Cari Blog Ini

Kamis, 03 Agustus 2017

Pembubaran HTI : Komitmen Nyata Jokowi Menegakkan PBNU

“Tidak boleh kita biarkan mereka yang terang-terangan ingin mengganti Pancasila, ingin merongrong NKRI , meruntuhkan demokrasi negara ini” ( Presiden Jokowi)


HTI Akhirnya Dibubarkan !
Pernyataan lugas nan tegas oleh Presiden Jokowi,  di awal tulisan ini, terlontar saat peresmian Akademi Bela Negara (ABN) Partai Nasdem di Jakarta (nasional.kompas.com,16/7/2017), saat merespon soal penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 atas Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Untuk memudahkan mengingat, Perppu  Nomor 2 Tahun 2017 tersebut, secara singkat dikenal dengan Perppu Ormas Anti Pancasila. Dan konteks lahirnya Perppu tersebut adalah kegentingan nasional dengan kian berkecambahnya faham radikalisme dan intoleransi  yang diusung oleh ormas-ormas tertentu, dan  belakangan nampak begitu massif, terstruktur dan sistematis, berjalin berkelindan dengan akselerasi penggunaan media sosial.
Dan bila kita menoleh sejenak ke belakang, selama  SBY berkuasa, sikap dan tindakan intoleransi telah berkembang, sebagaimana tersaji dari survey yang digelar oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) pada tahun 2007, terhadap 1200 perempuan dan laki-laki, menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan. Kendati 76% sepakat dengan nilai-nilai Pancasila, dan 84.7% setuju NKRI berdasarkan Pancasila, tetapi hasil survey juga menemukan bahwa terdapat 22.8% sepakat dengan aspirasi menjadikan Indonesia negara Islam. Survey ini juga memberi petunjuk mengenai persepsi buruk terhadap non muslim, yaitu 62.7% tidak setuju jadi presiden, 64% setuju jadi guru di sekolah umum; 52.2% membolehkan acara kebaktian; 45.3%  melarang kebaktian, 55.8 % setuju membangun gereja dan sebanyak 51.6% tidak setuju. (http://nurmandi.staff.umy.ac.id/files/2011/09/islam-and-natinality.pdf)
Puncak bulan madu sekaligus penampakan kasat mata dari aspek  radikalisme dan intoleransi adalah pada masa Pilkada DKI  yang baru lalu.  Masyarakat disuguhi idiom-idiom yang begitu intens  mengepung dan menteror mental ,  semisal;  kafir, munafik, penista agama dan beragam kosa-kata yang teramat menyesakkan untuk dicerna nalar sehat. Dan jejak HTI pun sulit untuk kita lupakan, bahkan nampak antusias tidak saja turut aktif mengkampanyekan intoleransi, juga sebagai provokator utama.
Fakta di jagad maya maupun di dunia nyata, juga tak terbantahkan bahwa HTI secara terang-terangan masuk pada tahap menguggat falsafah dasar negara, yaitu Pancasila; maka sikap dan kebijakan tegas Jokowi saat mengeluarkan Perppu mengenai Ormas Anti Pancasila menjadi proporsional dan pada momentum yang tepat. Dan sasaran pertama adalah HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).

