Cari Blog Ini

Rabu, 09 Agustus 2017

HTI, FPI, dan Yusril Ihza Mahendra Mutung, Profesor Jimly Asshiddiqie Menawarkan Solusi


Jimly Asshiddiqie (https://anekainfounik.net)

Saran Ketua ICMI, Profesor Jimly Asshiddiqie kepada Yusril, HTI, dan FPI sangatlah simpatik. Tidak saja menolong Yusril untuk  mengatasi kebuntuan pikirannya membesarkan partainya, Partai Bulan Bintang (PBB), tetapi sekaligus menunjukkan jalan yang patut kepada HTI dan FPI.
Ketika ditemui wartawan usai usai acara Halal Bihalal di Gedung Nusantara IV DPR MPR RI tanggal 30 Juli 2017, Jimly mengemukakan bahwa setelah dibubarkan, sebaiknya HTI tidak putus asa. Tidak usah mengurus politik. Lebih baik berubah menjadi ormas biasa saja, kemudian bergabung dengan PBB bersama Yusril Ihza Mahendra.
FPI pun begitu. Lebih baik mengubah diri menjadi front pencinta Islam dan pembela Pancasila. Jika sayap FPI dan HTI berubah menjadi ormas dan memperkuat Partai Bulan Bintang (PBB), maka warisan Masyumi jadi kuat. Dengan catatan, Yusril Ihza Mahendra harus fokus, ujarnya lebih lanjut.
Mengapa Jimly menyarankan hal itu kepada HTI, FPI, dan Yusril? Ada beberapa alasan. Pertama, selama empat kali Pemilu PBB yang didirikan Yusril mengerdil. Ia sudah habis-habisan memomulerkan partainya dengan berbagai cara, termasuk selalu melawan kebijakan pemerintah, namun rakyat tetap saja tak tertarik.
Pada Pemilu tahun 1999 PBB hanya mampu meraih 2.050.000 suara atau sekitar 2% dan meraih 13 kursi DPR RI; Pada Pemilu 2004 memeroleh suara sebesar 2.970.487 pemilih (2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR. Yang mengenaskan adalah hasil Pemilu 2009 dan 2014. Perolehan suara di tahun 2009 hanya sekitar 1,8 juta atau 1,7%, sedangkan Perolehan suara di tahun 2014 hany sekitar 1-2 persen.
Dengan total suara tidak melebihi parliamentary threshold 2,5% pada tahun 2009, PBB tidak memiliki wakil seorang pun di DPR RI, meski ada calon anggota DPR RI yang diajukan memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dari beberapa daerah. Lebih parah lagi dengan suara sebesar itu, ia dianggap tidak lolos bersama PKPI.
Kedua, usahanya mendekati Ormas Islam garis keras, FPI, dan yang terang-terangan berjuang menjegal Pancasila, HTI, jelas keliru. Yusril mengira hal tersebut dapat menjadi modal membesarkan PBB. Dikiranya seruan-seruan membela Islam atau seruan tentang khilafiah sebagai satu-satunya solusi atau berjalan di garis Allah versi FPI dan HTI dapat menarik simpati umat Islam di seluruh Indonesia. Dia melupakan bahwa pada saat menyerukan hal itu, mereka kerap memertontonkan hal yang sebaliknya. Mereka melawan logika masyarakat umum tentang hakekat berbangsa dan bernegara versi Pancasila.
Yusril tampaknya tak sempat memahami bahwa umat Islam dewasa ini, seperti umumnya rakyat Indonesia, sudah jauh lebih kritis. Tidak mudah diprovokasi atas nama agama. Dengan kekerasan demi kekerasan yang dipertontonkan FPI sejak didirikan pada tahun 1998, umat Islam lainnya, utamanya anggota NU, malahan makin muak pada FPI karena dinilai merusak citra Islam.
Namun, keadaan itu masih bisa diubah, kata Profesor Jimly. Caranya, FPI tak perlu masuk dunia politik. Cukup menjadi Ormas biasa saja bersama-sama HTI. Jangan sampai FPI mengadu Islam dengan Pancasila, karena Islam itu dipelihara Allah. Dibela boleh, tetapi harus dengan cinta, lanjutnya.
Kalau mau bergabung dengan partai politik, HTI dan FPI boleh memilih partai mana saja yang disukai. PPP dan PKB sudah menawarkan diri. Namun, tentu lebih tepat bergabung dengan PBB. Biarlah jerih payah Yusril menjadi pembela HTI tidak sia-sia. Dengan demikian, partai Yusril nantinya, PBB bisa menjadi partai warisan Masyumi yang besar dan kuat.
Namun, Yusril perlu mencatat bahwa bergabungnya HTI dan FPI tidak otomatis PBB seperti itu. Salah satu syaratnya, adalah Yusril Ihza Mahendra harus fokus. Artinya, Yusril harus berusaha keras. Jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Pasalnya, menjadi menggerakkan parpol itu, tidak hanya bisa cuap-cuap di media, tapi harus bergerak.
Tampaknya inilah yang kurang dilakukan Yusril selama 19 tahun PBB. Yusril terlalu banyak berpidato tanpa diiringi usaha membumikan isi pidato. Terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mencari dukungan agar dipilih menjadi presiden dan gubernur, sementara partainya dibiarkan tak terurus. Itu jelas logika terbalik. Kalau saja partainya bisa dibuat besar, maka para pendukung otomatis berdatangan.
Ketiga, HTI, FPI dan Yusril perlu sadar bahwa Pancasila dan NKRI sudah final. Tak perlu diutik-utik lagi. Perppu yang diterbitkan pemerintah itu sah sebagai hukum. Permbubaran HTI juga sah. Kalaupun HTI bersama FPI dan Yusril terus berjuang menggugat Perppu tentu saja tidak salah. Tetapi memertahankan HTI maupun FPI dengan cita-cita khilafah Islamiyyah jelas keliru. Tidak bisa diterima!
Jimly menekankan bahwa Perppu Ormas yang sedang dinilai oleh MK haruslah dihormati. Tetapi yang jelas sebelum diputus bertentangan dengan konstitusi. Kalau nantinya pengadilan TUN membuktikan bahwa HTI itu tidak melanggar Pancasila, maka pembubaran HTI bisa saja dianulir. Kalau misalnya pengadilan TUN memenangkan HTI, tentu HTI harus direhabilitasi. Sebaliknya, jika kalah, Yusril dan HTI tak perlu Eko-neko. Lebih baik fokus pada PBB bersama HTI dan FPI yang baru.
Namun, Yusril perlu tetap ingat bahwa ideologi Masyumi yang telah dibubarkan itu jangan dihidupkan lagi. Sebab inti perjuangan Masyumi, HTI, dan FPI sangat mirip: bertentangan dengan Pancasila juga.

0 komentar:

Posting Komentar