Cari Blog Ini

Jumat, 04 Agustus 2017

Ahmadiyah Menjawab HTI Dengan Rekor MURI

Pendiri Museum Rekor Indonesia, Jaya Suparna menyerahkan plakat penghargaan rekor pendonor mata terbanyak kepada Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Mln. Abdul Basith, Shd

Benarkah seorang Muslim bisa taat kepada seorang Khalifah dan Negara pada saat yang sama? Jawabannya bisa kita lihat pada Ahmadiyah. Bagi yang belum pernah mendengar, Ahmadiyah merupakan bagian dari sekte Islam yang sudah berada di 210 negara, termasuk Indonesia. Sejak tahun 1920, mereka mulai menyebarkan pemahamannya di kota Tapaktuan, Aceh melalui seorang ustadz bernama Maulana Rahmat Ali H.A.O.T. Sampai sekarang, Ahmadiyah sudah tersebar di berbagai kota-kota besar di seluruh Indonesia.
Pemerintah sudah resmi membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia(HTI) berdasarkan revisi Perppu Ormas yang baru. Sebelum dibubarkan, HTI pun melancarkan keluhannya terhadap revisi itu melalui Komnas HAM. HTI mempersoalkan mengapa organisasi seperti Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah) malah diberi tempat di Indonesia. Pada tanggal 7 Juli 2017 di Kantor Komnas HAM, Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib menyebutkan bahwa Ahmadiyah berbeda dari Islam yang ada di Indonesia. Menurut HTI, seharusnya Ahmadiyah juga turut dibubarkan. Lantas, apakah tanggapan Ahmadiyah? Mereka menjawabnya dengan dua buah rekor MURI!.
Sama seperti HTI, Ahmadiyah juga menyetujui adanya konsep Khalifah dalam Islam. Namun terdapat perbedaan yang sangat dalam di antara keduanya. HTI menginginkan konsep Khalifah yang memiliki wilayah kekuasaan di atas suatu negara. Sedangkan Ahmadiyah menjunjung tinggi kedaulatan suatu negara karena Khalifah mereka lebih bersifat spiritual. Khalifah Ahmadiyah membimbing seluruh anggota Jemaat Ahmadiyah untuk melaksanakan ajaran Islam sesuai Al Quran dan Petunjuk Nabi Besar Muhammad SAW tanpa harus merebut kekuasaan di sebuah negara. Berbeda dengan HTI yang anti pancasila, Ahmadiyah sangat menjunjung tinggi Pancasila dan kedaulatan NKRI.
Buktinya, baru-baru ini Ahmadiyah meraih dua penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas kiprah mereka dalam gerakan Donor Mata di Indonesia. Jaya Supriana, sebagai pendiri MURI, mendatangi kantor pusat Ahmadiyah pada hari Sabtu, 22 Juli 2017, untuk menyerahkan penghargaan pertama sebagai “Komunitas Pendonor Mata Terbanyak di Indonesia secara berkesinambungan” secara langsung kepada Amir Nasional Ahmadiyah Hj. Abdul Basit.
Selain ini, penghargaan kedua juga diberikan kepada Desa Manislor Kuningan – Jawa Barat, sebagai Rekor Nasional untuk Desa dengan warganya terbanyak Pendonor Mata, sebanyak 1.516 orang. Perlu diketahui bahwa sebagian besar penduduk dari Desa Manislor adalah anggota Ahmadiyah. Saat ini, ada sekitar 6.800 orang anggota komunitas Ahmadiyah telah tercatat sebagai Calon Donor Mata di Bank Mata. Kedepannya, Ahmadiyah menargetkan sebanyak 10 ribu anggota bisa terdaftar sebagai Calon Donor Mata.
Indonesia adalah salah satu negara yang tingkat kesadaran untuk mendonorkan kornea mata sangat rendah/sedikit. Padahal, kebutuhan akan transplantasi kornea cukup tinggi. Hingga kini setidaknya terdapat 25 ribu antrian tunggu penerima donor kornea. “Baru sekitar 5-10 persen penderita kebutaan yang bisa ter-cover untuk menerima transplantasi kornea. Padahal yang membutuhkan ribuan orang,” Ahli Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGM, Prof.Dr Suhardjo[1]. Melihat kesempatan yang luas untuk melayani masyarakat Indonesia, para anggota Ahmadiyah pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ini juga sebagai salah satu cara para anggota Ahmadiyah mentaati perintah Allah Ta’ala pada surat Al-Maaidah ayat 2 “ta’aawanu ‘alal birri wa taqwa walaa ta’aawanu ‘ala itsmi wal udwan” (tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan dan jangan kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran).
Selain donor kornea mata, Ahmadiyah juga turut aktif melakukan gerakan donor darah. Setiap tahun, Ahmadiyah melaksanakan Gerakan Donor Darah Indonesia (GDDN) di berbagai kota di Indonesia. Selain itu, setiap tanggal 1 Januari anggota Ahmadiyah mengadakan aksi turun ke jalan. Bukan untuk membuat kerusahan atau berdemo, melainkan mengumpulkan dan membersihkan sampah-sampah sisa-sisa hasil perayaan tahun baru. Selebihnya, Ahmadiyah juga turut mengadakan simposium perdamaian nasional setiap tahunnya.
Kelompok aliran agama yang menjadi minoritas kerap mendapatkan diskriminasi di Indonesia. Meskipun berjasa bagi Indonesia, sebagian anggota Ahmadiyah yang tinggal di Desa Manislor masih sulit untuk mendapatkan E-KTP. Namun, hal ini tidak akan menyurutkan seluruh anggota Ahmadiyah untuk selalu berkontribusi bagi bangsa dan negara. Hal ini adalah bukti kecintaan Ahmadiyah kepada Pancasila dan bentuk aplikasi dari kelima sila yang tertera di Pancasila.

0 komentar:

Posting Komentar