Cari Blog Ini

Jumat, 14 Juli 2017

Karena MPR “Bodoh” , Jokowi Terpaksa Duluan bikin Perppu Anti Terorisme …?


Kejadian teror akhir-akhir ini sangat terasa di negeri tercinta kita bernama Indonesia.    Keliatan tuh bahaya begitu dekat di depan mata kita.    Belum lama terjadi ledakan bom panci di Bandung.    Untunglah tidak sampai memakan korban jiwa.    Ledakan bom terjadi secara tidak sengaja di rumah kontrakan karena kesalahan teknis.    Terduga pemilik bom panci masih dalam penyelidikan polisi.

Sementara ini, kita pindah ke topik lain.
Presiden Jokowi akhirnya barulah yakin dan mantap, setelah mendapat banyak dukungan dari PBNU beserta berbagai organisasi Islam.    Masyarakat pada umumnya kurang sreg dengan keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) .
Akhirnya peraturan pemerintah dibuat karena pembubaran HTI terhambat oleh UU Organisasi Masyarakat.  Kalau mengacu UU Organsiasi masyarakat, pembubaran HTI haruslah melalui proses panjang di pengadilan.    Pengadilan demi pengadilan, kapan jadinya pembubaran HTI.    Padahal HTI jelas-jelas membahayakan keamanan Indonesia.    Karena paham / ideologi HTI sangat amat bertolak belakang dengan ideologi Indonesia , Pancasila.     Paham HTI cenderung menjurus radikalisme, merusak budaya yang sudah lama mengakar di kehidupan masyarakat Indonesia yang tenang , bersatu dan damai.

Dalam UU Organisasi Masyarakat, tidak ada pasal pembubaran aliran Islam/organisasi masyarakat yang dipandang membahayakan negara atau bertentangan dengan Pancasila.    Cuma yang ada adalah pasal pembubaran aliran komunis atau organisasi yang berpaham/berhaluan sosialis.
PBNU dan berbagai ormas Islam mendesak pemerintah , khususnya Presiden Jokowi agar cepat ambil langkah tegas dalam pembubaran HTI.    Karena selama ini , pemerintah dirasa sangat lamban , bahkan kurang tegas dalam pembubaran HTI.

Presiden Jokowi barusan menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) “Pembubaran Organisasi Masyarakat (ormas)”.    Dan diumumkan langsung oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto .    Seiring pengumuman tersebut, pembubaran HTI sudah permanen dan keberadaan HTI dihilangkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Perppu “Pembubaran Ormas” mempertegas penegakan hukum untuk membubarkan organisasi masyarakat (ormas) yang dipandang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.    Bahkan organisasi masyarakat dibekukan langsung tanpa harus melalui pengadilan terlebih dahulu.
Tidak hanya HTI, organisasi masyarakat yang lain juga bisa menyusul dibubarkan apabila dipandang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.

Perppu memang sangatlah perlu dibuat oleh Presiden / Pemerintah pusat untuk hendaknya digunakan sementara UU belum dibuat/UU belum direvisi.    UU adalah perundangan yang dibuat oleh MPR dan pemerintah.

Pembubaran HTI dan organisasi masyarakat yang anti Pancasila dan UUD 45 menjadikan negara aman dari radikalisme .   Masyarakat di Indonesia terlindungi, terutama warga minioritas etnis/suku dan agama .

Untunglah, langsung terbit Perppu “Pembubaran Organisasi Masyarakat” tanpa harus menunggu MPR.    Bahkan Fadli Zon pesimis kalau MPR bisa bikin UU “Pembubaran Organisasi Masyarakat”.    Pesimis nya Fadli Zon , bisa dibaca di http://nasional.kompas.com/read/2017/07/12/09251421/fahri.hamzah.pesimistis.perppu.ormas.lolos.di.dpr

Nah, sekarang Indonesia dihadapkan kepada kemungkinan masuknya teroris yang berafiliasi ISIS dari Filipina.    Di Kota Marawi,di pulau selatan Minadanao , Filipina sekarang masih dalam kondisi kacau balau karena terjadi baku tembak antara pasukan pemerintah Filipina dan kelompok militan Maute.    Maute adalah kelompok yang terbentuk pada tahun 2012 dan telah bersumpah setia kepada ISIS pada tahun 2015.

