Cari Blog Ini

Rabu, 30 Agustus 2017

Saracen Komoditinya Cen Sara

‘Cen’ berasal dari kata dalam bahasa jawa ‘pancen’ yang artinya memang. Judul di atas dimaknai “saracen memang komoditi olahannya tentang SARA.
Ditangkapnya tiga anggota saracen, kaburnya Eggi Sudjana setelah mengelak menjadi dewan penasehat saracen, keluarnya ribuan orang dari keanggotaan saracen dari situs berkonten penyebar kebencian di facebook, merupakan sebuah fenomena kebenaran tentang keberadaan saracen sebagai sindikat penebar kebencian. Bagaimana ini bukan sebuah fakta kebenaran? Lihat saja isi dari setiap berita saracen, selalu menjelekkan pemerintah, baik lembaga maupun individu penyelengaranya terutama Joko Widodo sebagai sasaran tembaknya. Yang kalau dibiarkan, akan memporak-porandakan Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara.
Dan ini baru dari satu kelompok penebar fitnah kebencian pemecah belah bernama saracen. Sedangkan keberadaan grup-grup sejenis menurut Direktorat Siber Bareskrim Polri ada sebanyak 800 ribu akun, yang masing-masing akun itu saling berhubungan. (Arek Suroboyo bilang “Ediaan Uakeh Soro”)
Dan akun-akun  penebar fitnah kebencian pemecah belah itu laksana lapak dagang kaki lima yang dengan terang, jelas, dan nyata menggelar dagangannya mempertontonkan pengaruh hasutan, kebencian,  bahkan pada akhirnya sampai ajakan menghancurkan keberadaan Indonesia. Dagangan yang laris manis dari akun-akun sejenis saracen ini salah satunya adalah agama. Karena ranah agamalah yang paling sensitif dan mudah mempengaruhi masyarakat sumbu pendek dari semua kalangan di dunia mendatar.
Sebenarnya penulis malas menyinggung-nyinggung masalah pilkada DKI. Akan tetapi, itulah kenyataan perhelatan pilkada yang penuh intrik, nafsu berkuasa, dan berusaha menghempaskan lawan dengan cara menjual fitnah kotor, hasutan, penggalangan massa berjilid-jilid dengan dalih agama, sampai mengambinghitamkan mayat, berhasil dan sukses membawa kemenangan dengan menggunakan lapaknya saracen dan ribuan akun sejenis, tentunya lapak Buni Yani juga. Korbannya siapa lagi kalau bukan si Ahok, Basuki Tjahaja Purnama, warga negara sah Indonesia keturunan Tionghoa beragama Kristen, Gubernur DKI incumben yang juga maju kembali pada perhelatan pilkada DKI. Yang digempur habis-habisan oleh berita-berita hoaks dari berbagai arah dan celah laksana sansak politik.
Tak puas dengan Ahok, saracen dan akun-akun penebar kebencian, fitnah, pengadu domba beralih sasaran ke Presiden Joko Widodo dengan berbagai isu-isu tanpa dasar kebenaran, sampai meme-meme tak pantas yang ditujukan kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pilihan rakyat. Hal ini secara tidak langsung juga melecehkan rakyat yang memilihnya. Anda boleh menjawab “Aku tidak pernah memilihnya, karena berbeda pandangan politik”. Oke, itu sah dan konstitusional di alam demokrasi seperti Indonesia ini.  Tapi kalau lantas Anda menebar fitnah, menebar kebencian, yang kalau dibiarkan akan menghancurkan bangsa dan negara, maka jangan mewek-mewek terbirit-birit melarikan diri  dengan dalih yang dibuat-buat sebagai penutup, saat pihak kepolisian menyeret Anda untuk dimintai pertanggungjawaban , karena Anda akan berhadapan dengan hukum yang berlaku.
Benar kata simbokku di kampung “Gusti ora tau ngantuk Thole, Gusti ora sare!”. Pelan tapi pasti sesuai dengan model karakter jurus  berpolitiknya Pakdhe Jokowi yang njawani, satu persatu para pecundang, pengkhianat, penyedot aliran darah negeri Indonesia mulai terkuak, terbuka, dan terangkat sehingga masyarakat Indonesia waras nalar di bumi bulat Indonesia dapat mengetahuinya secara jelas. Lantas bisa bersikap benar sebagai warga negara Indonesia.
Dan satu kata yang pantas untuk saracen dan akun-akun sejenisnya, tidak hanya “gebug” tapi “Gepuk” biar hancur luluh lantak seakar-akarnya.
Presiden Joko Widodo mengambil tidakan tegas tentang kasus saracen, dengan langsung memerintahkan pada Kapolri Tito Karnavian, untuk mengusut tuntas kasus ini. “Tuntas” artinya bersih dan tidak tersisa lagi. Tuntas artinya tidak pandang bulu siapapun yang terlibat gebug dan gepuk.
Ini tentu merusak kesatuan persatuan bangsa kalau tindakan ini dibiarkan. Ini kan sudah pidana. Karena itu yapihak Polri harus mengusut tuntas, ditelusuri sampai ke akar-akarnya,” kata  Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/8).
Bukan hal yang sangat sulit bagi Kepolisian Republik Indonesia dengan Tim CyberCrimenya untuk menguber,  menemukan, dan menyergap akun-akun fitnah kebencian itu. Terbukti sampai saat ini sudah beberapa akun fitnah kebencian beserta pengelola akun-nya ditangkap untuk selanjutnya diproses hukum.
Dan ini  akan selalu Pak Tito Karnavian lakukan beserta jajarannya, sampai Indonesia benar-benar bersih dari hoaks, bersih dari oknum-oknum penebar fitnah dan kebencian.
Tidak Sulit Mengenali Akun Penebar Fitnah dan Kebencian
Untuk mengetahui seperti apakah akun penebar fitnah kebencian bukan hal yang sulit, beberapa ciri yang dapat dengan mudah dikenali adalah :
  1. Menyembunyikan jati diri.
  2. Konten postingannya bernuansa menyulut kebencian baik individu maupun kelompok.
  3. Menggunakan lambang-lambang yang membuat orang lain takut.
Oleh sebab itu, berhati-hatilah mem-forward (meneruskan) berita yang anda sendiri gak paham maksudnya atau bahkan meneruskan berita-berita yang membuat masyarakat merasa resah. Karena itulah yang saracen dan ribuan akun penebar fitnah kebencian inginkan. Jangan sampai Anda yang baik ini digelandang polisi gara-gara “hanya”  ikut menyebarkan konten-konten berbau fitnah, menebarkan kebencian, dan memecah belah bangsa. Karena itu artinya Anda adalah musuh negara.

0 komentar:

Posting Komentar