Cari Blog Ini

Kamis, 10 Agustus 2017

Ormas Anti Pancasila, Ibarat Burung yang Keblinger Mau Menyelam



Ormas mana lagi yang sudah dibidik pemerintah untuk dibubarkan ? Tentu beberapa pihak, yang memiliki firasat dirinya akan menjadi sasaran berikutnya atas pemberlakuan PERPPU nomor 2/2017 tentang Ormas, sudah mengambil ancang-ancang, karena faktanya pemerintah sudah memberikan isyarat ke arah itu.
Menteri Dalam Negeri Thjahjo Kumolo menyebut ada organisasi masyarakat yang dibubarkan setelah Hizbut Tahrir Indonesia. Pengumuman pembubaran ormas itu akan dilakukan secara bertahap. “Ada (yang dibubarkan), setelah HTI,” ujar Tjahjo di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara No 7, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2017). Tjahjo belum menyebutkan ormas yang dimaksud, termasuk kapan pengumuman pembubaran ormas dilakukan. Pengumumannya dilakukan secara bertahap setelah pembubaran HTI (detik.com).
Sejak pemberlakuan PERPPU tentang Ormas, diduga ada beberapa ormas di luar HTI yang telah diputuskan pemerintah untuk dibubarkan, indikasinya tidak lepas dari kajian tim bentukan pemerintah, yakni mereka yang ditengarai sebagai organisasi berafiliasi kepada faham radikal keagamaan, dan merupakan sumber para pelaku terorisme.
Penentangan atas berlakunya PERPPU tentang Ormas ini, tampaknya akan menemui berbagai sandungan, karena materi yang memicu keberatan pihak pemohon uji materi di Mahkamah Konstitusi, adalah pengertian kondisi ‘kegentingan’ sebagai pertimbangan terbitnya PERPPU. Kondisi kegentingan yang ditafsirkan pemohon, boleh jadi berbeda dengan pengertian versi pemerintah, dimana pemerintah tentu memiliki persfektif lebih luas mengingat kelengkapan perangkat dan aparatur, serta memperhatikan kepentingan komponen bangsa secara menyeluruh. Dalam implementasinya terbukti  masyarakat mulai merasakan kondisi yang lebih baik dan toleransi yang menjadi ciri khas Indonesia, menuju keadaan normal.
Apakah situasi ini bersifat sementara ? Mungkin mereka yang memiliki pemahaman bahwa jihad melalui cara-cara radikal, sebenarnya tidak benar-benar surut, melainkan dalam posisi wait and see. Maka menjadi logis, ketika pemerintah terus melakukan pengkajian, atas ormas-ormas yang terindikasi menganut faham yang tidak sesuai dengan palsafah Pancasila.
Menurut peneliti dari LIPI, Amin Mudzakkir, tanpa dibekali PERPPU tersebut pemerintah akan sulit bergerak cepat dalam mencegah berkembangnya ormas-ormas radikal. Amin memandang UU Ormas yang ada sebelum penerbitan Perppu Ormas, justru membuat pemerintah kesulitan untuk bergerak karena prosedur penertiban yang terlalu panjang. “Kami dari LIPI setuju (Perppu Ormas) meski ada kelemahan. Dilihat dari urgensi, sulit sekali negara secara cepat mengantisipasi intoleransi yang terjadi jika menggunakan uu ormas,” ujar Amin dalam diskusi bertajuk Melawan Intoleransi dengan Perda, Perlukah? di kantor GP Ansor, Jakarta Pusat, Jumat, 4/8/2017 (kompas.com).
Dalam kesempatan lain, hakim konstitusi Suhartoyo menyatakan tafsir ‘keadaan yang memaksa’ lahirnya sebuah Perppu, harus dipahami secara kekinian. Tafsir ‘kegentingan’ diminta jangan menggunakan tafsir kuno. “Mesti dipahamkan mengenai keadaan yang memaksa di konsederan. Kegentingan memaksa di era dulu, dengan konteks kekinian. Artinya kita dituntut untuk melihat persoalan secara jernih,” ujar Suhartoyo dalam persidangan dalam agenda pemeriksaan pendahuluan, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu, 2/8/2017 (detik.com).
Memaknai keadaan yang memaksa dan kondisi kegentingan seperti disebutkan sebelumnya, kita perlu memahami pertimbangan pemerintah, bahwa atas dasar faktor-faktor yang meyakinkan,  sekelompok massa yang memiliki potensi kuat membahayakan keutuhan NKRI, serta mengancam palsafah bangsa, harus diberikan pendekatan yang sesuai, dengan meletakkan keselamatan negara sebagai prioritas.
Pertaruhan antara keselamatan negara sebagai kepentingan bersama, dengan kepentingan kelompok massa yang dalam tahap tertentu, dapat dikategorikan membahayakan, cukup untuk dijadikan landasan bagi aparat yang diberikan otoritas, guna melakukan tindakan pencegahan dan penangkalan. Dalam hal ini diperlukan  mekanisme evaluasi, kepada setiap upaya hukum oleh pemerintah, agar dapat dipastikan seluruh tahapan telah sesuai dengan batas-batas rasa keadilan.
Logika berfikir kita tentang keamanan dan keselamatan, terlepas apakah berkaitan dengan individu, atau lebih luas lagi berkenaan dengan keselamatan negara, selalu akan berbanding terbalik dengan kemudahan dan kenyamanan. Hal ini dapat diartikan, bahwa ketika kita meletakkan keamanan sebagai prioritas, maka kemudahan dan kenyamanan akan berkurang sebagai konsekwensi logis. Kita tidak harus merasa terganggu, jika mendapati prosedur keamanan, pemindaian dan sejenisnya, sepanjang prosedur itu bertujuan menjamin keamanan dan keselamatan. Demikian juga berkaitan dengan pemberlakuan PERPPU nomor 2/2017 ini, masyarakat luas perlu memahami, bahwa pemerintah memiliki niat yang positif guna menjamin keamanan dan keselamatan bersama sebagai bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar