Cari Blog Ini

Jumat, 17 Maret 2017

Novel Bamukmin Kecam Pencopotan Spanduk Provokatif Larangan Mensholatkan Jenazah


Nama aslinya Habib Novel Chaidir Hasan B.
Sesuatu hal yang salah dianggap benar, dan sesuatu hal yang benar dianggap salah. Hal itu merupakan teori terbalik.
Habib Novel Bamukmin misalnya, ia mengecam tindakan Pemprov DKI Jakarta yang telah mencopot spanduk provokatif terkait larangan mensholatkan jenazah bagi orang Islam pendukung pasangan Cagub-Cawagub Basuki Tjahya Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat.
Habib Novel Bamukmin menganggap salah langkah Pemprov yang telah mencopot sebanyak ratusan spanduk provokatif itu. Habib Novel beralasan pemasangan spanduk larangan mensholatkan jenazah bagi muslim pendukung Ahok dan Djarot merupakan bagian dari syiar agama.
Novel Bamukmin mengatakan spanduk pelarangan menyalatkan jenazah pendukung Ahok berlandaskan beberapa surat dalam Al Quran. Novel mengatakan intinya surat itu menyebutkan haram apabila golongan kafir memimpin DKI Jakarta.
Novel mengatakan penerapan larangan pemimpin kafir hanya berlaku di wilayah mayoritas Islam. Di wilayah minoritas Islam, partai dapat mendukung calon non-muslim.
“Umat Islam menjadi mayoritas di Jakarta, berbeda dengan di Bali, Papua, dan Maluku,” kata Novel yang pernah menjabat Sekretaris Jenderal Front Pembela Islam Indonesia (FPI).
Novel menepis kabar spanduk yang dipasang di masjid merupakan pesanan pihak tertentu terkait Pilkada DKI. Dia berkata, pemasangan spanduk sebagai kelanjutan aksi penolakan terhadap Ahok dalam demonstrasi 4 November dan 2 Desember 2016.
“Ini kan ada awalnya di aksi 411, 212. Ada masalah penistaan. Umat merasa perlu peringatkan umat lainnya,” ucapnya.
Padahal faktanya mereka bukan lagi menegakkan perintah ajaran Islam, tetapi sebagai pendukung militian Cagub-Cawagub Anies Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno. Aksi mereka murni politik, bukan bela Islam yang seperti selama ini mereka gembar-gemborkan.
Novel Bamukmin
http://m.cnnindonesia.com/nasional/20170315154034-20-200336/novel-bamukmin-cs-kecam-pencopotan-spanduk-provokatif/
Mabes Polri : Spanduk Larangan Mensholatkan Jenazah ada unsur Pidananya
Sementara itu Mabes Polri mengkategorikan pemasang spanduk larangan menyalatkan jenazah pendukung Ahok sebagai bentuk pidana ujaran kebencian (hate speech).
Tindak pidana ujaran kebencian merupakan produk hukum dari Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.
Polisi saat ini tengah menyelidiki pihak yang bertanggungjawab dalam pemasangan spanduk provokatif tersebut.
Polisi secepatnya harus mengungkap dalang-dalang dibalik pemasangan spanduk provokatif itu. Karena nyata-nyata isi spanduk itu berisi tentang ujaran kebencian. Siapapun pelakunya harus ditangkap dan dihukum dengan seberat-beratnya.
Ulah mereka sudah diluar batas kewajaran akal sehat manusia. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah meninggal ikut disalahkan dan diancam. Sungguh itu bukan merupakan ajaran Islam yang benar.
Tanggapan Cawagub Djarot Saiful Hidayat
Sementara itu calon wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dalam berbagai kesempatan mengimbau agar masyarakat tidak terpancing dengan spanduk provokatif.
“Kami minta pak RT, RW, tokoh masyarakat di sini, mari kita ciptakan Jakarta yang sejuk dan damai. Kalau ada spanduk provokatif, jangan terpancing, lapor saja ke polisi ya,” kata Djarot saat blusukan di Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu.
Disakiti sekalipun Djarot tak mau marah, ia menanggapi dengan sikap yang lebih bijaksana.
Tanggapan Menag Lukman Hakim
Menanggapi polemik munculnya spanduk yang berisi penolakan mensalatkan jenazah pembela ‘Ahok’ dan adanya jenazah warga yang mengalami kejadian tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat bicara.
Ia mengimbau agar masyarakat beragama islam untuk tetap mensalatkan orang yang telah meninggal dunia.
Menurutnya, mengurus jenazah sejak pemandian hingga proses pemakaman merupakan fardhu kifayah.
“Sebaiknya (disalatkan ya), itu kan kewajiban fardhu kifayah mensalati jenazah, memandikan jenazah, mengurus jenazah, itu fardhu kifayah,” ujar Lukman, saat ditemui di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2017).
Lukman pun menegaskan, jika satupun masyarakat sekitar lokasi jenazah tersebut di salatkan tidak melakukan salat jenazah, maka mereka berdosa.
“Kalau tidak ada satupun muslim yang melakukan (mensalatkan jenazah) itu di sebuah kampung, di sebuah wilayah, di sebuah daerah, maka semua orang yang ada di wilayah atau di kampung itu berdosa semua,” tegas Lukman.
Ia mengatakan, seseorang yang telah meninggal dunia tidak akan mendapatkan dosa jika tidak disalatkan.
Yang berdosa adalah bagi mereka yang masih hidup namun secara sengaja tidak mensalatkan.
“Jenazahnya sih tidak berdosa, tapi orang yang masih hidup (yang berdosa),” kata Lukman.
Lukman menilai jika hal tersebut tidak dilakukan, maka secara keseluruhan warga sekitar lokasi jenazah seharusnya disalatkan akan berdosa.
“Kalau tidak ada yang melakukan itu, maka semua orang secara kolektif akan berdosa,” kata Lukman.
Oleh karena itu, Lukman menyarankan agar masyarakat tetap mensalatkan jenazah tetangga maupun kerabat mereka, apapun permasalahannya.
“Karena sifatnya fardhu kifayah, sebaiknya ada yang mengerjakan itu, agar secara kolektif kita tidak berdosa,” tandas Lukman.
Perlu diketahui, hukum fardhu kifayah dalam islam adalah sebuah aktifitaa yang wajib dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain, maka kewajiban ini gugur.
Adapun aktifitas yang tergolong dalam fardhu kifayah, satu diantaranya yakni mensalatkan jenazah.
http://m.tribunnews.com/nasional/2017/03/10/menteri-agama-berdosa-mereka-yang-masih-hidup-namun-sengaja-tidak-mensalatkan-jenazah
 

0 komentar:

Posting Komentar