tepatnya Pilkada DKI Jakarta yaitu Ahok. 

Kedatangan Raja Salman, langsung ramai dimedia, dan menyebutkan bahwa kedatangannya ke Indonesia ada kaitannya dengan berbagai aksi yang terjadi dimana dalam hal ini dikomandoi oleh FPI yang dipimpin imam besarnya yaitu Rizieq Shihab.

Berikut saya ingatkan kembali mengenai Raja Salman yang disebut hendak menemui Rizieq Shihab :

“Prof. Dr. H. Dailami Firdaus ‪Ketua Yayasan Perguruan Tinggi As- Syafi’iyah UIA juga mengapresiasi rencana pertemuan Raja Salman dan Habib Rizieq. “Jadi kalau kabar itu benar bahwa akan ada pertemuan tersebut maka kita menyambut baik,” papar pria yang akrab disapa Bang Dailami.

Menurut anggota DPD dari Jakarta ini, bisa saja pertemuan tersebut terjadi karena ada aksi super damai 212 yang melibatkan jutaan massa umat Islam berkumpul di Monas dengan berzikir dan salawat.

“Aksi tersebut dengan kecepatan informasi menyebar ke seluruh dunia, termasuk Arab Saudi. Tentu saja nama Habib Rizieq yang dikenal ketokohannya dalam aksi tersebut, mungkin membuat Raja Salman menghendaki bertemu dengan Habib Rizieq,” papar Bang Dailami.

————

Kita semua tahu sebelumnya, pendukung dan simpatisan FPI menyebutkan bahwa aksi mereka juga didukung Palestina. Yang kemudian bendera Palestina ikut mewarnai aksi-aksi yang terjadi. Namun pada kenyataannya Kedubes Palestina membantah dan menyesalkan bendera palestin dibawa-bawa dalam aksi yang dikomandoi FPI.

Novel Bakmumin justru menanggapinya dan menyebut kedubes Palestin tidak mewakili negara Palestin. Hal ini alasan yang sungguh irasional. Jika kedubes tidak mewakili negara, lantas mewakili apa?

Begitupun dengan kedatangan Raja Salman, lagi dan lagi FPI harus menanggung malu. Karena tidak ada kaitan kedatangan Raja Salman untuk mengapresiasi berbagai aksi yang terjadi, pun demikian menemui Rizieq Shihab.

Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi membantah kabar Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud akan bertemu dengan Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Shihab saat berkunjung ke Indonesia pada Maret 2017. Bantahan itu disampaikan melalui keterangan tertulis resmi yang dikeluarkan Kedutaan.

Kedutaan menjelaskan Raja Salman akan datang ke Indonesia untuk memenuhi undangan Presiden Joko Widodo yang pada 2015 berkunjung ke Saudi. “Berkaitan dengan apa yang tersebar di situs jejaring sosial selain pernyataan di atas adalah informasi yang tidak benar.” Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi menyampaikannya pada Jumat, 27 Januari 2017.

Rencana kedatangan Raja Salman pernah disampaikan Presiden Jokowi saat mengumumkan penambahan kuota haji. Jokowi mengapresiasi pengembalian kuota haji yang diputuskan pemerintah Saudi melalui menteri haji dan umrah.

Selain mengembalikan kuota haji Indonesia menjadi 211.000 jemaah, pemerintah Saudi menambah kuota haji sebesar 10.000. Dengan begitu, kuota haji Indonesia pada 2017 menjadi 221.000. 

Salah satu yang akan dibahas dalam kunjungan yang berlangsung selama 1-9 Maret 2017 tersebut adalah mengenai kerja sama di bidang minyak dan gas (Migas).

Kepala Biro Komunikasi Layanan Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko mengatakan, kerja sama terkait minyak yang akan ditawarkan kementeriannya adalah impor minyak dengan harga spesial atau preferred price. 

Menurut Sujatmiko, masalah tersebut sebelumnya sudah dibicarakan Menteri ESDM Ignasius Jonan dengan Menteri Energi Arab Saudi di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE), Januari lalu.

Jelas bahwa kedatangan Raja Salman ke Indonesia tak lain adalah untuk kerjasama dan meningkatkan hubungan kedua negara. Yang perlu kita ketahui, Indonesia punya Pertamina dan Arab punya Aramko, tentunya jika kerjasama mengenai kilang minyak dan energi ini terjalin dengan baik, hal ini sangat strategis untuk memajukan perekonomian Indonesia.

Jokowi paham bahwa kerja sama dengan Raja Salman akan lebih menguntungkan pada bidang minyak. Dan dunia tentunya mengetahui Timur Tengah dan Arab adalah ladang minyak. Selain ada kerjasama dalam bidang lainnya seperti kuota haji, budaya, pendidikan, dan lain-lain.

Saya rasa, yang menyebutkan dan menggembar-gemborkan kedatangan Raja Salman untuk apresiasi aksi yang terjadi dan hendak menemui Rizieq Shihab akan sangat malu. Terutama FPI dan barisan simpatisan yang mendukung mereka.

