Siapa yang tidak kenal atau tidak pernah
mendengar istilah “Revolusi Mental”? Semua pasti pernah mendengar jargon
yang diusung Jokowi ketika dia melakukan kampanye Pilpres 2014. Namun
tidak ada penjelasan yang kongkret tentang revolusi mental ini. Jokowi
seperti hanya melempar jargon ini ke tengah-tengah masyarakat tanpa
dilengkapi dengan penjelasan.
Menilik, menelisik, mengintip apa
sebenarnya yang Pak Jokowi maksud dengan “Revolusi Mental”? Kenapa tidak
ada penjelasan yang jelas yang mudah dipahami rakyat? Kapan gerakan ini
akan dimulai? Semua pertanyaan seolah tidak terjawab.
Mungkin, melempar jargon saja dulu biar
telinga dan pikiran rakyat akrab, familiar dan terbiasa dengan istilah
dua kata ini. Lalu membiarkan rakyat mereka-reka sendiri arti, maksud
dan tujuan dari judul yang diberikan berdasarkan persepsi masing-masing.
Karena in any case, arti dan makna dari dua kata “revolusi
mental” seharusnya positif yaitu merubah mental yang jelek menjadi
bagus. Disamping itu, saya pikir, rata-rata orang Indonesia kalau
ditanya tentang mentalnya bangsa Indonesia, jawaban cepat yang didapat
pasti “korupsi”. Dan menghilangkan mental korupsi-lah yang sekarang ini dituntut rakyat untuk segera dihilangkan dari muka bumi Indonesia.
Untuk saya pribadi, awalnya saya memahami
bahwa revolusi mental jokowi adalah perubahan besar-besar dengan cara
cepat akan mental KKN menjadi mental yang lebih jujur, taat hukum, dan
mulai tepat waktu. Dan setelah saya membaca situs resmi pemerintah
tentang revolusi mental, disana saya mendapatkan tambahan informasi
bahwa Jokowi akan membidik 3 sisi yang akan terkena revolusi mental :
sisi ekonomi, sisi hukum dan sisi karakter bangsa. Namun programnya
bagaimana, disitus tersebut tidak disebutkan atau saya tidak menemukan.
Itu saya baca tahun 2014 awal-awal Jokowi menjabat jadi presiden.
Setelah itu, gebrakan Tax Amnesty disebut-sebut sebagai cikal bakal revolusi mental disisi ekonomi. Fine,
saya pikir bisa juga dikatakan demikian. Setelah itu saya menunggu
gebrakan revolusi mental disisi hukum. Namun kemudian negara dan bangsa
Indonesia disibukkan dengan kasus penistaan agama dan saya tidak pernah
lagi menemukan berita lanjutan tentang revolusi mental sisi hukum. Namun
demikian, saya bisa memahami karena kasus penistaan agama adalah kasus
yang full of political intricks, sangat membahayakan posisi Jokowi. Jadi saya pandang wajar jika rencana memulai gerakan revolusi mental sisi hukum tertunda.
Tak lama kemudian saya menemukan tulisan
Fabian Januarius Kuwado, dikoran Kompas yang dilansir tanggal 17 Oktober
2014, tiga hari sebelum Jokowi dilantik menjadi Presiden dengan judul
“Jokowi dan arti “Revolusi Mental” yang menceritakan Panda Nababan,
seorang Kader senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menjelaskan
apa itu Revolusi Mental. Kala itu Serikat Rakyat Miskin Kota atau SRMK
yang bertanya apa yang dimaksud dengan Revolusi Mental Jokowi? Panda
Nababan mengawali jawabannya dengan mengatakan, “Dulu, Pak Jokowi ini
awal seperti anda semua. Miskin juga”. Lalu Nababan melanjutkan dengan
kalimat, “Kalau beliau bisa menjadi seperti sekarang, itu karena
kedisiplinan, kerja keras dan kerendahan serta kebesaran hatinya”. Ah,
ternyata perjalanan karir Jokowi adalah cuplikan dari konsep revolusi
mental itu sendiri. Penjelasan revolusi mental yang dijargonkan oleh
Jokowi ternyata ada pada dirinya sendiri.
