Cari Blog Ini

Sabtu, 22 Juli 2017

Bangunlah Fadli Zon, Negara Ini Darurat Radikalisme, Perppu Sudah Tepat !


“My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins.“
(Manuel L Quezon, Presiden Persemakmuran Filipina 1935-1944)

Wakil Ketua DPR kita yang terhormat, Saudara Fadli Zon –seperti dilansir dari merdeka.com- menganggap bahwa keberadaan Perppu ini cacat. Menurutnya, dari sisi prosedural, Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tidak memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang. Misalnya dalam pasal 22 UUD 45 disebutkan Perppu bisa diterbitkan ketika kondisi negara sedang genting. “Negara ini tidak genting jadi tidak memenuhi syarat,” ujar dia.
Entah apa yang ada di benak Wakil Ketua DPR yang terhormat, Saudara Fadli Zon menyikapi aksi intoleransi dan berjamurannya ormas-ormas radikal di tanah air. Terbersitkah dalam pikirannya, betapa semenjak reformasi, banyak ormas-ormas yang berlatar keagamaan berdiri dan berkembang. Di satu sisi hal itu merupakan dampak positif dari era demokratisasi. Tapi di sisi lain, sebagian dari mereka menggerogoti demokrasi itu sendiri.
Dan selama ini pemerintah banyak mendiamkan kasus-kasus yang banyak melibatkan ormas-ormas tersebut. Tindakan semena-mena, persekusi dan intoleransi kerap berulang, sementara sanksi hanya berkisar pada oknum-oknumnya bukan pada organisasi-organisasi yang melakukan tindakan-tindakan seperti itu.
Belum lagi ditambah, ormas-ormas yang jelas-jelas membahayakan kehidupan bernegara, karena mereka bercita-cita untuk merubah ideologi negara, menganggap pemerintah sebagai “Thogut” yang tidak boleh ditaati. Mencemooh dan mengkafirkan sistem demokrasi, namun mereka turut menikmati proses demokrasi yang tengah terjadi di tanah air.
Pendiaman dan pembiaran ini mulai sangat dirasakan di tengah masyarakat kita yang majemuk. Persekusi atas nama mayoritas menimpa kelompok-kelompok minoritas. Masyarakat kita yang sejak zaman dahulu terkenal tinggi akan nilai toleransinya mulai mengalami keretakan karena ulah ormas-ormas ini. Beberapa provinsi bahkan selama bertahun-tahun menjadi jawara dalam hal intoleransi. Dan pemerintah daerahnya mendiamkan predikat buruk ini tanpa ada usaha perbaikan.
Radikalisme dan fundamentalisme kemudian berujung menjadi tindakan dan aksi terorisme. Semenjak bom Bali, praktek terorisme di negeri ini tak kunjung berakhir. Salut dan apresiasi yang tinggi untuk Densus 88 Anti Teror yang sudah banyak memberangus dan menghancurkan sel-sel teroris. Namun, jika kita membiarkan Densus 88 bekerja sendiri maka akan kewalahan.
Kewalahan, karena sejatinya usaha pemberantasan terorisme adalah kerja dan komitmen semua pihak. Pemerintah dengan demikian harus membuat antisipasi pencegahan agar kejadian yang sama tidak berulang-ulang. Aksi teror di Kampung Melayu, penerobosan teroris ke Markas Kepolisian di Polda Sumut dan terakhir penusukan anggota Brimob di masjid Falatehan menunjukkan bahwa sel-sel teroris masih hidup, bahkan aksi-aksi “lone wolf” ini disinyalir akan terus dilakukan. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, saat ini berkembang gerakan teroris nonstruktur, tanpa pemimpin dan bergerak sendiri atau dikenal dengan istilah Lone Wolf (serigala sendiri) (merdeka.com).
Maka, tak aneh dan wajar jika kemudian pemerintah dan Presiden dalam hal ini mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas. Yang tidak wajar dan aneh adalah jika pemerintah dan Presiden tidak melakukan apa-apa. Apalagi fakta-fakta di lapangan membuktikan bahwa Ormas ini menjadi semakin relevan di saat ini.
Berita terbaru yang kita baca dari media disebutkan bahwa banyak anggota militan asing ISIS yang berhasil ditangkap aparat Turki merupakan WNI. Dan yang mencengangkan, jumlah mereka di urutan kedua ! Menurut Kementerian Dalam Negeri Turki, semua WNI tersebut ditangkap karena terbukti sebagai anggota dan simpatisan ISIS.
Jumlah tersebut menempatkan Indonesia di posisi kedua sebagai negara ‘penyumbang’ teroris dan simpatisan ISIS. Di peringkat teratas terdapat nama Rusia. Pihak berwajib Turki, mengklaim telah menangkap 804 militan ISIS asal Rusia. Hal tersebut terungkap dari pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri Turki, belum lama ini. Seperti dirilis News Com Au, Turki dikabarkan telah melakukan penahanan terhadap 435 warga negara Indonesia (WNI).
Dapat dibayangkan, alumni-alumni ISIS ini jika kembali ke tanah air, mendirikan ormas dan menyebarluaskan paham keji mereka. Jika tidak ada rambu-rambu dalam ke-ormasan maka diibaratkan sebuah pertandingan sepak bola tanpa penjaga gawang. Kita akan terus kebobolan oleh aksi-aksi teroris.
Sekarang bukan waktunya untuk selalu menyerang kebijakan pemerintah. Betapapun, posisi Saudara Fadli Zon dan partainya berada di luar pemerintah dan mendeklarasikan sebagai “oposisi” namun tidak berarti membiarkan dan mengabaikan kepentingan yang jauh lebih besar, yakni keselamatan negara dari rongrongan ormas intoleran yang maksud dan tujuan mereka berdiri jelas-jelas hendak menggantikan ideologi negara ini.

0 komentar:

Posting Komentar