Lho wong diundang Jokowi kok, masa disebut mau nemui Rizieq yang sedang tersandung aneka ragam kasus nan pahit.

Kita selalu di wacanakan tentang terorisme ataupun gerakan radikal yang tentunya hal ini juga tidak bisa jika menegasikan konservatisme agama. Dalam artian lain, Indonesia memang tengah disusupin doktrin Wahabi, namun bukan ini yang menjadi pokok persoalan kedatangan Raja Salman. So, jangan kepedean dulu jika kedatangan Raja Salman tersebut akan menemui Rizieq Shihab. Ini masalah investasi dan kerjasama antar kedua negara bukan tentang takbir dan kafir.

Disisi lain, saya juga heran jika ada opini mengenai negara mengemis dengan Raja Salman. Yo mbok jangan emosional jika menilai. Kerjasama tentunya menghendaki untuk saling menguntungkan. Kalau istilah Jokowi “menang sama menang” ketika menanggapi freeport. Pun demikian dalam kerjasama dengan Raja Saman (Arab Saudi). Istilah mengemis itu justru tanggapan yang pesimis. Belum apa-apa, sudah lunglai. Kerjasama dengan Raja Salman adalah langkah stretegis bukan mengemis. Apalagi jika yang dibicarakan soal minyak dan gas, tentunya hal ini akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

Orang datang disebut kita mengemis, orang diundang disebut mau nemui pemimpin demo. Akhh ternyata Raja Salman lebih apik memilih Bali untuk berlibur yang masyarakatnya bukan golongan mayoritas. Hal ini dapat menjelaskan bahwa islam itu tidak menghendaki SARA. Tidak seperti pentolan FPI Munarman yang memfitnah pecalang di Bali hingga harus berurusan dengan polisi.

Akankah FPI menyebutkan Raja Salman tidak mewakili Arab, ketika kedubes Arab membantah kabar Raja Salman akan bertemu RS? Seperti mereka menyebutkan kedubes Palestin tidak mewakili negaranya, saat kedubes Palestin menyesalkan bendera negaranya dibawa-bawa demo.

Mari kita menikmati secangkir kopi khas Nusantara, sambil menunggu lagu “menanti sebuah jawaban” yang tentunya bukan lagu Padi. 

Indonesia.. Raya Lah!

Minggu, 26 Februari 2017

Ketua MPR Ajak Umat Islam Bersatu dan Tak Terpecah Belah



Jakarta - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menghadiri Rakernas Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Di depan peserta Rakernas, Zulkifli berharap umat Islam menghilangkan segala macam perbedaan dan memperkuat persatuan.

"Menghilangkan segala perbedaan yang membuat Islam gampang terpecah dan mencari persamaan, agar persatuan dikalangan umat Islam semakin terjalin dengan erat. Hanya dengan bersatu, umat Islam bisa maju dan menentukan masa depan bangsa," ujar Zulkifli di acara Rakernas di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (25/2/2017).

Selain itu, Zulkifli juga berpesan umat Islam sudah waktunya peduli terhadap politik dan mau berkiprah di jalur partai politik. Zulkifli sendiri juga menjabat sebagai ketum Partai Amanat Nasional (PAN).

"Bahkan bertarung untuk mendapatkan jabatan politik, baik sebagai kepala daerah, anggota DPR maupun menjadi presiden. Karena hanya dengan menjadi kepala daerah, anggota DPR dan Presiden sajalah, umat Islam bisa turut mengatur bangsa dan negara," ujar Zulkifli.

"Juga turut menentukan masa depan bangsa, bukan hanya mengekor, atau ikut-ikutan saja, tak bisa menetukan arah dan tujuan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," imbuhnya.

Selain Rakernas, digelar juga tasyakuran setengah abad keberadaan DDII. Rakernas dan Tasyakuran itu dihadiri perwakilan DDII dari seluruh Indonesia, termasuk utusan dari Malaysia dan Singapura.
(rna/dkp)

Menebar Toleransi Mencegah Krisis

MENJAGA dan merawat Indonesia adalah tugas luhur seluruh warga, khususnya para elite kepemimpinan politik dan keagamaan. Para elite mestinya tidak kenal lelah untuk menjaga negeri ini agar dijauhkan dari berbagai risiko disintegratif.

Kekhawatiran disintegrasi yang mengemuka belakangan ini terutama terkait dengan kontestasi politik, kesenjangan ekonomi, dan isu suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA). Faktor-faktor disintegrasi itu, jika salah dikelola, dapat mengganggu perekonomian nasional, bahkan memecah belah negara.

Kontestasi politik, khususnya pemilihan Gubernur DKI Jakarta, telah memorak-porandakan fondasi bangunan kesatuan bangsa. Syahwat kekuasaan merasuki sebagian orang untuk menghalalkan segala cara, termasuk mengembangbiakkan isu kesenjangan sosial dan SARA. Nafsu kekuasaan telah membutakan mata atas upaya pemerintah untuk mengatasi kesenjangan sosial.

