
Secara mengejutkan Presiden Jokowi menemui
pengurus GNPF MUI, gabungan ormas Islam yang beberapa waktu lalu
berhasil menggelar aksi bela Islam secara berkala, diikuti oleh ratusan
ribu massa hitungan ril, dan 7 juta orang hasil hitungan Rizieq.
Jadi kemarin, selain ratusan chat yang
masuk ke WA mengucapkan minal aidin wal faidzin, juga dipenuhi
pertanyaan mengapa Presiden sudi menemui GNPF? Padahal mereka ini adalah
kelompok yang sebelumnya dengan lantang meneriakkan revolusi dan
cacian-cacian keras terhadap pribadi seorang Jokowi, Presiden Indonesia
saat ini.
Saya dan sebagian kita tentu saja sangat
kecewa mengapa Presiden mau menerima kelompok ormas yang dulunya sangat
tidak menghargai Jokowi. Rasanya kita tidak rela. Tapi kemudian saya
berpikir bahwa, memang beginilah seorang Presiden, yang mau menerima
warganya dari penjuru manapun, bahkan meski orang tersebut pernah
mencaci makinya.
Presiden Jokowi nampaknya sadar betul
bahwa dirinya tidak bisa membenci atau menolak orang-orang yang masih
menjadi warganya. Presiden tidak mau bermusuhan dengan sesama WNI.
Hal ini tergambar jelas dari beberapa
kejadian sebelumnya. Saat Jokowi resmi dinyatakan menang Pilpres 2014
lalu, kita semua tidak ada yang mampu berpikir atau memprediksi bahwa
Jokowi akan berkunjung menemui Prabowo. Kita semua kaget sekaligus
kagum, karena dari situlah kemudian tensi politik di Indonesia tidak
sepanas sebelumnya. Lebih dari itu, akhirnya Prabowo hadir di acara
pelantikan Jokowi JK. Luar biasa.
Padahal kalau ingat saat kampanye, anda
bisa lihat sendiri bagaimana Prabowo berkampanye. Tapi setelah Pilpres
selesai, semuanya benar-benar ditinggalkan dan dilupakan, seketika itu.
Karena selanjutnya adalah tugas kita bersama, tugas Prabowo bahkan tugas
teman-teman pembaca Seword juga, untuk menuju Indonesia yang maju dan
berkeadilan.
Selain itu, pernah ada juga kasus
#PapaMintaSaham yang salah satu tokohnya mencatut nama Jokowi. Seolah
Jokowi meminta disuap atau bisa dikondisikan. Presiden nampak marah
sekali, bahkan sidang MKD dibalas dengan undangan pelawak ke Istana.
Sebagai tanda menertawakan mereka yang sedang di MKD. Namun setelah itu,
Presiden memaafkannya. Toh itu hanya pencatutan dan korupsi belum
terjadi.
Selanjutnya adalah mantan Presiden SBY,
yang saat terjadi aksi-aksi 411 dan 212, SBY selalu menyampaikan pidato
yang membakar amarah sehari sebelumnya. Dan kita tidak akan pernah lupa
bahwa SBY pernah mengatakan “Kalau (tuntutan massa) sama sekali tidak
didengar, diabaikan, sampai lebaran kuda masih ada unjuk rasa itu.”
SBY juga berkali-kali menulis tweet yang
absurd, bahkan pernah di luar nalar sampai menuduh bahwa ada orang
lingkaran Istana yang melarang Jokowi menemui SBY. Kemudian menulis
bahwa seolah-olah Jokowi bisa dikendalikan oleh beberapa orang tersebut.
Tapi terlepas dari semua tuduhan-tuduhan tersebut, Presiden Jokowi
sudah memaafkan meski SBY belum pernah mengucapkannya. Karena pada
akhirnya, SBY juga kini merupakan warga Jokowi dan tidak bisa
dimusuhinya.
Dari beberapa cerita singkat di atas, saya
hanya setuju saat Jokowi menemui Prabowo. Sebab sekeras-kerasnya
Prabowo dalam menjelekkan Jokowi, itu hanya terjadi saat kampanye.
