Cari Blog Ini

Minggu, 06 Agustus 2017

Pancasila Parameter Pencapaian Jokowi


Presiden Joko Widodo Pada Peringatan Hari Pancasila

Sudah tujuh puluh dua tahun bangsa Indonesia berdiri. Selama tujuh puluh dua tahun itu pula, telah tujuh kali bangsa ini mengalami pergantian pemimpin. Dari Bung Karno dengan seragam militernya yang gagah, hingga Jokowi dengan gaya kalemnya yang khas.
Setiap pemimpin tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tak terkecuali Jokowi. Paling tidak ada dua indikator kesuksesan seorang presiden, yaitu konstitusi UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara. Presiden Jokowi memiliki beberapa pencapaian positif di berbagai bidang. Dalam tulisan ini saya akan membahas beberapa pencapaian positif Presiden Jokowi, ditinjau dari sudut pandang Pancasila.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Seorang Jokowi tidak pernah sekalipun menggunakan isu agama sebagai komoditas politik. Kita tentu masih ingat betul duet mautnya dengan seorang Kristen bernama Ahok kala masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jauh sebelum dipasangkan dengan Ahok, Jokowi telah berkolaborasi dengan F.X. Hadi Rudyatmo yang juga seorang non-muslim, dalam membangun Kota Solo.
Hal ini membuktikan bahwa bagi seorang Jokowi perbedaan agama bukanlah hal yang patut untuk dipermasalahkan. Ia siap bekerjasama dengan siapapun, tanpa memandang perbedaan agama. Bahkan karena sikapnya yang pro terhadap kaum non-muslim, Jokowi kerap kali dikafir-kafirkan oleh mereka yang notabene adalah saudara seimannya.
Sikap menghargai kebhinnekaan beragama semakin jelas ditunjukkan oleh Jokowi ketika menjabat sebagai presiden. Jokowi tak pernah absen menghadiri perayaan hari besar keagamaan setiap agama. Ia tidak merasa haram berkumpul bersama kaum non-muslim dan masuk ke dalam rumah ibadah mereka.
Contoh lainnya adalah penetapan Ahok dan Riziq Sihab sebagai tersangka. Bila Ahok divonis bersalah dengan tuduhan penistaan agama kaum muslim, Riziq Sihab pun tak kebal hukum hanya karena ia seorang muslim dan memiliki banyak pengikut. Penetapan Ketua Umum Front Pembela Islam tersebut sebagai tersangka menjadi salah satu bukti bahwa Jokowi tidak berusaha mengambil keuntungan politis apapun melalui isu-isu agama. Jokowi adalah sosok seorang pemimpin yang selalu berusaha mewujudkan perdamaian antar umat beragama.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, seorang pengamat perkotaan Yayat Supriyatna dalam sebuah wawancara dengan KOMPAS TV pernah mengatakan bahwa Jokowi adalah sosok pemimpin yang ngewongke atau memanusiakan.
Upaya Jokowi dalam mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab sudah nampak sejak ia menjabat sebagai Walikota Solo. Dalam artikel berjudul “Ini Kisah Sukses Jokowi di Solo”, Merdeka.com Senin, 9 Juni 2014 menceritakan dengan jelas kesuksesan Jokowi menata pedagang kaki lima di Solo.
Saat itu dirinya hendak memindahkan para PKL di daerah Banjarsari ke tempat yang telah disediakan. Menariknya, Jokowi menggunakan pendekatan yang amat persuasif kepada sekitar 989 pedagang yang sebelumnya menolak untuk direlokasi. Jokowi mengajak para koordinator paguyuban PKL makan bersama di Loji Gandrung, rumah dinas walikota.
Bukan hanya sekali dua kali, Jokowi bahkan sampai 53 kali menjamu mereka untuk makan siang bersamanya tanpa sekalipun membahas masalah relokasi. Hasilnya pada jamuan makan ke 54, ketika Jokowi mengutarakan niatnya untuk merelokasi para PKL ke tempat yang baru, tak satupun di antara mereka yang menolak. Para PKL sangat legowo saat mereka dipindahkan ke tempat yang baru.