Harus jujur dikatakan bahwa ada kesenjangan sosial dan pemerintah sudah bekerja keras untuk mengatasinya. Pemerintah sudah bekerja setengah mati untuk menurunkan Gini ratio dari 0,402 pada 2015 menjadi 0,397 pada Maret 2016. Tentu saja pemerintah harus bekerja mati-matian lagi untuk terus menekan kesenjangan ekonomi.

Pemerintah sudah menyiapkan strategi mengatasi kemiskinan, pengangguran, serta kesenjangan sosial dan ekonomi. Inti dari strategi itu ialah ekonomi yang berkeadilan. Percuma pertumbuhan ekonomi tinggi kalau hanya dinikmati segelintir orang. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil ialah membangun dari pinggiran, dari pulau-pulau terdepan, dan dari desa.

Pembangunan ekonomi berkeadilan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sumber pendanaannya antara lain dari pajak. Karena itulah, Presiden Joko Widodo terlibat aktif dalam sosialisasi amnesti pajak pada tahap pertama. Sayangnya, belakangan ini, konsentrasi Presiden Jokowi melakukan sosialisasi amnesti pajak malah tersedot untuk mengatasi masalah intoleransi. Hampir setiap hari Presiden menerima tamu untuk membicarakan intoleransi.

Sebagai gambaran, saat Presiden Jokowi aktif memberi sosialisasi, program amnesti pajak periode pertama (Juli-September 2016) menghasilkan deklarasi sebesar Rp3.604 triliun dengan nilai repatriasi Rp137 triliun dan tebusan Rp97 triliun.

Dalam amnesti pajak gelombang kedua (Oktober-Desember 2016), Presiden sudah sibuk dengan persoalan intoleransi. Nilai deklarasi pun cuma mencapai Rp692 triliun dengan repatriasi sebesar Rp4 triliun dan tebusan Rp9,5 triliun.

Jangan sekali-kali membiarkan isu SARA mengganggu ekonomi. Karena itu, publik berharap, sangat berharap, elite kepemimpinan politik dan keagamaan menghentikan kebiasaan busuk menggiring isu SARA untuk kepentingan kontestasi pilkada. Bahkan, diduga ada yang membonceng isu pilkada dengan menebarkan SARA dan kesenjangan sosial dengan tujuan mengganti ideologi negara.

Negara ini membutuhkan pemimpin yang mempersatukan dan tidak membuat keresahan. Bangsa ini juga membutuhkan elite kepemimpinan politik dan keagamaan yang nasihatnya meneduhkan untuk merenda toleransi.

Bila menebar toleransi, para elite niscaya menjala keutuhan dan kesatuan bangsa. Sebaliknya, bila benih-benih disintegratif yang ditebar, tentu bangsa ini akan menuai krisis ekonomi.

