Cari Blog Ini

Minggu, 19 Maret 2017

Djarot ‘Menampar’ Kaum Sumbu Pendek (Lagi)

Kaum sumbu pendek sering merasuki sendi-sendi Pemilih di Jakarta dengan kecerdasan mereka yang liar biasa. Saking cerdasnya, maksud politis mereka selalu berlindung di balik agama. Orang-orang yang sedang bodoh pun banyak mengikuti mereka. Sialnya, mereka berani eksis dan narsis dengan siasat politisasi agama yang mereka padu sedemikian rupa.
Beberapa waktu yang lalu, kaum sumbu pendek menjatuhkan harga diri mereka lagi yang sudah sangat minus kuadrat. Saat perayaan Haul Presiden kedua RI Soeharto di Masjid At-Tin, mereka sukses menurunkan gaungnya yang katanya ‘paling islami’ dengan cara mengusir plus meneriaki umpatan babi, kofar-kafir, munafik, sorakan huuu, dan lainnya ke Djarot yang baru hadir di acara tersebut. Berbuat kasar dengan memakai pakaian khas islam dan berdiri di tempat yang suci (masjid) seperti itu telah menggambarkan posisi organ tubuh mana yang salah dari kaum sumbu pendek. Entah salahnya di otak, mulut, hati, atau lainnya, terserah Anda mau ‘menampar’ mereka di bagian yang mana supaya mereka normal kembali.
Tanggapan dari Djarot untuk kaum sumbu pendek di Masjid At-Tin
Djarot bukanlah kaum sumbu pendek. Diperlakukan seperti penjahat oleh kaum sumbu pendek tidak membuat Djarot lemah atau malah tersulut emosinya. Sebaliknya, reaksi elegan justru diperlihatkan oleh Djarot. Tetap menampilkan senyum dan gestur tubuh yang ramah adalah ‘tamparan’ yang memang pantas diarahkan kepada kaum sumbu pendek pada saat itu. Atau bisa saya katakan, Djarot sudah memperlakukan dengan manusiawi mereka yang sedang berperilaku bak binatang. Karena hujatan kotor plus emosi tinggi yang dilakukan berjamaah di masjd, tidaklah pantas dilakukan oleh manusia manapun.
“Padahal saya diundang. Kan tujuannya baik. Di masjid loh ini. Tujuannya itu shalawat dan dzikir nasional untuk keselamatan dan kedamaian negeri. Kok perilakunya begitu mereka. Ya masuk aja biasa gapapa. Biar aja, biar aja,” kata Djarot.
Sudah menjadi tontonan umum kalau kaum sumbu pendek itu sering memberi stempel kofar-kafir, munafik, dll kepada orang yang tak sepaham dengannya. Hal ini menjadikan medsos dan dunia nyata menjadi rawan bagi orang-orang yang mendukung Ahok. Buktinya saja sudah jelas, politisasi mayat pendukung Ahok yang dimuat dalam spanduk-spanduk provokatif tersebar di mana-mana. Sadis.
Saya sendiri sangat tidak mengiyakan perbuatan dari kaum sumbu pendek yang sering menjelek-jelekan orang lain dengan stempel kafir sampai munafik tersebut. Persetan dengan siapa jagoan mereka di Pilkada. Kalau mereka sudah berbicara layaknya di posisi Tuhan yang dengan Maha segalanya, maka perbuatan mereka itu sudah tidak benar terlepas dari siapa jagoannya.
Tamasya Al-Maidah di hari H Pilkada
Baru-baru ini beredar ajakan untuk mengikuti program bertajuk ‘Tamasya Al-Maidah’. Program tamasya ini bertujuan untuk menegakan Al-Maidah 51 di TPS-TPS di Jakarta saat hari pencoblosan 19 April nanti. Wah, bodoh rasanya jika ada yang mengatakan maksud tamasya ini bukan untuk menjegal Ahok. Lihat saja poster di bawah ini, dan tarik kesimpulan Anda masing-masing.
Program ini jelas adalah agenda keroyokan dari kaum sumbu pendek untuk mengalihkan suara Ahok di hari H. Mereka pasti akan mengintimidasi Pemilih sebelum mencoblos di bilik suara. Aturan main yang tertera di poster bisa jadi alasan kenapa saya berasumsi demikian. Kalau sudah begini, Pemilih di Jakarta harus menguatkan hati nurani supaya tidak tergoda bahkan terbujuk oleh tamasya yang bisa saya bilang adalah cara jorok terakhir sebelum melihat Ahok menang.
Oh ya, mengenai tamasya ini, saya jadi terpaksa memodifikasi lagu populer anak yang berjudul Naik Becak yang saya kira dapat melukiskan tamasya ini akan seperti apa. Baca sesuai irama lagunya.
“Saya mau tamasya
Berkeliling keliling Jakarta
Hendak melihat-lihat
Keramaian Pilkada
Saya memanggil dia
Pemilih di #Jakarta
Hey, hello, elu pilih siapa?
Saya gaje sendiri
Sambil intimidasi Pemilih
Melihat dengan sinis
Ke kanan dan ke kiri
Lihat calonku kalah
Tamasya tak berguna
Becak, becak, tolong tabrak saya”
Seru kan lagunya?
Djarot: Tamasya Al-Maidah, opo maneh iki
“Kemarin pas di lapangan, saya diberitahu media, ada ‘Tamasya Al-Maidah’, opo maneh iki? Seluruh warga diminta datang ke Jakarta untuk mengawal masing-masing TPS, ngapain?” kata Djarot, dalam acara peluncuran Tim Reaksi Cepat Bhinneka Tunggal Ika-Basuki Djarot, di Jalan Talang Nomor 3, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/3/2017).
Menurut Djarot, sudah banyak pihak yang menjadi saksi dan mengawal pelaksanaan pilkada di tiap TPS. Saksi itu berasal dari saksi tiap pasangan calon, petugas Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS), personel TNI/Polri, dan saksi dari pemerintah.
“Saksinya sudah banyak, enggak perlu undang (warga) seluruh Indonesia, apalagi pakai (alasan menegakkan) Al-Maidah. Ketawa sendiri saya, lucu,” tambah Djarot. Saya pun mengiyakan sambil manggut-manggut plus ketawa. Haha, Djarot ‘menampar’ kaum sumbu pendek (lagi).
Saya kira apa yang dikatakan Djarot sudah benar. Kaum sumbu pendek hanya beralasan ana-ini-anu untuk mengalahkan Ahok semata. Tamasya Al-Maidah tidak lain adalah cara TERAKHIR dari kaum sumbu pendek untuk mempengaruhi Pemilih di Jakarta supaya memilih Anies-Sandi. Kita yang waras mesti mensyukuri hal ini. Harapnya, kekerdilan kaum sumbu pendek dalam berpikir dan bertindak berhenti sampai di sana. Tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri, saya ingin sekali menampar kaum sumbu pendek dalam arti yang sebenarnya. Pembaca Seword ada yang mau ikut?
Salam.
Suara ini rasa-rasanya….

0 komentar:

Posting Komentar