Ini adalah sebuah prestasi besar bagi seorang kepala daerah, mengingat di daerah lain biasanya relokasi identik dengan konflik dan kekerasan. Dalam wawancaranya dengan media lokal, Jokowi mengatakan bahwa para PKL bersedia direlokasi bukan karena sudah diajak makan, namun karena mereka merasa dimanusiakan.
Setelah menjabat sebagai presiden, kepedulian Jokowi pada isu kemanusiaan semakin nampak dalam arah kebijakan yang ia keluarkan maupun reaksi spontannya dalam meresponi sebuah masalah. Kita tentu ingat tentang sekelompok anak SD di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat yang meminta tas kepada Presiden Jokowi.
Laporan KOMPAS.com Rabu, 12 April 2017, menceritakan bahwa Jokowi meresponi permintaan anak-anak tersebut dengan sangat baik. Bukan hanya mengirim tas sesuai permintaan keempat anak tersebut, Jokowi bahkan mengirimkan paket bantuan untuk pelajar SD di beberapa sekolah di Kabupaten Bengkayang. Paket tersebut berisi seragam sekolah, sandal, tempat bekal dan botol minum, juga seperangkat lengkap alat tulis. Ini bukti yang sangat jelas dan nyata bahwa Jokowi memikirkan betul kondisi rakyat kecil bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa di Indonesia.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Dalam menyatukan Indonesia, Jokowi memiliki cara yang berbeda dengan para pendahulunya. Caranya merangkul rakyat dari Sabang sampai Merauke terbilang unik. Ia hadir pertama-tama dengan konsep Tol Laut. Ide ini pertama kali muncul pada Debat Calon Presiden kedua antara Probowo dan Jokowi pada 15 Juni 2014 silam.
Dalam pemaparannya, Jokowi mengatakan bahwa dengan adanya Tol Laut harga barang di Indonesia barat dan timur tidak akan terlalu jauh berbeda. Tol Laut, seperti namanya Tax On Location adalah sebuah jalur bebas hambatan bagi kapal-kapal yang membawa logistik dari Indonesia barat ke Indonesia timur, maupun sebaliknya. Tol Laut mencakup pengoperasian kapal besar, optimalisasi pelabuhan, serta pengaturan rute pelayaran dan jadwal kapal, yang nantinya akan menjadi solusi bagi masalah konektivitas antar pulau di Indonesia.
Keberadaan Tol Laut memiliki makna yang begitu mendalam bagi rakyat Indonesia, bukan hanya secara ekonomis namun juga ideologis. Dengan Tol Laut ini, Jokowi bukan hanya berhasil menekan harga barang di wilayah Indonesia timur dan memberikan rasa keadilan, tapi juga menyatukan nusantara dari Sabang sampai Merauke.
Usahanya bukanlah tanpa hasil. Pada Jumat, 1 Juli 2017, ratusan anggota Organisasi Papua Merdeka mendeklarasikan sikapnya untuk menghentikan aksi bersenjata melawan pemerintah Indonesia. Dilansir Viva.co.id Minggu, 2 Juli 2017, ratusan anggota OPM tersebut menyatakan diri bergabung dan setia kepada NKRI. Hal ini tidak lain karena kinerja nyata dan komitmen pemerintah dalam membangun Papua telah dirasakan dampaknya oleh sebagian besar rakyat Papua. Dengan demikian, jelas bahwa Jokowi telah berhasil menyatukan Indonesia.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Jokowi adalah sosok pemimpin yang ingin memastikan semua orang merasa didengar. Diplomasi blusukan yang dilakukannya sejak menjabat Walikota Solo merupakan bukti bahwa Jokowi adalah pemimpin yang ingin mendengar suara rakyat. Jokowi bukanlah pemimpin yang memutuskan segala sesuatunya secara sepihak, sekalipun ia berhak melakukannya.
Sejak dilantik 20 Oktober 2014, Jokowi rajin mengundang tamu dari berbagai kalangan masyarakat ke istana. Salah satunya adalah ketika Jokowi menjamu tukang ojek dan supir angkot untuk makan bersama di Istana Merdeka, seperti yang dilansir KOMPAS.com, Selasa, 1 September 2015. Dalam artikel berjudul “Jokowi Ajak Tukang Ojek dan Sopir Angkot Makan Bareng di Istana” itu, Jokowi mengatakan bahwa ide acara tersebut muncul karena adanya masukan dari masyarakat ketika dirinya blusukan.
