Cari Blog Ini

Senin, 03 Juli 2017

Revisi UU Terorisme Dihambat di DPR, Peta dan Akar Teroris di Indonesia




Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kelihatan menghambat revisi UU Terorisme. Penyebabnya pun jelas. Dengan UU anti teror yang baru maka pre-emptive measures segera bisa dilakukan terhadap ancaman teror secara dini. Ini menakutkan simpatisan teroris. UU yang komprehensif yang melibatkan seluruh unsur kekuatan Polri dan TNI serta pemerintah begitu menakutkan bagi gerakan Islam radikal, teroris, khilafah, dan Wahabi – selain politikus korup, bandar narkoba, dan mafia, sebagai afiliasi gerakan. Pun penyebab lainnya adalah sejarah radikalisme, intoleransi, dan terorisme di Indonesia disebabkan oleh akarnya: teroris itu sendiri.

Akar terorisme di Indonesia sungguh unik. Bukan hanya cara berkembangnya terorisme dan radikalismenya, namun kelahirannya juga menarik. Radikal Islam dan intoleransi sesungguhnya beranak dari akar terorisme di Indonesia.
Sejarah pendek terorisme yang marak saat awal reformasi 1999-2002 di Indonesia sesungguhnya dimulai oleh para teroris eks mujahidin Afghanistan di Indonesia. Sekembalinya mereka dari Afghanistan, para teroris yang berjumlah sekitar 572 orang beranak pinak. Mereka kemudian melancarkan teror. Imam Samudera, Gufron, Hambali, Umar Patek, dll. adalah generasi pertama para teroris murni eks Afghanistan.
(Sebelumnya awal 1980-an, kelompok berbasis Islam Jamaah – yang kemudian bergerak menjadi kelompok anti Pancasila pimpinan Abudllah Sungkar pengasuh Ponpes Ngruki Solo yang dilanjutkan oleh teroris Abu Bakar Baasyir. Kelompok ini termasuk sebelumnya melakukan pemboman terhadap Candi Borobudur. Kelompok ini bertujuan menghapus semua berhala, yakni candi, kuil, patung, dsb. karena berkiblat pada ajaran Wahabi.
Dalam perkembangannya radikal khilafah pun memiliki agenda intoleransi yang akan menghapus simbol dan pengikut berbagai agama selain Islam. Contoh di Afghanistan, Iraq, Syria, kelompok ISIS menghancurkan situs-situs peninggalan Romawi dan Persia bahkan Mesopotamia seperti Palmyra dll. Bahkan penganut Kristen di Timteng pun dipancung dan dibunuhi seperti halya juga kaum Yazidi – agama tradisional Iraq seperti Sunda Wiwitan atau Kejawen di Indonesia – dibantai.)
Bersamaan dengan kembalinya para teroris dari Afghanistan itu, gerakan radikal Islam usroh  tengah berkembang pesat di kampus dan sekolah menengah. Namun belum seperti sekarang sampai PAUD saja diajari radikalisme awal berupa simbol pakaian, pengajaran takfiri, dan intoleransi. Gerakan ini dulu masih halus dengan salah satunya tidak mau hormat bendera: kebencian pada NKRI tertanam awal selain anti Pancasila.
Nah, dari berbagai akar itu, semua pergerakan dan penyebarannya dapat dideteksi dengan gamblang dan terang-benderang. Dalam setiap aksi terorisme di Indonesia terkait dengan Jamaah Islamiyah, eks teroris Afghanistan dan sel-sel teroris yang mereka bangun – bersama dengan binaan dan pengembangan jaringan mereka seperti jaringan Solo, Sragen, Magelang, Bekasi, Priok, Medan, Padang, Pontianak, Poso, Sukabumi, Cianjur, Ponorogo, Malang, Jawa Timur, Lampung, Riau, Aceh, Bandung, Garut, Depok, Tangsel, Ciputat, Pandeglang, Serang, Bima, dan sejumlah sentra teroris lainnya.
Oleh sebab itu, karena akar dan jaringannya mudah dilacak, karena sumbernya ya itu-itu saja, meskipun sel-selnya kadang tersendiri, tetapi tetap bisa ditelusuri akarnya. Teroris Noordin M Top dan Dr. Azahari terkait erat dengan Jamaah Islamiyah dan Al Qaeda terkait juga dengan Abu Bakar Baasyir. Itu salah satu contoh.
Pun seperti Bahrun Naim pun terkait dengan generasi kedua eks teroris Afghanistan. Maka ketika bom Kampung Melayau meledak, dengan mudahnya Polri dan Densus 88 mengendus dan menangkapi teroris yang terlibat dalam serangan bom. Jaringanya sudah diketahui – Polri hanya menunggu mereka beraksi karena keterbatasan UU terorisme yang belum memberi wewenang menangkap teroris yang berniat melakukan serangan awal – sebelum bom meledak.