Baku tembak terjadi , diawali perintah penangkapan seorang pemimpin kelompok militan Maute bernama Isnilon Hapilon.    Para militan Maute menduduki kota Marawi dengan awalnya membakar sejumlah bangunan termasuk katedral Katolik dan tempat tinggal uskup.
Tidak hanya membakar sejumlah bangunan, para militan juga menyandera ratusan warga sipil, untuk dijadikan sebagai perisai manusia , pembawa amunisi dan penghalang serbuan tentara Filipina.    Beberapa warga Indonesia terjebak di kota Marawi.     Entahlah , gimana kabar warga Indonesia yang terjebak ?

Para militan Maute tidak hanya dari Filipina saja.    Ada yang berasal dari Indonesia , Singapura , Malaysia dan negara lain yang tidak disebutkan .    Kelompok militan Maute yang berafiliasi ISIS hendaknya mendirikan propinsi ISIS di Filipina.

Sampai sekarang , konflik bersenjata di kota Marawi masih terjadi.    Tentara Filipina alami kesulitan menghentikan konflik , karena strategi militan Maute selalu berpindah dari rumah ke rumah, menggunakan warga sebagai perisai, posisinya selalu di atas perbukitan.    Serta persenjataan kelompok militan Maute cukup canggih, yang diperoleh dari hasil tebusan penyanderaan warga asing.    Kelompok militan Maute selalu cari sandera warga asing , tujuannya memperoleh uang tebusan yang dipakai untuk membeli persenjataan canggih.

Akibatnya, tentara Filipina agak repot menghadapi kelompok militan Maute bersenjatakan canggih.    Tentara Filipina tidak akan menyerah begitu saja.   Mulai diperkuat angkatan udara Filipina untuk memudahkan penyerangan tentara Filipina, dengan membeli pesawat militer baru dari Korea selatan.

Tentara Indonesia sudah siaga penuh di perbatasan laut Philipina – Indonesia.    Tetapi tidak akan campuri urusan tentara Filipina, cuma sebatas berkomunikasi.    Untuk mencegah bangunnya militan ISIS di Indonesia yang tadi tiarap, dibutuhkan hukum yang kuat.   Hukum / perundangan yang berlaku di Indonesia kurang maksimal, sehingga perlu direvisi.

Undang-undang yang berlaku sekarang yaitu UU “Anti Terorisme” , sangat terbatas sehingga menyulitkan POLRI dan TNI menangkap calon militan ISIS yang dirasa akan membahayakan keamanan.    Hanya bisa menangkap militan ISIS kalau sudah terjadi ledakan bom atau penembakan.

Ada baiknya mencegah jatuh korban tewas dan jangan menunggu terjadinya ledakan bom , maka UU “Anti Terorisme” perlu direvisi agar memberi ruang seluas-luasnya bagi Polri dan TNI untuk mengantisipasi kemungkinan terorisme.

Malah MPR tidak punya semangat untuk revisi UU “Anti Terorisme”.    Karena apa ?    Gampang jawabannya , tidak ada duit bisa ditilep.     Jelas bukan lahan basah …weleleleeeeh.

Presiden Jokowi punya tanggung jawab tinggi ,pasti tidak mau kelamaan menunggu.    Demi kepentingan negara dan keamanan negara, presiden Jokowi (terpaksa) berani mendahului MPR bikin perundangan “Anti Terorisme” dengan nama Perppu “Anti Terorisme”.    Sehingga Polri dan TNI bisa bergerak cepat dan segera ambil tindakan pencegahan , tidak hanya menunggu ledakan bom lalu baru melakukan penangkapan pelaku teror / pelaku bom .

Kemarin bikin Perppu ‘Pembubaran Organisasi Masyarakat’, sekarang presiden Jokowi apa perlu ulangi bikin Perppu lagi dengan tema ‘revisi UU Anti Terorisme’ ?    Apa MPR memang “bodoh” ?

Ibarat lebih baik mencegah daripada mengobati.   Karena mengobati jauh lebih mahal daripada mencegah.    Nah , mencegah terjadinya terorisme, jauh lebih baik karena tidak perlu jatuh korban jiwa yang tidak berdosa.    Sedangkan kalau sudah terjadi ledakan bom , barulah tangkap pelaku…namanya telat dan konyol, karena jelas banyak korban jiwa yang tidak berdosa.     Dan mengganggu ketenangan masyarakat.

Kami tidak keberatan kalau anggota MPR jadi korban buuuuum …abis tuh buang-buang uang negara.    Apalagi kerjanya hanya tidur melulu.    Terlebih lagi, tidak punya empati sedikit pun terhadap rakyat.

Otak cangkok saya jadi rindu Gus Dur… pernah mau bubarkan MPR.

0 komentar:

Posting Komentar