Cari Blog Ini

Selasa, 04 Juli 2017

Fanatisme Negatif Dalam Beragama Menimbulkan Pemikiran Ekstrimisme dan Tindakan Radikalisme


Pembaca Seword dimanapun berada mungkin sering membaca suatu artikel, berita, ataupun postingan-postingan di media sosial dari seseorang ataupun banyak orang yang berisi tentang nilai-nilai keagamaan yang dianut dan dipercaya. Bahkan terkadang si penulis atau narasumber tersebut membandingkan ajaran agamanya dengan ajaran agama orang lain yang berbeda. Fanatisme si penulis atau narasumber tersebut memang tidak bisa disalah artikan sebagai suatu pemahaman yang salah, namun terkadang terkesan berlebihan dan dapat menimbulkan perdebatan yang tidak akan bertepi. Seperti halnya penafsiran suatu ayat suci, sebagai manusia tentunya kemampuan untuk menafsirkan makna yang tersirat akan berbeda juga pada diri masing-masing umat dan tentunya sering menimbulkan perdebatan tidak hanya pada umat biasa bahkan hingga ahli agama.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme artinya keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dan sebagainya).  Fanatisme dapat disebut suatu bentuk memberikan dukungan mutlak tanpa didasarkan pada logika dan akal untuk ideologi, individu, kelompok, atau apapun itu. Tentunya jika fanatisme yang ada dalam diri seseorang bersifat positif akan sangat bagus. Nilai-nilai keagamaan yang dipelajari, dipahami, didalami, dimaknai, dilakukan dan diamalkan dalam perbuatan sehari-hari tentunya akan membawa dampak positif bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya yang saling berhubungan. Namun jika dalam diri seseorang bersifat negatif maka akan timbul sikap yang berlebihan menentang hal-hal yang berbeda dengan pemikiran dan pemahaman mereka sendiri, maka munculah perbuatan ekstremis dan radikal.
Ekstremisme sendiri dapat diartikan suatu bentuk pemahaman yang diyakini secara berlebihan dan bertentangan dengan pemahaman yang berbeda. Radikalisme juga dapat diartikan paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Jadi dapat dipastikan bahwa fanatisme negatif yang ada akan selalu menimbulkan ekstremisme dan radikalisme dalam kehidupan kita. Dan tidak dapat kita pungkiri, pemeluk agama yang fanatik dimanapun di dunia ini selalu melakukan tindakan ekstremis dan radikalis. Sejarah telah membuktikan baik pemeluk agama Islam, kristen, Buddha, maupun Hindu yang menganut fanatisme negatif selalu menimbulkan pertentangan dan perselisihan yang menimbulkan tindakan-tindakan yang merugikan umat lain yang tidak sepaham dengan pemikiran mereka. Ketika kita berbicara tentang fanatisme, biasanya kita akan tertuju pada fanatisme negatif dan tercela daripada fanatisme positif. Fanatisme negatif yaitu membela dan mengikuti sebuah ideologi tanpa disertai argumentasi tepat (mutlak) kebenarannya dan buta (tidak mencari tahu akan kebenaran ajaran atau ideologi yang diikuti). Penafsiran dan pemahaman yang salah pada ajaran agama menimbulkan kesalahan fatal. Sering kita saksikan terjadinya perselisihan antar umat yang berbeda agama, bukan hanya itu bahkan yang seagama juga sering terjadi.
Dalam hal fanatisme negatif inilah sering kita melihat tindakan-tindakan ekstrim, radikal, dan intoleran dalam kehidupan sehari-hari. Timbulnya ormas-ormas radikal juga karena pemahaman akan fanatisme negatif yang dianutnya dan akhirnya dapat menimbulkan terorisme. Seperti halnya di Indonesia, sejak zaman dahulu kita mengenal Islam yang mengutamakan akhlakul karimah untuk mewujudkan rahmatan lil alamin dimana selalu diekspos oleh ulama-ulama NU yang moderat. Umat Islam NU kita tahu juga sangat fanatik dengan ajaran agama Islam, namun segala tindak tanduk umat Islam NU merupakan fanatik positif. Mereka selalu mengajarkan kedamaian, menyejukan hati dan jiwa. Namun berbeda dengan umat Islam yang menganut paham khilafah, mereka merasa pemahaman dan tindakan mereka paling benar mengenai ajaran Islam. Sesama umat Islam yang tidak sepaham dengan mereka bahkan dianggap munafik, kafir. Hal ini muncul karena sikap ekstremis, dengan pembenaran dari mereka sendiri maka tindakan-tindakan radikal dianggap benar oleh mereka dan oleh agama yang dipercayainya. Bahkan jika tindakan-tindakan mereka ditentang dan dihalangi, mereka akan semakin menunjukan keganasan mereka dengan aksi terorisme.
