Beberapa hari menjelang bulan Ramadhan
kembali Indonesia dikejutkan dengan peristiwa bom bunuh diri. Bom yang
diduga bom panci meledak di halte bis TransJ Kampung Melayu. Bom bunuh
diri itu menewaskan 5 orang, 3 orang diantaranya anggota Polri, 2 orang
lagi diduga pembawa bom bunuh diri. Selain menewaskan 5 orang, bom
bunuh diri ini melukai sedikitnya 10 orang.
Aksi bom bunuh diri halte bis TransJ
Kampung Melayu menambah daftar hitam berbagai teror bom yang terjadi di
tanah air. Bom yang membawa pesan bahwa kelompok radikal itu ada. Bom
yang diledakan dengan tujuan menciptakan teror di masyarakat. Bila
dikaitkan dengan teror bom tersebut beberapa pertanyaan sering muncul di
pikiran kita. Mengapa Indonesia seringkali menjadi target sasaran bom?
Mengapa pembawa bom bunuh diri rela mengorbankan nyawanya? Setiap aksi
bom bunuh diri yang terjadi di tanah air seolah melambangkan suksesnya
paham radikalisme di kalangan pengikutnya.
Radikalisme dalam pengertian bahasa adalah
paham atau gerakan yang menginginkan suatu perubahan atau pembaharuan
sosial dan politik secara drastis dan biasanya melalui kekerasan. Di
Indonesia paham radikalisme ini cenderung pada paham keagamaan.
Pasca reformasi meciptakan alam demokrasi
yang bebas. Hal itu menyuburkan pula paham radikalisme yang sekian lama
terkubur dalam. Kelompok radikalisme ini tanpa malu-malu mulai
menunjukkan keberadaan dirinya melalui organisasi sosial dengan pola
organisasi yang beragam. Dari mulai gerakan moral ideologi sampai
gerakan yang mirip laskar militer yang bertujuan menegakan syariat
Islam.
Sejujurnya radikalisme yang berujung pada
aksi terorisme menjadi beban psikologi bagi umat Islam di tanah air.
Mestinya hal ini menjadi persoalan serius bagi umat Islam bila tidak
ingin dicap agama Islam adalah agama teror yang menyukai jalan
kekerasan dalam menyebarkan paham keagamaannya. Tidak dipungkiri teror
yang terjadi berupa aksi bom bunuh diri, pelakunya berasal dari kalangan
umat Islam yang tidak lain penganut dari Islam radikal.
Radikalisme dikalangan umat Islam di
Indonesia sesungguhnya mempunyai pandangan dan tujuan yang berbeda-beda.
Ada kelompok yang memperjuangkan syariat Islam tanpa ingin berdiri
sebagai negara, ada yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia dan ada
pula yang ingin mendirikan negara Kilafah Islamiyah. Kelompok-kelompok
ini di alam demokrasi semakin bebas menyebarkan paham pemikiran
keagamaannya sehingga jumlah pengikutnya pun semakin banyak dan semakin
luas.
Berbagai pendapat mengatakan radikalisme
dipengaruhi faktor agama, sosial dan politik. Tampaknya persoalan
krusial yang terjadi di Indonesia suburnya paham radikalisme di
masyarakat lebih pada faktor kemiskinan dan kebodohan. Para pelaku
bom bunuh diri adalah bagian umat Islam dan semuanya berasal dari kaum
bawah. Tak dapat dipungkiri masyarakat miskin dan bodoh akan mudah
diprovokasi lewat paham apapun. Paham radikalisme yang berbalut dengan
agama akan lebih diterima pemahamannya dengan janji ‘surga’ yang akan
mereka dapatkan. Kehidupan ‘surga” yang dijanjikan menjawab permasalahan
hidup yang dihadapi.
Semangat juang menegakan agama Islam
(jihad) yang disalah artikan didorong fanatisme versi Islam mereka
seakan menjawab apa yang melatar belakangi bom bunuh diri. Jihad yang
mereka tempuh tidak serta merta muncul begitu saja tanpa ada motivasi
dan provokasi. Sistem politik yang dianggap hanya berpihak pada golongan
yang berkuasa dan mengesampingkan golongan minoritas, pembangunan
ekonomi yang tidak merata, pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada
rakyat, kesenjangan ekonomi, lapangan kerja yang sulit, korupsi yang
merajalela ditambah kemiskinan struktural menjadikan paham radikalisme
mudah diterima. Pemerintah beserta alat kelengkapannya termasuk
institusi Polri sebagai penjaga keamanan dianggap musuh karena tidak
sepaham dengan kelompok mereka. Tidak heran beberapa teror aksi bom
bunuh yang dijadikan target adalah anggota Polri. Pemahaman Islam secara
kontekstual versi mereka menjadikan jihad dengan akhir mati syahid akan
membawa kehidupan yang lebih baik. Mati syahid (versi mereka) adalah
pintu utama untuk kehidupan sesudah mati. Mereka meyakini janji Allah
akan hadiah yang akan diterima sebagai penegak agama Allah. Tidak ada
hal buruk yang diterima justru prestasi luar biasa gugur sebagai Syuhada
(orang yang mati syahid). Ironisnya mereka tidak berfikir begitu banyak
nyawa tak berdosa terbunuh akibat aksi bom bunuh diri itu. Pemahaman
agama Islam adalah agama damai tampaknya tak ada di versi mereka, yang
ada hanya yang tidak sepaham akan diperangi dengan jalan kekerasan.
Dalam menghadapi paham radikalisme yang
berujung pada teror bom bunuh diri sikap negara sebagai pelindung utama
dari seluruh komponen bangsa haruslah tegas. Negara wajib mengusut
tuntas kelompok berpaham radikalisme penebar teror. Negara harus
menjamin keamanan rakyatnya. Masyarakat tetap tenang dan waspada tanpa
perlu takut akan segala bentuk teror. Rakyat bersatu padu melawan segala
bentuk paham radikalisme dengan menumbuhkan sikap nasionalisme.
Kembali menghidupkan tradisi toleransi beragama. Sikap toleransi
beragama diyakini mengandung nilai kebajikan yang mampu menangkal sikap
intoleran dari kelompok radikal yang berbalut agama. Sebagaimana
diketahui bibit dari radikalisme yang berujung teror adalah sikap
intoleran terhadap kaum yang tidak sepaham dengan kelompoknya. Kembali
pada nilai Bhineka Tunggal Ika yaitu berbeda-beda tetap satu tujuan.
Pemerintah dan rakyat harus bersinergi
bersama-sama dalam memberantas paham radikalisme agama. Dimulai dari
keluarga, sedini mungkin anak diterangkan bahaya radikalisme dan
terorisme. Orang tua tidak lupa mensosialisasikan nilai-nilai toleransi
antar sesama manusia sehingga anak sebagai bagian dari masyarakat
menyadari betul arti perbedaan dalam tatanan sosial yang mesti
dihormati. Institusi pendidikan dan keagamaan dapat dimaksimalkan
perannya oleh pemerintah untuk memberantas paham radikalisme. Program
deradikalisasi yang digagas pemerintah harus melibatkan semua disiplin
ilmu yaitu ilmu hukum, psikologi, agama dan sosial. Diharapkan dengan
sinerginya pemerintah dan rakyat paham radikalisme agama yang sudah
terlanjur menyebar dapat dibendung dan bila mungkin diberantas.
0 komentar:
Posting Komentar