sumber gambar : kabardwipa.co
Mengapa HTI ?
Kendati Presiden Jokowi pada kesempatan berbeda menegaskan bahwa ormas-ormas lain yang anti Pancasila juga sedang dalam tahap penjajakan untuk dibubarkan, namun alasan HTI menjadi yang perdana sangat logis dan tentunya setelah melewati proses panjang dan matang.
Merujuk pada https://en.wikipedia.org/wiki/Hizb_ut-Tahrir, penulis sepakat bahwa HTI sebagai ormas yang pertama wajib dibubarkan, setidaknya berdasarkan pada fakta-fakta berikut ini.
1. HT (Hizbut Tahrir)  yang didirikan oleh Taqiuddin al-Nabhani,  pada tahun 1953 di Jerusalem, sejatinya merupakan organisasi politik Internasional Pan-Islamisme dengan ideologi Islam dan bertujuan untuk menegakkan kembali “Khilafah Islamiyah” atau  mendirikan kekhalifahan internasional yang terdiri dari negara-negara mayoritas  muslim yang terbentang dari Maroko di Afrika Utara hingga Philipina Selatan di Asia Tenggara.  Artinya HT di negara manapun  memiliki visi dan misi sama .
2. Tiga tahapan strategi yang diterapkan HT  antara lain; pertama  rekrutmen anggota baru, kedua membangun jaringan sel-sel rahasia dan pada akhirnya  mencoba untuk menginfiltrasi pada pemerintahan untuk  melegalkan partai dan tujuannya. Secara lebih sistematis strategi tersebut dapat diuraikan di bawah ini:
  • 2.1- Menciptakan grup elit sebagai komunitas dari anggota HT yang mengajak pada masyarakat Muslim untuk mendukung negara Islam. Para anggota harus menerima semua target dan metode organisasi HT sebagai miliknya dan siap bekerja guna memenuhi  semua target.
  • 2.2- Membangun opini publik di tengah  Umat Islam  mengenai khilafah dan konsep Islam lainnya, yang akan menggiring pada kebangkitan kembali pemikiran Islam (proses tersebut mereka sebut sebagai “ transformasi  intelektual melalui interaksi politik dan budaya”).  Dua target berikutnya melibatkan anggota-anggota elit HT ke dalam beragam posisi di pemerintahan dan militer.
  • 2.3- Ketika opini publik tercapai  lewat debat dan ajakan, grup elit HT berharap mendapat dukungan dari jenderal-jenderal militer, para pemimpin, dan figur berpengaruh lainnya atau pelbagai lembaga guna memfasilitasi  pergantian pemerintahan . Dan pada akhirnya jika sukses mengganti  pemerintahan segera menerapkan  hukum Islam “secara umum dan menyeluruh” .
Jika menyimak tiga tahapan strategi di atas, dan dengan dukungan  anggota diperkirakan berjumlah antara 10 ribu hingga sekitar satu juta  yang tersebar  pada lebih dari 50 negara, maka taidaklah mengherankan jika hampir semua negara dimana pun ada HT, menjadi ancaman nyata keutuhan berbangsa dan bernegara. Maka  harus dibubarkan sebagaimana terjadi di Rusia, Jerman, Tiongkok, Mesir pada medio tahun 2015.
Maka sangat wajar dan rasional bahwa pemerintahan Jokowi pun segera membubarkan HTI sebelum semuanya terlambat.
Fakta lain bahwa HT diterima dengan nyaman di  Amerika Serikat dan Inggri–dua dedengkot kapitalisme dunia, yang sering mereka serang– sejatinya memberi perspektif lain bagi kita bahwa eksistensi HT di seluruh dunia adalah menjadi pion-pion AS dan Inggris untuk kepentingan dua negara adidaya tersebut  (yang juga embahnya zionisme),  demi  mengacak-ngacak negara lain. Fenomena Arab Springs adalah contoh sempurna atas dugaan di atas. Contoh kajian keterlibatan HTI di selama Arab Springs berlangsung dengan kasus Suriah misalnya,  bisa diakses di https://dinasulaeman.wordpress.com/2017/04/04/hti-gagal-paham-suriah-1/
3. Muslihat dan hipokrisi yang ditampilkan HTI—dengan jargon organisasi dakwah Islam—sembari                 mencantumkan Pancasila pada ARD/ART-nya, namun pada prakteknya, secara mencolok mata kerap        menistakan  Pancasila. Sistem demokrasi pun mereka olok-olok.
4.  Label-label kafir dan thogut yang kerap disematkan pada pemerintahan Jokowi, adalah wujud                    penghianat dan ancaman serius tidak saja pada wibawa pemerintahan  Jokowi  yang telah dipilih               secara demokratis, juga akan menjadi bibit buit perpecahan antar anak bangsa.
 Menepis Falasi  Non Causa Pro Causa
Falasi Non Causa Pro Causa  artinya memberi argumentasi yang salah karena keliru mengidentifikasi sebab. Kendati telah penulis singgung  pada artikel lain (https://seword.com/politik/falasi-non-causa-pro-causa-dan-pembubaran-hti/. Namun di sini perlu dikemukakan kembali sebagai penguat bagi pendukung pembubaran HTI dan juga pihak pemerintahan Jokowi.
Bahwa pembubaran HTI lewat lahirnya Perppu No 2 Tahun 2017 disebabkan, sekali lagi disebabkan oleh tindakan HTI yang sudah menjurus pada makar dan membahayakan empat pilar bangsa ini, yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD  45, sebagaimana dipaparkan di atas,
Jadi bukan disebabkan oleh tindakan otoriter pemerintahan Jokowi yang tiba-tiba membubarkan HTI, juga Perppu Anti Pancasila tersebut berlaku bagi semua ormas yang merongrong dan membahayakan PBNU.
Jadi  kesimpulannya bahwa;  dengan penerapan Perppu No 2 Tahun 2017, justru membuktikan dan menegaskan komitmen Jokowi untuk menegakkan dan menjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45 .

0 komentar:

Posting Komentar