Sekali lagi perlu diingat bahwa tindakan-tindakan intoleran, ekstremis, radikal bahkan hingga teror yang berhubungan dengan keagamaan sangat sering terjadi di dunia ini. Bahkan tidak hanya dilakukan oleh satu agama saja, setiap agama yang memiliki pemeluk fanatik negatif pasti melakukan hal demikian. Namun pada saat ini yang sangat besar dan heboh adalah kaum militan yang menamakan diri sebagai ISIS. setelah tumbangnya Al-Qaedah, ISIS terbentuk pada tahun 2013 dan berkembang pesat dengan menarik banyak relawan dan simpatisan dari banyak pemeluk agama Islam di dunia. Walaupun berpusat di daerah konflik Irak dan Syiria, banyak relawan ISIS melakukan aksi teror di negara-negara lain di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Beberapa kejadian bom bunuh diri telah terjadi di Indonesia hingga menelan korban jiwa, terakhir baru terjadi beberapa hari lalu di Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Disamping itu penyebaran paham khilafah yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam garis keras di Indonesia juga sudah cukup mengkhawatirkan. Doktrim-doktrin kekerasan ditanamkan kepada umat Islam. Bagi umat Islam yang pemahaman akan ajaran agama yang dangkal dapat menerima doktrin tersebut dan membenarkan segala tindakan intoleran dan radikal sebagaimana diajarkan oleh ulama-ulama mereka. Sungguh ironis, hingga anak-anak kecil ditanamkan pemikiran radikal dan kekerasan bukan diajarkan tentang kedamaian dan keindahan akan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh para Nabi. Dalam beberapa aksi kita dapat melihat bagaimana mereka menyerukan dan menghalalkan darah orang kafir, melakukan tindakan intoleran, berteriak lantang membunuh tetapi sambil memanggil nama Allah. Begitu tidak berharga dan bernilaikah nyawa manusia? Ibarat mengagungkan Maha Pencipta tetapi dibarengi pemikiran jahat, bagaimana menurut pemikiran anda sebagai pembaca Seword yang harusnya memiliki kewarasan dan rasional yang baik? Bagaimana akhlak umat-umat tersebut yang belajar dari ulama-ulama ternama di Indonesia yang merupakan panutan?
Agama manapun yang ada tidak mengajarkan kebencian, tidak mengajarkan kekerasan, selalu mengajarkan cinta dan belas kasih universal terhadap sesama makhluk hidup tanpa membeda-bedakan. Dengan belajar agama yang baik, harusnya kita semakin mengetahui sifat-sifat baik dan mulia seperti para Nabi sebagai contoh panutan. Dari kitab suci agama manapun selalu ada dikisahkan hal baik dan buruk agar kita dapat lebih bijaksana dalam berpikir. Hal baik pasti membawa kebaikan dan kebahagiaan, hal buruk atau kejahatan pasti akan membawa keburukan dan penderitaan. Amal ibadah umat yang baik akan diganjar kehidupan di surga kelaknya setelah meninggal, sedangkan yang berprilaku buruk atau jahat akan dijatuhkan  ke neraka. Ini sudah merupakan hukum alam yang universal, berlaku pada semua makhluk tanpa terkecuali. Tuhan menciptakan kita berbeda-beda, bahkan agama juga berbeda, tetapi ajaran kebaikan tetap hanya satu.
Contoh teranyar mungkin hanya di Indonesia ada ustad yang memberikan ceramah mengatakan pemimpim muslim walaupun korupsi tetap akan masuk surga. Sedangkan pemimpim kafir kebaikan apapun yang dilakukan tetap masuk neraka. Dari mana pemahaman tersebut? Apakah ada diajarkan dalam agama Islam bahwa korupsi tetap akan masuk surga? Apakah ustad tersebut tidak bisa mengerti bahwa uang rakyat yang dikorupsi dapat mengakibatkan kerugian apa bagi rakyat banyak? Jika uang rakyat tersebut digunakan dengan tepat akan membawa kemashalatan bagi rakyat. Masa sebagai seorang ustad tidak bisa memikirkan hal demikian? Bagaimana orang akan menilai kualitas seorang ustad yang merupakan guru dan ahli agama tersebut?
Bahkan ada ustad di media sosial mengatakan sesalah-salahnya ulama sebenar-benarnya umat (walau ulama berbuat salah tetapi masih lebih benar dibandingkan umat). Kalau begitu bagusnya semua umat menjadi ulama saja biar tidak bisa disalahkan. Makanya sekarang ini banyak muncul ulama-ulama gadungan, dengan tingkat pemahaman agama yang masih rendah sudah merasa paling paham ajaran agama dibandingkan sesepuh ulama lain, dengan tingkat kepintaran yang dangkal sudah merasa lebih pintar dari ulama cendekiawan, dengan kualitas yang belum teruji sudah bisa-bisanya mengajarkan dan memberikan penafsiran arti ayat suci kepada umat yang notabene awam. Inilah yang sangat berbahaya, apalagi umat awam dengan mudah menerimanya.