Sumber

TOLERANSI DALAM MENJAGA KEBERAGAMAN BANGSA



Krisis inilah yang di hadapi bangsa Indonesia, bukan krisis moneter, ekonomi, dan sembako, tetapi Indonesia krisis toleransi, krisis ini akan semakin parah karena memang ada sebagian oknum yang berfaham radikalisme memanfaatkan momen ini sebagai langkah bagus untuk memulai aksi mereka.
Bagi kita menjadi orang Indonesia itu takdir kemajemukan etnis, agama dan adat istiadat dari sabang sampai merauke yang terpenting bagaimana bangsa ini menghadapi takdir kemajemukan, dalam menghadapi hal ini diperlukan sikap toleransi efektif yang mengakar dari kota sampai pelosok desa, dari sabang sampai merauke.
Jadi kemajemukan Indonesia tidak akan dapat di hilangkan, karena kalau kemajemukan di hilangkan maka tidak ada nilai bangsa ini karena kemajemukan sudah menjadi ciri khas bangsa ini.
Sebelum zaman imperialis invasi (menjajah) bangsa ini, indonesia terdiri dari banyak kerajaan yang tumbuh subur di bumi nusantara, kerajaan yang besar itu di antaranya majapahit dan sriwijaya, kedua kerajaan ini wilayahnya sampai ke negara tetangga keduanya menjadi simbol bangsa indonesia di kemudian hari.
Awal petaka krisis toleransi terjadi pada masa penjajahan, terutama penjajahan belanda dengan politik DIVEDE ET EMPIRE (politik mengadu domba), mulailah belanda memprovokasi suku, agama, pribumi dan bangsawan, semua di lakukan agar belanda bisa menjajah Indonesia selama lamanya dengan tidak bersatunya Indonesia, belanda mudah mengalahkan perjuangan rakyat Indonesia.
Dalam masa penjajahan belanda kita kenal seorang provokator ulung yang di beri tugas penjajah belanda yang bernama SNOUK HORGANYE untuk membuat isu sara atas nama agama dengan lihai dan provokatif ia berhasil memecah belah bangsa ini, karena belanda tahu bahwa Indonesia itu majemuk agama, etnik dan budaya dan karena itulah belanda harus membuat krisis toleransi indonesia guna mewujudkan impralisnya (penjajahan).
Pelajar Indonesia mulai merasakan pentingnya persatuan untuk mengatasi politik adu domba, pada awal pergerakan membentuk persatuan sulit sekali apalagi pada waktu itu bangsa ini majemuk krisis bukan hanya krisis toleransi tetapi juga multi krisis yaitu ; ekonomi, sandang pangan, kehormatan dan lain lain.
Maka langkah awal untuk membuat persatuan bangsa indonesia di perlukan pengembangan toleransi efektif dari anak bangsa, dengan adanya toleransi efektif sikap egoisme dari masing masing daerah bisa di redam dan semua daerah harus mendukung kemerdekaan Indonesia dengan jalan persatuan dan toleransi yang membumi di setiap lapisan masyarakat.
Dengan adanya persatuan ini kumpulah pemuda dari berbagai daerah sehingga tercetuslah 28 Oktober sebagai hari sumpah pemuda yang berbunyi; KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA, MENGAKU BERTUMPAH DARAH YANG SATU, TANAH AIR INDONESIA. KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA MENGAKU BERBANGSA SATU, BANGSA INDONESIA. KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA, MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA.
Sumpah pemuda bisa terbentuk karena bangsa Indonesia bisa toleran antar etnis, agama dan budaya, coba bayangkan andaikan pada waktu itu sikap pemuda intoleran mana mungkin bisa terjadinya sumpah pemuda sebagai wadah persatuan bangsa Indonesia.
Sekarang ini bangsa Indonesia krisis toleransi untuk mengobati marilah belajar dari sejarah masa lalu jangan melupakan sejarah bagaimana perjuangan pemuda pemuda bangsa dalam mewujudkan kemerdekaan dengan senjata persatuan yang di mulai dari pengembangan sikap toleran efektif.
Dalam pedoman umat Islam sendiri yaitu Alqur’an memberikan konsep yang sagat toleran. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam Alquran, "Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu. Allah SWT mengumpulkan antara kita dan kepada Allah SWT-lah kita kembali." (QS asy-Syura [42]: 15).
Oleh karena itu bagi kita terutama umat islam haruslah lebih melakukan toleran tersebut, sebab Allah SWT sudah jelas-jelas menerangkan konsep toleran tersebut.
Konsep tasamuh (toleransi) yang diajarkan Islam secara baik bisa dijalankan kaum Muslimin di Tanah Air. Indonesia sebagai penganut budaya ketimuran yang sopan, ramah, dan toleran, dapat dengan mudah menjalankan ayat tersebut. Bahkan, jangankan bertoleransi untuk agama. Kemaksiatan dan kemungkaran sekalipun tak jarang mendapat toleransi di beberapa kultur masyarakat.
Wakil Presiden, KH Hasyim Muzadi mengatakan, umat Islam Indonesia kiranya menjadi umat yang paling toleran sedunia. Toleransi beragama yang dicontohkan umat Islam di Tanah Air ternyata jauh lebih dewasa dan bijak dibanding negara-negara luar.
Kemajemukan etnik, agama dan adat istiadat dari sabang sampai merauke adalah takdir bagi bangsa indonesia, Allah swt telah menentukan takdir yang terbaik bagi bangsa indonesia dan sebagai rasa syukur kita kembangkan sikap toleransi efektif sehingga indah pada waktunya.
BHENEKA TUNGGAL IKA (berbeda beda tetap satu jua) harus kita hayati dan amalkan sebagai sikap university (kesatuan) untuk menanggulangi sikap radikalisme yang kian membumi di negara ini dan sikap yang pertama untuk meralisiasikan mulai dari diri sendiri yaitu dengan mengembangkan sikap toleransi efektif bukan sekedar toleransi formalitas karena dengan sikap inilah bisa menjadi obat /filter untuk mengatasi krisis toleransi indonesia.
Selain itu juga kita juga perlu melaksanakan toleransi di berbagai lingkungan. Adapaun lingkungan itu sendiri diantaranya :
Di Lingkugan Keluarga
Dalam keluarga hendaknya terjalin hubungan timbal balik antara orangtua dengan anak. Semua pihak dalam keluarga harus saling hormat menghormati, saling harga menghargai antar anggota keluarga.
Di Lingkunan Masyarakat
Dalam masyarakat terdapat warga masyarakat dari berbagai latar belakang, suku, rasta, budaya dan agama. Masing-masing individu harus menyadari bahwa kita berada dalam suatu negara kesatuan dan satu bangsa yaitu bangsa indonesia
Dalam Kehidupan bernegara
Demokrasi Pancasila mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat. Untuk itu maka msing-masing pihak harus bertoleransi, belajar menghargai dan menghormati suara terbanyak, walaupun tidak cocok di hati.
 

Kamis, 23 Februari 2017

Betapa Kuatnya Umat Islam di Negara Kita, Seandainya Mau tolak Freeport…




Pertarungan Freeport melawan pemerintah Indonesia semakin nyata.

Boss Freeport Mc Moran Richard Ackerson bahkan sudah mengancam akan mem-PHK 12 ribu karyawan dalam minggu ini. Ancaman itu bagian dari gertak Freeport sebelum mereka berencana membawa masalah ini ke arbitrase.