Lalu lamunan saya melayang jauh kebelakang
waktu untuk pertama kalinya saya membaca profile seorang Jokowi. Jokowi
adalah anak dari tukang kayu yang miskin yang rumahnya saja pernah
digusur sebanyak tiga kali. Dan peristiwa penggusuran inilah yang sangat
memperngaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak dikemudian
hari. Jokowi adalah seorang yang pintar dan pekerja keras. Menjadi
pengusaha kayu membuat Jokowi punya kesempatan jalan-jalan ke luar
negeri. Apa yang dia lihat di Eropa, itu yang membuat dia ingin terjun
ke dunia politik dengan tekad ingin mengubah wajah Surakarta dan menata
kota seperti yang dia lihat di Eropa. Keberhasilan mengubah wajah
Surakarta membawa Jokowi sampai ke Jakarta. Lalu menjadi Gubernur
Jakarta dan sekarang menjadi Presiden Indonesia. Adakah yang berubah
dari dia saat dia menjadi pengusaha sampai sekarang jadi orang nomor
satu di Indonesia? Teman lamanya yan bilang, “Hampir tidak ada!”. Dari
sisi perilaku dan karakter, hampir tidak ada. Jokowi tetap sederhana,
tetap bekerja keras, tetap berusaha, DISIPLIN dan konsisten.
Okey, kembali lagi ke penjelasan revolusi mental….
Secara harfiah, revolusi itu sendiri
artinya perubahan yang terjadi secara cepat dalam waktu yang singkat.
Lawan kata dari revolusi adalah evolusi atau perubahan secara lambat
dalam waktu yang sangat lama. Siapa yang tidak kenal dengan teori
Evolusi Darwin yang mengatakan bahwa nenek moyang manusia sekarang
adalah kera, katakan lah begitu. Sementara revolusi, kita juga mengenal
sejarah Revolusi Industri yang dimulai sejak James Watt berhasil
menciptakan mesin uap.
Namun seperti kita tahu bahwa cepat atau
lambatnya suatu perubahan untuk masing-masing orang itu relative. Tapi
kalau kita melihat karakter bangsa Indonesia secara umum, dulu dan
sekarang sudah mengalami banyak perubahan. Perubahan karakter bangsa
tersebut merupakan akar dari munculnya korupsi, kolusi, nepotisme, etos
kerja tidak membaik, bobroknya birokrasi, hingga ketidakdisiplinan. Dan
kondisi itu dibiarkan selama bertahun-tahun dan pada akhirnya hadir
disetiap sendi bangsa.
Itu adalah sepenggal penjelasan yang diberikan Jokowi ketika beliau berkampanye di Pilpres 2014.
Namun, Jokowi sadar, merubah karakter
pemalas yang manja dari bangsa Indonesia, tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Atau merubah mereka yang kaya tapi mata duitan tidaklah
semudah menjentikan jari tangan. Revolusi Mental tetap menjadi sebuah
jargon tanpa penjelasan yang konkret dan nyata, terus didengungkan, dan
Jokowi melakukan strategy piramida terbalik.
Jokowi mengawalinya dengan menjadikan
dirinya sebuah contoh nyata tentang kedisiplinan, keberanian, kerja
keras dan usaha, kekonsistenan dan ketegasan yang diharapkan bisa
dilakukan juga oleh semua jajaran kabinetnya. Masing-masing pejabat
kementerian setingkat menteri memperlihatkan sikap yang sama dan
menuntut para eselon satu, dua dan tiga juga memiliki sikap yang sama
pula. Mereka yang tidak mampu merubah karakternya seperti apa yang
diperlihatkan para menteri dibawah Jokowi, maka akan diganti oleh mereka
yang lebih mau dan mampu untuk merubah karakternya. Dan efek domino ini
diharapkan terus naik ke atas sampai ke tingkat Lurah bahkan RW/RT.
Bisa kita bayangkan bagaimana majunya negara dan bangsa Indonesia jika
apa yang Jokowi contohkan diikuti oleh semua pejabat Indonesia??
Jadi kalau saya melihat dari bingkai pembangunan Indonesia, Jokowi sepertinya mengatur dua periode kepemimpinan dia dengan pola: 1. Periode pertama untuk pembangunan secara fisik: Pembangunan, perbaikan, penata infrastruktur, ekonomi dan hukum secara merata. 2. Periode kedua digunakan untuk pengimplementasian Revolusi Mental atau kita sebut sebagai pembangunan secara mental : taat hukum, taat pajak, tepat waktu untuk menjadi manusia Indonesia yang Pancasilais. Worse come to worse jika dia tidak terpilih lagi menjadi Presiden untuk periode kedua, minimal pembangunan infrastruktur yang merata berkeadilan sosial sudah maksimal dia lakukan.
By the way, kenapa kok piramidanya terbalik? Ah, biar beda saja
I am just joking, Saya pikir
Jokowi adalah satu karakter yang tidak suka meninggikan diri atau
menempatkan dirinya paling atas. Karena tanpa harus ditinggikan dan
ditempatkan diatas PUN, posisi dia memang sudah paling tinggi dan paling
atas. Orang nomor satu-nya Indonesia gitu loch !!!
0 komentar:
Posting Komentar