Di negara manapun di dunia tidak dipungkiri tetap ada pemuka agama yang tidak sepenuhnya fasih mengenai ajaran agama yang dianutnya. Seperti yang telah disampaikan diatas,  pemeluk agama apapun tetap memiliki penganut yang fanatik negatif tidak ada pengecualian. Hal ini terjadi karena kita sebagai manusia bukan makhluk yang sempurna. Di negara yang mayoritas pemeluk suatu agama pasti tetap ada golongan tertentu yang fanatik negatif seperti halnya di Indonesia dengan mayoritas pemeluk agama Islam sehingga lebih banyak kejadian yang kita lihat berhubungan dengan agama Islam.
Tuhan menciptakan manusia yang sangat beragam, dan juga menciptakan berbagai macam agama. Pola pemikiran dan pemahaman manusia berbeda-beda, demikian pula terbentuknya agama yang berbeda. Namun pada intinya semua ajaran agama adalah baik dan untuk mencapai kebahagiaan hakiki pada pemeluknya masing-masing. Kita masing-masing boleh menyakini dan percaya dengan kebenaran ajaran agama kita masing-masing tetapi bukan berarti ajaran agama yang lain tidak lebih baik dari ajaran agama yang kita yakini. Justru sebagai manusia, makhluk dengan akhlak tertinggi di dunia kita harus dapat lebih bijaksana menerima keberagaman ini, karena kita semua merupakan makhluk ciptan Tuhan Yang Maha Esa. Esa sama dengan satu, itu artinya sangat jelas semuanya berasal dari satu. Tidak elok rasanya jika karena perbedaaan lantas memusuhi yang berbeda paham dengan kita, tidak pantas kita menjelek-jelekan umat lain dengan agama yang dipeluknya karena masing-masing meyakini kebenaran ajaran agamanya, tidak boleh kita mendiskreditkan umat lain hanya karena perbedaan mendasar tersebut.
Anda pemeluk agama Islam boleh meyakini kebenaran sejati ajaran agama anda. Anda pemeluk agama Kristen Protestan maupun Khatolik boleh meyakini kebenaran sejati ajaran agama anda. Anda pemeluk agama Hindu boleh meyakini kebenaran sejati ajaran agama anda. Anda pemeluk agama Buddha boleh meyakini kebenaran sejati ajaran agama anda. Begitu juga agama Konghucu. Hendaknya toleransi beragama perlu dijunjung tinggi karena merupakan hak asasi manusia itu sendiri. Manusia selalu mencari kedamaian hati dalam hidup dengan beragama. Bukan dengan beragama malah sering menimbulkan perselisihan, keributan, kekacauan hingga peperangan.
Perpindahan keyakinan beragama tentu saja dapat terjadi jika seseorang merasa lebih cocok dan nyaman serta meyakini ajaran agama yang lainnya daripada agama yang dianut sebelumnya. Namun demikian bukan berarti ajaran agama yang ditinggali tidak baik. Orang tersebut hanya belum cocok dan mendapatkan kenyamanan hati, sering disebutkan bagi umat Islam mualaf mendapatkan hidayah. Namun jika seseorang yang non muslim berperilaku baik, bukan berarti orang tersebut belum mendapatkan hidayah sehingga belum berpindah keyakinan menjadi mualaf. Seperti sering pendukung atau simpatisan Ahok yang menyayangkan Ahok belum mendapatkan hidayah padahal segala tindak tanduk Ahok diyakini mencerminkan prilaku seorang muslim. Pemikiran yang terlalu sempit bukan? Apakah segala sesuatu perbuatan baik hanya dimiliki oleh orang muslim? Apakah pemeluk agama lain tidak ada yang memiliki sifat baik? Semua kembali pada diri masing-masing, kembali kepada seberapa besar kepercayaan diri masing-masing untuk mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan baik. Bukan karena harus menjadi umat muslim baru kebaikan itu bisa diakui. Sekali lagi perlu kita ingat, semua agama mengajarkan kebaikan pada umatnya.
Kita sebagai manusia hendaknya jika meyakini sesuatu harus secara positif. Keyakinan terhadap agama harus secara fanatik positif bukan negatif. Saling toleransi, saling menghargai, saling menghormati, saling menjaga, saling mengasihi. Tidak saling membenci, tidak saling berpikiran negatif terhadap pemeluk agama lain, tidak saling mengujarkan kebencian dan hujatan, tidak menyebarkan kebohongan, tidak melakukan tindakan intoleran, tidak memaksakan kehendak. Jika kesemuanya dapat dipahami dengan baik, dilakukan dengan baik, niscaya kedamaian dan ketentraman akan didapat. We all for one, one for all
Tulisan ini pastinya masih ada banyak kekurangan karena berhubungan dengan keyakinan kita masing-masing. Jika ada kekurangan harap dimaklumi dan sudikiranya sesama pembaca Seword memberikan masukan maupun komentar positif dan membangun sehingga kita semua dapat lebih saling memahami. Perbedaaan bukan berarti perselisihan dan kehancuran, tetapi merupakan kekuatan dan harus diterima dengan bijaksana. Always positive thinking. Salam Indonesia jaya.

0 komentar:

Posting Komentar