Menteri Jonan pun tidak kalah kerasnya. Ia tetap berpegang bahwa Freeport sebaiknya mematuhi peraturan yang ada atau merubah diri menjadi tambang biasa. Perang urat syaraf dibangun di media, bahkan Donald Trump dikabarkan memantau semua perselisihan ini.

Setelah 50 tahun, baru kali inilah Indonesia menyatakan diri dengan tegas terhadap kedaulatan negara ini melawan Freeport. Nasionalisme bangsa dipertaruhkan, karena melawan Freeport bukan main2. Freeport adalah wajah Amerika di Indonesia. Dampaknya bisa sangat buruk untuk keamanan negeri kita.

Dan seharusnya, inilah waktu kita menunjukkan kecintaan kepada negara dengan memberikan dukungan moril supaya pemerintah tetap konsisten pada pendiriannya.

Seharusnya mulai muncul poster2 perlawanan di media sosial supaya kita "ganyang Amerika".

Seharusnya juga ada mobilisasi massa atas nama umat Islam - sebagai agama terbanyak di Indonesia - dari seluruh Indonesia. Masjid2 mengumandangkan takbir penuh patriotisme dan kotbah2 Jumat diisi dengan nada berapi2 sudah saatnya kita berdiri di atas kaki sendiri.

Seharusnya juga pesantren2 di seputaran Jakarta mengirimkan santrinya untuk longmarch sebagai bentuk perlawanan terhadap kesombongan Amerika.

Seharusnya juga Aa Gym berdoa di twitter mendoakan pemerintah supaya jangan takut umat Islam dibelakang mereka. Atau naik kuda ala panglima Diponegoro dengan pose gagah.

Seharusnya Tengku Zulkarnaen mulai marah2 di twitter membakar semangat umatnya. Seharusnya juga KH Maruf Amin dan jajarannya di MUI mengeluarkan fatwa wajib hukumnya membela negara.

Seharusnya Habib Rizieq berada di podium bagai singa mengaum menggelorakan semangat kaum muda. Shalat subuh berjamaah di seluruh wilayah digerakkan untuk menunjukkan kekuatan umat Islam di Indonesia.

Seharusnya juga ustad Arifin Ilham mengajak umat berzikir dengan suara serak2 basah untuk keamanan Indonesia. Ustad Yusuf Mansur seharusnya membuat video di Instagram dengan mimik marah, "Freeport jangan ditiru ya nak, jangan ditiru !"

Dan seharusnya Monas dikelilingi lautan 7 juta manusia menggertak Amerika supaya patuh pada hukum di Indonesia.

Seharusnya begitu, Amerika adalah lawan yang sepadan untuk itu.

Sayangnya, mereka semua hanya berani berhadap2an dengan hanya seorang Ahok saja.
Hanya dengan seorang Ahok saja..

Bah ! Amerika bisa ketawa ngakak kalau mereka tahu. Donald Trump pasti sedang taruhan ma wakilnya, "Demi rambut palsu, kirimkan seorang Ahok lagi kesana, hancurlah Indonesia.."
Meski pait, kopi terpaksa harus diseruput dulu..**

Sumber : facebook Denny Siregar

Sumber 

Jonan: Freeport Ini, Bayar Rp 8 Triliun Saja Rewel Banget



KOMPAS.com-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia sangat sedikit dibanding dengan penerimaan dari sektor lainnya.

Pernyataan itu disampaikan Jonan menanggapi ancaman Freeport McMoran Inc yang berniat menggugat Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional.

Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menganggap Pemerintah Indonesia berlaku tak adil lantaran menerbitkan aturan yang mewajibkan perubahan status kontrak karya (KK) ke izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

"Penerimaan negara dari cukai rokok itu tahu enggak? Cukai rokok di Indonesia berapa sekarang? Rp 139,5 triliun satu tahun. Nah, Freeport ini yang bayar Rp 8 triliun saja rewel banget," katanya saat mengisi Kuliah Tamu dan Workshop Capasity Building Energi Baru Terbarukan (EBT) oleh Pemuda Muhammadiyah di Hall Dome Universitas Muhammadiyah Malang, Selasa (21/2/2017).

Jonan menyebutkan, PT Freeport Indonesia telah membayarkan royalti dan pajaknya ke negara sebesar Rp 214 triliun selama 25 tahun. Dengan begitu, Freeport memberikan kontribusi Rp 8 triliun per tahun untuk penerimaan pemerintah.

Jonan juga membandingkannya dengan devisa negara dari tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencapai Rp 144 triliun pada tahun 2015. Angka itu, menurut dia, jauh lebih tinggi dibanding dengan yang didapat dari Freeport.

Ia juga membandingkannya dengan PT Telkom yang menyumbang penerimaan negara sebanyak Rp 20 triliun.

"Kalau PT Telkom bayar ke negara, pajak dan sebagainya itu Rp 20 triliun. Freeport hanya bayar Rp 8 triliun. Jadi, tolong kalau diprotes-protes, saya terima kasih. Bapak-bapak, Saudara-saudara, kita juga kasih tahu ke Freeport, tolong kalau ribut yang proporsional," ujarnya.