Fakta tentang berkembangnya simpatisan terhadap teroris di kalangan anak-beranak dan eks ajaran khilafah dan Islam radikal adalah setiap ada pemboman yang dilakukan dan mengatasnamakan Islam atau bahkan ISIS dengan simbol agama Islam, maka para pendukung Islam radikal ini diam; tidak mengutuk. Ini hasil indoktrinasi dan pembiaran atau setuju dalam hati. Menurut survei jumlahnya sekitar 9,5 juta orang. (Ajaran mereka pun semua berpangkal pada paham khilafah, ideologi Ikhwanul Muslimin, Wahabi, dan bahkan ISIS. Jelas petanya tak ada deviasi gerakan menyempal.)
Simpatisan Islam radikal ini beberapa ditangkap di Sumbar yang menyatakan pemboman di Kampung Melayu disebut sebagai rekayasa Polri, termasuk bom Sarinah. Simpati terhadap teroris paling konyol – dengan dibungkus HAM atau kepentingan penyelidikan – adalah saran dari manusia aneh Hidayat Nur Wahid yang mengusulkan Polri dan Densus 88 menggunakan peluru karet untuk melawan teroris. Sementara teroris menggunakan bom dan senjatan M-16 atau AK-47. Ini politikus semprul yang keblinger dengan pemikirannya.
Akibat peta teroris dan radikal Islam yang telanjang di depan Polri, TNI dan BIN serta pemerintah, maka para mafia dan teroris – ditambah dengan koruptor yang bergabung ingin membuat Indonesia kisruh agar bisa korup – berusaha untuk menghambat revisi UU anti terorisme. Mereka akan sangat ketakutan karena akan dengan mudah semua kesepakatan jahat dan rancangan makar, teror, dan anti NKRI akan dilibas dengan cepat oleh aparat keamanan secara terintegrasi.
Selain itu, logistik terorisme berasal dari Timur Tengah pun disebarkan melalui berbagai sel pendanaan yang rapi melalui yayasan dan lain-lain. Gambaran paling gamblang pendanaan adalah yang dilakukan oleh teroris Abu Bakar Ba’asyir. Juga keterlibatan bandar narkoba membantu teroris seperti yang dilakukan oleh Freddy Budiman. Terakhir yang membiayai gerakan teroris dan radikal Islam adalah mafia dan koruptor di Indonesia. Ini yang membuat sebagian kalangan gamang dan menghambat UU anti terorisme.
Nah, dengan adanya peta terorisme dan akarnya gamblang dan benderang serta telanjang itu, maka betapa UU anti terorisme akan dihambat dan dihalangi untuk disahkan di DPR.
Karena dengan pemberlakuan UU anti terorisme yang baru nanti akan membuat (1) politikus busuk korup – yang berafiliasi dengan teroris atau narkoba – akan kehilangan kekuatan.
Juga (2) pengikut Islam radikal dan khilafah akan digebuk; dan mereka tidak menghendakinya karena rugi afiliasinya kendor dan sumber dana mampat, (3) teroris dan calon pelaku teror ditindak tegas; simpatisan teroris akan kehilangan ‘pejuang’ atas nama ‘iman’ radikal mereka.
Pun (4) dengan UU antir terorisme yang baru, maka semua radikalisme, intoleransi, dan gerakan separatism, makar, anti Pancasila dan NKRI, seperti ajaran khilafah akan ditindak dan NKRI tetap tegak berdiri.
Pun, akar radikalisme, intoleransi dan terorisme itu sendiri di Indonesia dimulai dari (1) adanya teroris yang beranak-pinak dan menyebarkan ajaran khilafah dan kebenciant, (2) sudah ada embrio ajaran radikalisme dan radikal Islam ditambah dengan adanya teroris sendiri, (3) pengajaran di semua tingkatan pendidikan, dan (4) tidak adanya UU anti terorisme yang kuat, seperti di Malaysia dan Singapura.
Jadi dapat dipahami betapa UU anti terorisme ini akan sangat menghantam gerakan Islam radikal, khilafah dan memberikan payung untuk menindak intoleransi, teror, dsb. yang sangat ditakuti oleh persatuan politikus korup, bandar narkoba, teroris dan para simpatisannya yang anti NKRI dan Pancasila dengan ajaran khilafah, Wahabi, Ikhwanul Muslimin, dan ISIS bahkan. Salam bahagia ala saya.

0 komentar:

Posting Komentar