Seorang Pit Hitam yang bersembunyi di
balik sebuah organisasi yang melindungi hak manusia, sempat membantah
pembangunan seluruh infrastruktur yang menghubungkan kota-kota penting
di Papua, yang dilakukan oleh pemerintah.
Padahal di dalam gebrakan yang dilakukan
oleh Jokowi, Jalan Trans Papua yang dirancang sepanjang 4300 kilometer,
sudah selesai 3800 kilometer pada akhir tahun 2016. Namun ada seorang
sebut saja Pit Hitam, mempertanyakan hal tersebut lantaran ia kurang
piknik ke daerah Papua yang (konon katanya) merupakan kampung
halamannya.
Dirinya juga meminta pemerintah agar
menunjukkan rincian panjang jalan prioritas dan strategis untuk
konektivitas kota/ kabupaten, propinsi, dan juga jalan nasional
kepadanya. Menurut Pit Hitam yang kurang pergi berpiknik, dan juga yang
merupakan kolega dari sang prajurit gempal berkuda, tidak ada
pembangunan yang signifikan di Papua.
Bukan hanya Pit Hitam yang kecewa, ia pun
membawa-bawa rakyatnya yang menganggap pembangunan di papua tersebut
merupakan pemborosan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Isu
pertama dikatakan bahwa tidak ada grand design yang dilakukan dan
direncanakan oleh Jokowi di dalam pembangunan selama lima tahun ini.
Isu pertama yang dirasa kurang panas, isu
SARA pun dimunculkan, kontraktor bukan orang asli Papua, semua pendatang
dan dianggap mendulang uang dari Papua dan membawa hasil ‘rampasan’
keluar. Setelah isu SARA cukup dirasa mantap, Pit Hitam pun menggunakan
isu-isu yang lebih parah, yakni mengadu domba pemerintah dan rakyat
Papua.
Menteri PUPR dikatakan dengan sengaja
tidak membayar pengusaha Timika, sehingga membuat pengusaha tersebut
bangkrut. Luar biasa apa yang menjadi strategi licik Pit Hitam di dalam
menghantam pemerintah.
Saya memang sengaja membicarakan orang
itu, para pembaca Seword tentu tahu siapa yang saya maksudkan. Namun
alangkah baiknya jika saya tidak membuka seluruh namanya, karena saya
tidak ingin artikel saya yang keren ini dikotori oleh nama orang
tersebut. Maka sebut saja dia Pit Hitam. Mari kita lanjutkan.
Kunjungan-kunjungan Jokowi pun dianggap
Pit Hitam sebagai kunjungan yang sia-sia. Berkali-kali Jokowi hadir ke
Tanah Papua, dianggap sebagai sebuah pencitraan dan tidak membawa dampak
apapun bagi warga Papua. Memang semakin lama kita dapat melihat bahwa
Pit Hitam ini bukan hanya berkulit gelap, melainkan berhati gelap dan
bergelap mata.
Mata yang gelap, membutakan Pit Hitam di
dalam fakta pembangunan Papua yang begitu cepat. Hati yang gelap,
membuat Pit Hitam terus dirundung oleh rasa iri dan dengki. Mungkin kita
tahu bahwa Sinterklas merupakan sebuah tokoh mitos yang ada di kisah
anak-anak.
Sinterklas merupakan sesosok bapak tua
yang berbaju merah, yang cukup dikenal oleh dunia barat. Setiap malam
Natal, Sinterklas pun masuk melalui cerobong asap setiap rumah di daerah
bersalju, untuk menjawab setiap mimpi anak-anak. Namun kita tahu hal
tersebut adalah sebuah mitos dan kisah anak-anak.
Jokowi tentu bukan Sinterklas, namun apa
yang diberikan Jokowi, merupakan jawaban bertahun-tahun rakyat
Indonesia. Indonesia yang sempat saya anggap sebagai negara dunia
ketiga, di tangan Jokowi, berubah menjadi negara yang memiliki
pemerataan pembangunan.
Kedengkian sudah merasuk jauh ke lubuk
hati Pit Hitam. Entah ia iri atau memiliki agenda tertentu dengan Sang
Pangeran Gempal Berkuda yang begitu jahat, menjadikan mereka buta mata
dan buta hati. Hmmm… Bicara tentang buta mata dan buta hati, tentu kita
mengingat makian Rizieq kepada Almarhum Gus Dur.
Pit Hitam menganggap Jokowi justru
merupakan sumber masalah di Papua karena tidak memiliki kemampuan sosial
untuk membangun kepercayaan. Betulkah demikian? Hanya Tuhan dan Pit
yang tahu. Padahal jelas-jelas Jokowi disambut meriah saat tiba di
Bandar Udara Sentani.
Para warga antusias menyaksikan kedatangan
Jokowi dan ia pun disambut dengan sebuah tarian dan marching band. Jadi
tudingan Pit Hitam ini bukannya menghancurkan Jokowi, malah semakin
membuat posisi pemerintah semakin kuat.
Pembangunan tetap dijalankan oleh
pemerintahan, sembari dinyinyiri oleh banyak orang. Rasanya apa yang
dikatakan oleh seorang filsuf bernama Friedrich Nietzsche benar.
What doesn’t kill you makes you stronger
Begitulah mungkin yang membuat Jokowi dan
kabinet kerja semakin maju semakin solid di dalam melakukan pemerataan
pembangunan. Jangan biarkan Pit Hitam dan Pangeran Gempal Pret-Pret
Berkuda mengganggu apa yang dikerjakan oleh Pak Dhe dan Menteri.
Betul kan yang Pak Dhe lakukan?
Betul kan yang saya katakan?
0 komentar:
Posting Komentar