Jonan juga menyampaikan nilai jual Freeport yang tidak lagi mahal. Menurut dia, nilai jual Freeport dengan segala tambang yang ada di seluruh dunia hanya sebesar 20 miliar dollar AS.

Angka itu jauh lebih rendah dibanding nilai jual PT Telkom Indonesia yang mencapai 29 miliar dollar AS dan Bank Central Asia yang memiliki nilai jual yang sama. Ia juga membandingkannya dengan nilai jual BRI yang mencapai 21 miliar dollar AS.

"Freeport sudah tidak besar. Ini bukan menistakan lho ya. Ini fakta," ujarnya.

Selasa, 21 Februari 2017

Radikalisme Ancam Persatuan Indonesia



Rimanews - Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi perbedaan dan menghormati kemajemukan suku dan budaya sesuai dengan ideologi Pancasila. 
Semua warga negara Indonesia wajib saling menghormati antar sesama serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari berbagai gangguan, baik dari dalam maupun dari luar negeri.

"Sebagai warga negara Indonesia, kita harus bisa membela negara ini dari berbagai upaya untuk memecahbelah NKRI," kata Pembantu Rektor II Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Waryono Abdul Ghofur, Jumat (22/04/2016).


Ancaman nyata yang dihadapi bangsa Indonesia, kata dia, adalah masuknya paham radikal dan terorisme yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila. Radikalisme menjadi ancaman bagi persatuan bangsa.
Menurut Waryono, saat ini bangsa Indonesia tengah menghadapi ancaman besar dari pengikut paham radikalisme dan terorisme, terutama kelompok militan, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). 
Hal itulah yang wajib diantisipasi seluruh elemen bangsa, karena ancaman ISIS ini bukanlah sekadar isapan jempol belaka, tetapi telah menyebar bagai virus yang mematikan.

Tidak hanya menyerang bangsa Indonesia dari sisi ideologi dan pemahaman, aksi terorisme malah telah terjadi di Indonesia. 
Sejak Bom Bali sampai terakhir Bom Thamrin, menjadi bukti, bahwa negara ini tengah menghadapi ancaman besar. Dengan begitu, tidak ada lain bagi bangsa Indonesia, selain menghadapi dan mencegah agar aksi terorisme itu tidak terjadi lagi di Bumi Nusantara.

"Tugas warga negara itu membela negaranya agar negara itu tetap utuh dan tidak terganggu dengan berbagai hal yang membuat negara itu hancur," ujar dia. 
Menurutnya, tidak hanya pengaruh dari luar seperti ISIS, pengaruh dari dalam pun juga harus diantisipasi. "Musuh dalam selimut seperti itu justru lebih repot. Mereka seolah-olah bertindak atas negara dan agama, padahal tindakan mereka justru ingin menghancurkan agama," terang Waryono.

Contoh musuh dalam selimut itu, lanjut Waryono, adalah para pelaku aksi terorisme dan penyebar paham radikalisme yang justru warga negara Indonesia sendiri. Itu dibuktikan dengan banyaknya orang Indonesia yang menjadi pengikut ISIS. 
Bahkan mereka rela melakukan tindakan-tindakan kekerasan, bahkan bom bunuh diri, yang korbannya justru saudara sesama Bangsa Indonesia. Jelas tindakan itu tidak dibenarkan. 
Tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar ajaran agama yang tidak membenarkan tindakan kekerasan, apalaagi membunuh sesama manusia.

"Jelas tindakan radikalisme dan terorisme itu tidak boleh, baik secara hukum negara maupun agama. Namanya merusak dan merongrong, apalagi membunuh, dimanapun pasti tidak dibenarkan,” tutur Waryono.

Sumber Berita

Politisasi Agama Terhadap Ahok Ternyata Sejarah Yang Terulang Kembali! Bantu Share!



CeritaNews.com - Dulu, "mereka" ramai-ramai menolak Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI karena menurut mereka, dalam Islam, seorang perempuan "haram" menjadi pemimpin politik apalagi memimpin sebuah negara.

Berbagai dalil mereka kumpulkan untuk mendukung pendapat-pendapat mereka. Berbagai fatwa pun mereka himpun untuk menyokong argumen-argumennya.

Meskipun Bu Mega jelas beragama Islam, mereka tidak peduli. Bahkan mereka menuding Bu Mega itu "Islam Hindu" hanya karena sang ayah memiliki hubungan sejarah dengan Bali.

Dulu pula, "mereka" ramai-ramai menentang, menolak, dan menjegal KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Presiden RI. Kali ini alasan pengharaman mereka karena Gus Dur buta.

Menurut mereka, dalam Islam, seorang pemimpin negara tidak boleh memiliki "cacat fisik". Lagi-lagi mereka menghimpun berbagai teks, dalil, dan fatwa untuk mendukung, memperkuat, dan melegitimasi pendapat dan sikapnya.

