Sebagian besar rakyat Indonesia menolak gagasan mendirikan khilafah
seperti dicita-citakan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) serta Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI). Demikian kesimpulan hasil survei opini publik
dirilis oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
JAKARTA —
Survei tersebut dilakukan lewat wawancara tatap muka pada 14-20 Mei
lalu. Jajak pendapat ini melibatkan 1.350 responden berusia 17 tahun
atau lebih, atau sudah menikah. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan
95 persen.
Dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta, (Minggu (4/6), pendiri SMRC
Saiful Mujani menjelaskan jajak pendapat dilakukan bulan lalu secara
nasional itu menemukan dari 66,4 persen warga Indonesia tahu ISIS.
Sebanyak 89,6 persen menyatakan tidak atau sangat tidak setuju dengan
perjuangan kelompok bersenjata yang dipimpin Abu Bakar al-Baghdadi
tersebut.
Saiful menjelaskan, "Hampir semua rakyat Indonesia itu menyetujui
kalau ISIS dilarang, 91,3 persen (setuju). Apakah ISIS itu ancaman
terhadap NKRI? Juga proporsinya sama, sekitar 90 persen. Ya, itu memang
ancaman."
Lebih lanjut Saiful mengatakan 9 dari 10 rakyat Indonesia menganggap
ISIS adalah ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebanyak 92,9 persen menilai ISIS tidak pantas hidup di Indonesia.
Menurut Saiful, dari 56,7 persen mengetahui Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI ) yangingin menegakkan khilafah, 68,8 persen menolak perjuangan
HTI. Sebanyak 78,4 persen menyetujui keputusan pemerintah telah
membubarkan HTI.
Sementara, ahli sosiologi dari Universitas Indonesia Thamrin Amal
Tamagola mengatakan hasil survei SMRC ini bisa membuat publik merasa
tenang karena mayoritas rakyat Indonesia menolak ISIS dan HTI. Meski
begitu, dia mengingatkan pemerintah dan masyarakat tetap mewaspadai
kedua gerakan tersebut.
"Hanya kelompok-kelompok tertentu saja yang minoritas, baik secara
agama, partai politik, maupun etnis. Itu sangat menggembirakan. Artinya,
membuat kita berbesar hati bahwa sebenarnya rakyat yaang berdiri di
belakang untuk menentang ISIS dan HTI itu cukup besar," ujar Thamrin.
Thamrin menilai ancaman ISIS dan HTI dapat merongrong tiga hal utama,
yakni NKRI, kemajemukan, dan merongrorng kewibawaan dan otoritas ormas
Islam arus utama yakni Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah.
Sedangkan Azyumardi Azra, cendekiawan muslim sekaligus mantan Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, meyakini ideolgi
ISIS dan HTI tidak akan mampu berkembang di Indonesia. Alasannya, Islam
di Indonesia adalah Islam moderat, penuh warna, dan tidak kaku.
Karena itu, Azyumardi menegaskan dia tidak setuju dengan prediksi
Indonesia yangbisa menjadi seperti Pakistan atau Suriah karena munculnya
gerakan radikal yang memanipulasi ajaran Islam.
"Islam Indonesia itu adalah Islam yang melekat dalam budaya dan
budaya Indonesia itu pada dasarnya adalah budaya yang toleran, tepo
seliro, tenggang rasa, mengalah. Walaupun kalau terus didesak, orang
Indonesia kalau menurut sejarahnya bisa mengamuk," tutur Azyumardi.
Azyumardi menekankan Islam di Indonesia yang moderat dan inklusif
terlalu besar untuk bisa dikalahkan oleh ideologi-ideologi Islam
radikal. Dia menyebutkan gerakan Wahabi atau salafi yang kering dan
primitif tidak akan mampu tumbuh dan diterima oleh masyarakat Indonesia.
Menurut Saiful rakyat Indonesia sangat mencintai NKRI. Dari hasil
survei SMRC, 99 persen bangga menjadi warga Indonesia dan 84,5 persen
bersedia menjadi relawan penjaga NKRI. [fw/al]
0 komentar:
Posting Komentar