Beberapa hari sebelumnya di Jakarta sempat terjadi bentrokan antara ojek dan taksi konvensional dengan ojek dan taksi berbasis online, sehingga menimbulkan keresahan para pengguna angkutan umum. Melalui pertemuan tersebut Jokowi berharap ketegangan antar kedua belah pihak dapat diredam, tentunya sambil menunggu pemerintah membenahi regulasi dan tata kelola terkait angkutan umum.
Contoh lain yang lebih ekstrem tentang pencapaian Jokowi dalam mengimplementasikan sila keempat ini adalah adanya negosiasi antara BIN dengan kelompok bersenjata pecahan GAM yang dipimpin oleh Din Minimi. Dilansir DetikNews.com, Selasa, 29 Desember 2015, Kepala BIN, Sutiyoso pergi ke Aceh untuk bernegosiasi dengan Din Minimi berserta anggotanya. Dalam keterangan persnya, Sutiyoso mengatakan bahwa dirinya tinggal di rumah Din Minimi dan tidur disana untuk mendapatkan kata sepakat.
Dari hasil negosiasi tersebut, 120 orang anggota kelompok bersenjata Din Minimi bersedia menyerahkan diri, lengkap dengan 15 pucuk senjata api dan 1 karung amunisi. Kasus Din Minimi ini menunjukkan adanya itikad baik dari pemerintahan Joko Widodo untuk menyelesaikan setiap masalah separatisme dengan mengedepankan prinsip musyawarah mufakat.
Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sejak menjabat pada Oktober 2014, Jokowi menyatakan bahwa di masa kepemimpinannya, pembangunan di Indonesia tidak lagi jawa sentris. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan infrastruktur yang difokuskan pada wilayah timur Indonesia, khususnya Papua. Jokowi ingin dengan dibangunnya infrastruktur, masyarakat Papua dapat merasakan keadilan.
Tol Laut merupakan salah satu program terbaik di masa pemerintahanya. Program ini betul-betul dapat menghadirkan rasa keadilan bagi rakyat Indonesia timur. Jokowi sadar betul bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan, sehingga untuk menguasai Indonesia, pemerintah harus mampu menakhlukkan lautan.
Dalam sebuah video yang diunggah melalui akun youtube Presiden Joko Widodo, Jokowi menjelaskan kepada rakyat Indonesia tentang apa yang sedang dilakukannya dengan Tol Laut. Ia ingin menyatukan Indonesia dan memberikan rasa keadilan dengan menghubungkan pulau-pulau di Indonesia. Selain Tol Laut, Jokowi juga membangun infrastruktur lain di Indoesia timur, seperti bandara, pasar, SPBU, dan jalan raya. Detik.News.com Selasa 7 Februari 2017 melaporkan data dari Kementerian PUPERA bahwa total panjang jalan Trans Papua di Provinsi Papua telah mencapai panjang 3.259,45 km, sedangkan di Provinsi Papua Barat mencapai 1.070,62 km.
Usaha Jokowi dalam melakukan pemerataan dan mewujudkan keadilan membuahkan hasil yang cukup baik. Berdasarkan laporan Detik.News.com Senin 27 Maret 2017, harga barang di Kabupaten Puncak, Papua menunjukkan penurunan yang signifikan. Harga bensin yang sebelumnya Rp 50.000/liter, mulai Agustus 2016 menjadi Rp 6.500/liter. Hal ini menjadi bukti bahwa pembangunan di era Jokowi telah berdampak positif pada penurunan harga sembako di wilayah Indonesia timur.
Dari ulasan di atas, kita dapat melihat bahwa prestasi Jokowi dapat diukur dengan parameter yang jelas. Kesuksesan Jokowi dalam memimpin Indonesia bukan hanya dapat dirasakan secara subjektif oleh kelompok tertentu. Prestasi Jokowi dalam memimpin Indonesia dapat dipertanggungjawabkan dengan landasan dasar negara. Tentu saja masih banyak pencapaian beliau yang tidak sempat saya bahas. Namun paling tidak, beberapa contoh yang saya paparkan dapat membantu kita dalam melihat pencapaian Jokowi secara objektif ditinjau dari sudut pandang Pancasila.

0 komentar:

Posting Komentar