Padahal Gus Dur seorang tokoh Muslim terkenal di seantero jagat, pemimpin ormas Islam terbesar di Tanah Air, Nahdlatul Ulama (NU), kiai yang sangat mumpuni wawasan keislamannya, berpuluh-puluh tahun belajar Islam di pesantren, Mesir, dan Irak, ahli Bahasa Arab dan kitab-kitab keislaman, putra seorang mantan Menteri Agama dan pejuang bangsa (KH A. Wahid Hasyim), cucu seorang ulama besar, pahlawanan nasional, dan pendiri NU (Syeikh Hasyim Asy'ari). Kurang apa coba "Islam"-nya Gus Dur? Kenapa mereka tolak juga?

 Dulu pula, meski tidak terlalu dulu, mereka juga ramai-ramai menentang dan menolak Pak Jokowi.

Kali ini alasannya karena beliau seorang "Islam abangan" lah, "Islam KTP" lah, "Islam Kejawen" lah, tidak bisa mengucapkan kalimat "as-salamu alaikum warahmatullah wa barakatuh" dengan fasih, apalagi ngomong Bahasa Arab.

Jika Bu Mega dituduh dekat dengan Hindu, Pak Jokowi dituduh dekat dengan Kristen. Dekat dengan Kristen saja dipersoalkan apalagi Kristen beneran. Lagi-lagi, seperti biasa, mereka mengumpulkan sejumlah dalil untuk menyokong pendapat dan argumentasinya.

Sekarang, mereka ramai-ramai lagi gerudag-geruduk kesana-kemari. Kali ini targetnya Koh Ahok.

Lebih brutal lagi serangan mereka ke Ahok karena si Koh ini sudah Cina, Kristen pula.

Karena berstatus "minoritas ganda", Koh Ahok lebih mudah jadi target empuk kampanye hitam oleh para pecundang agama dan politik ini.

Berbagai dalil tumpah-ruah dikutip untuk mendukung pendapat, argumen, sikap, dan tindakan gelap-mata dan membabi buta mereka.

Para mafia agama dan politik inipun rajin konsolidasi dan kusak-kusuk untuk menjegal Ahok.

Uniknya atau lucunya, kenapa "mereka" tidak mempersoalkan Pak SBY, Pak Wiranto, atau Pak Prabowo Subiyanto? Bukankah mereka, sebagaimana Bu Mega dan Pak Jokowi, juga sama-sama "Muslim abangan"??

Jadi, masihkah anda percaya, kalau apa yang "mereka" lakukan itu "atas nama" atau "demi membela" Islam"??


Silahkan dishare jika berkenan, terima kasih.

Sumber Berita 

Senin, 20 Februari 2017

PP Muhammadiyah: Aksi Damai 212 Dipelopori Kelompok Islam Radikal



Sebarr.com, Jakarta - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menilai Aksi Damai yang dimotori oleh kelompok Forum Umat Islam besok, Selasa (21/2/2017) tidak ada manfaatnya. PP muhammadiyah meminta masyarakat tidak ikut turun ke jalan dalam aksi Aksi Damai 212 Jilid II besok.

Muhammadiyah menilai aksi tersebut sangat tidak bermanfaat dan dipelopori oleh kelompok Islam radikal. Selain itu, organisasi Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu berpendapat aksi tersebut sudah ditunggangi banyak kepentingan untuk memecah belah umat Islam.

“Aksi Damai 212 sangat tidak bermanfaat, masyarakat menggelar aksi yang dipelopori oleh kelompok radikal Islam. Hal ini sangat tidak bermanfaat karena ditunggangi banyak kepentingan untuk memecah belah umat Islam. Masyarakat diimbau untuk tidak mengikuti Aksi Damai 212,” demikian pernyataan Muhammadiyah dikutip dari laman resminya, Senin (20/2/2017).

Seperti diketahui, Aksi Damai 212 Jilid II yang akan digelar di depan Gedung MPR/DPR kali ini dimotori oleh Forum Umat Islam (FUI). Ada ribuan orang yang akan datang memenuhi gedung wakil rakyat yang berada di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, tersebut.

Dalam aksi tersebut mereka menuntut penegakan hukum terhadap terdakwa kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ‎yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tak hanya itu, aksi ini juga untuk menggalang dukungan penolakan kriminalisasi terhadap para ulama.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwuno menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan surat pemberitahuan dari perwakilan FUI tentang rencana aksi membela Islam itu. "Kita sudah menerima surat tersebut dari FUI," kata Argo, Minggu 19 Februari 2017.

Argo menambahkan, pihak kepolisian akan mengerahkan personel yang cukup dalam menerapkan sistem pengamanan di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Namun, ketika ditanya berapa jumlah personelnya yang disiapkan, Argo mengaku belum mendata jumlahnya.

"Nanti kita update dengan jumlah massa yang akan datang," pungkasnya.

Sumber 

NU Sebut Aksi Damai 212 Penuh dengan Muatan Politik



JAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) menegaskan tak pernah mendukung Aksi Bela Islam Jilid I hingga Aksi Damai 212 Jilid II yang akan dilakukan esok, Selasa 21 Februari 2017. Aksi berseri yang kali ini dipelopori Forum Umat Islam (FUI) akan dilakukan di depan Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta Pusat. 