Sementara di hari normal, nyaris tidak pernah Prabowo mengeluarkan
pernyataan yang membakar emosi seperti yang dilakukan oleh GNPF dan SBY.
Tapi di hari yang fitri ini kemudian saya
berpikir, bahwa untuk menaklukkan lawan atau orang yang memusuhi kita,
tidak harus dengan membunuh atau menghabisinya. Caci maki tidak harus
dibalas dengan caci maki. Hinaan dan fitnah tidak harus mendapat hukuman
yang menyedihkan.
Kita bisa lihat setelah permintaan SBY
untuk bertemu diterima oleh Presiden Jokowi, sifat-sifat usil dari tweet
termehek-meheknya pun berakhir seketika. Kita tak lagi mendengar tweet
SBY yang bernada negatif pada pemerintah.
Prabowo yang nampak begitu marah dan emosi
karena kalah Pilpres, menuntut Pilpres diulang, namun setelah ditemui
Jokowi, beliau malah datang ke acara pelantikannya. Lihatlah betapa
ajaibnya sentuhan tangan Jokowi.
Begitu juga dengan GNPF MUI, setelah
diterima oleh Jokowi di Istana, Bachtiar Nasir yang begitu terkenal
dengan caption “selangkah lagi Jokowi menjadikan Indonesia kafir”
kemarin akhirnya memuji Presiden Jokowi.
“Yang kami juga luar biasa mendapatkannya
adalah keberpihakan beliau pada ekonomi kerakyatan atau ekonomi
keumatan. Kami dengar, alhamdulillah, ada will yang cukup
bagus. Sampai yang sama-sama pernah kita dengar bagaimana sekian belas
juta hektare tanah diperuntukkan buat rakyat,” ujar Bachtiar Nasir.
Sampai di sini, mungkin benar jika ada
anggapan bahwa orang-orang yang telah bertemu Jokowi, jadi tidak bisa
mencaci atau mendemonya lagi. Saya masih ingat betul ketika ada
perwakilan mahasiswa yang diminta untuk tidak bertemu Presiden Jokowi,
karena setelah diajak makan mereka kemudian lupa dengan tuntutan dan
demonstrasi.
Dan memang benar, Jokowi lebih suka
mengundang mahasiswa untuk berdialog dan diskusi di dalam Istana.
Presiden Indonesia yang sekarang, selalu ingin mendengar masukan dan
kritikan, tapi juga nampak tidak tega membiarkan para mahasiswa itu
berpanas-panasan. Jadilah diajak diskusi di dalam Istana, sambil
makan-makan dan minum sepuasnya.
Tapi apapun itu, pada akhirnya Presiden
Jokowi menunjukkan jiwa lapang dada sebagai seorang pimpinan negara.
Presiden tetap menganggap saudara, meskipun mereka pernah mencaci
makinya. Presiden tetap menerima, karena mungkin setelahnya ada hal-hal
yang bisa dikerjakan bersama untuk Indonesia. Lalu Presiden tidak mau
bermusuhan dengan kelompok manapun, karena semuanya adalah warganya.
Sebagai penutup, ada pernyataan Presiden Jokowi pada bulan Mei lalu yang sangat menyentuh.
“Semua orang Indonesia adalah saudara sebangsa. Jika dalam beberapa waktu terakhir ini ada gesekan antarkelompok dalam masyarakat, mulai saat ini saya meminta hal-hal tersebut untuk segera dihentikan!Jangan saling hujat karena kita adalah saudara. Jangan saling menjelekkan karena kita ini adalah saudara. Jangan saling fitnah karena kita ini adalah saudara. Jangan saling menolak karena kita ini adalah saudara.Saya telah memerintahkan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu menindak tegas segala bentuk ucapan dan tindakan yang mengganggu persatuan dan persaudaraan. Yang mengganggu NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”
Begitulah kura-kura.
0 komentar:
Posting Komentar