“Sikap NU terhadap aksi bela Islam dari jilid I sampai sekarang tidak mendukung secara organisasi. Adapun apabila ada yang terlibat atau mendukung itu atas nama pribadi,” kata Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Ahmad Zahari lewat keterangan tertulis kepada Okezone, Senin (20/2/2017).

Kiai Ahmad mengatakan, NU yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia itu tidak mendukung aksi tersebut lantaran penuh dengan muatan politik. Selain itu, aksi-aksi yang muncul tersebut penuh dengan intrik yang berhubungan dengan Pilgub DKI Jakarta 2017. 

“Aksi tersebut penuh dengan muatan politik. Penuh dengan intrik yang berhubungan dengan Pilkada DKI Jakarta. NU tetap pada komitmen dengan prinsip tawasut, tawazun, dan i'tidal dalam bingkai NKRI,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Aksi Damai 212 Jilid II yang akan digelar di depan Gedung MPR/DPR kali ini dimotori oleh Forum Umat Islam (FUI). Ada ribuan orang yang akan datang memenuhi gedung wakil rakyat yang berada di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, tersebut. 

Dalam aksi tersebut mereka menuntut penegakan hukum terhadap terdakwa kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ‎yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tak hanya itu, aksi ini juga untuk menggalang dukungan penolakan kriminalisasi terhadap para ulama. 

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwuno menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan surat pemberitahuan dari perwakilan FUI tentang rencana aksi membela Islam itu. "Kita sudah menerima surat tersebut dari FUI," kata Argo, Minggu 19 Februari 2017.

Argo menambahkan, pihak kepolisian akan mengerahkan personel yang cukup dalam menerapkan sistem pengamanan di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Namun, ketika ditanya berapa jumlah personelnya yang disiapkan, Argo mengaku belum mendata jumlahnya. 

"Nanti kita update dengan jumlah massa yang akan datang," pungkasnya. (fas)
(amr)
 

Minggu, 19 Februari 2017

GNPF MUI dan Habib Rizieq Nyatakan Tidak Ikut Aksi 212



Jakarta - Tim Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) menyatakan tidak ikut dalam aksi 21 Februari (212) mendatang. Selain itu, Ketua Dewan Pembina GNPF MUI Habib Rizieq Syihab dan FPI juga dipastikan absen dalam aksi tersebut. Hal itu disampaikan oleh Pengacara GNPF MUI, Kapitra Ampera.

"Dalam aksi 212, 21 Februari 2017 pengurus GNPF tidak ikut aksi. Habib Rizieq selaku Dewan Pembina, termasuk Pak Munarman tidak ikut turun karena itu domainnya umat. Tiga tokoh ini tidak akan ikut aksi kecuali ada kejadian yang tidak kita inginkan," ujar Kapitra yang didampingi oleh Munarman di Masjid Al Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/2/2017).

"Ini tidak ada FPI ya. FPI dan GNPF MUI secara lembaga tidak ikut ikut dalam aksi ini," lanjutnya.

Kapitra juga menjelaskan, dalam aksi 212 tidak ditunggangi oleh kepentingan bermuatan politik. Aksi tersebut hanya untuk menyampaikan aspirasi.

"Aksi yang dilakukan FUI itu hanya penyampaian aspirasi penegakan hukum tidak ada agenda politik di situ agar ada Justice for All. Menyampaikan fenomena hukum tidak agenda lain tidak agenda politik ini kegiatan damai," kata Kapitra.

Meski tidak mengikuti aksi, GNPF MUI akan tetap memantau jalannya aksi pada Selasa (21/2) mendatang.

"Kita tentu akan memonitor kalau aksi ini menyampaikan suatu tuntutan agar diperjuangkan oleh lembaga representasi masyarakat yang ada di DPR kita dukung. Kalau di luar itu kita mengimbau dan meminta tidak ada agenda lain di luar itu. Kita tunjukan kita damai dalam aksi," ungkap Kapitra.

Sebelumnya diberitakan, massa dari Forum Umat Islam (FUI) akan menggelar aksi pada 21 Februari 2017 di kawasang gedung DPR/ MPR. Mereka menuntut untuk mengawal proses hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Kami juga mengimbau kepada seluruh umat untuk bersatu padu pada hari Selasa tanggal 21 Februari 2017 atau Aksi Bela Islam 212 demi tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia," kata Al Khaththath di Hotel Sofyan, Jalan Cut Meutiah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/2/2017).

Pihak kepolisian telah siap untuk mengamankan aksi tersebut. Polri akan menurunkan 10 ribu lebih personel.

"Polri sudah menyiapkan pengamanannya, kita akan kerahkan 10 ribu lebih personel untuk mengamankan aksi 21 Februari tersebut. Akan kita kawal dan kita jaga," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono kepada detikcom, Minggu (19/2).

Polda Metro Jaya telah menerima surat pemberitahuan dari koordinator aksi terkait rencana demo tersebut, pada Sabtu (18/2) kemarin. Massa rencananya akan melakukan aksi selepas salat subuh.

"Rencananya dari pagi pukul 07.00 WIB mereka sudah bergerak ke depan DPR," imbuhnya.
(nkn/dnu)