Sekilas membaca
judul berita di media tentang kesediaan Presiden Jokowi untuk bertemu
Bachtiar Nasir, Ketua GNPF-MUI, membuat kita semua terpengarah. Dan ada
rasa tidak setuju kenapa Pakde mau sih ketemu kubu sebelah? Apa yang
terbayang dipikiran dan ingatan kita tentang GMPF-MUI adalah aksi bela
agama satu dua tiga yang memaksa hukum untuk mengadili ucapan sahabat
Presiden Jokowi sampai mereka berhasil memenjarakan Gubernur Jakarta
setelah menyebarkan isu SARA, yang tidak pernah diakuinya, demi
memenangkan Paslon nomor tiga. Itu Fakta.
Sebelum pertemuan itu, segala macam cerita
pun disebarkan oleh kubu mereka tentang seruan pada Presiden kita untuk
meng-SP3-kan kasus Sang Imam Besar, lalu minta islah dan yang terakhir
Seorang Pakar Hukum Tata Negara Menyarankan Presiden untuk menggunakan
hak abolisinya terhadap kasus chat seks Sang Imam Besar. Namun seperti
kita tahu, Jokowi tetap pada pendiriannya bahwa dia tidak akan
menginterfair kasus apapun milik siapapun, bahkan kasus sahabatnya
sekalipun.
Ketika saya baca berita tentang kesediaan
Jokowi bertemu sekelompok petinggi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI,
saya langsung tertawa. Pintarnya Bapak Presiden kita! Dengan
sangat enteng, Menteri Sekretaris Negara Pratikno bilang, bahwa karena
hari ini hari raya Idul Fitri dan kebetulan Presiden Jokowi memang
mengadakan open house, jadi tidak ada alasan untuk tidak menemuinya. Dan
lagi, keterlambatan para tamu dari pihak GNPF-MUI dan dengan kerendahan
hati Presiden Jokowi mau kembali ke Istana hanya untuk menemui mereka,
itu sudah nilai tambah untuk presiden kita!
Ini sudah gayanya Jokowi yang selalu
berhasil mengecoh pikiran lawan bahkan pendukungnya. Jangan dikira si
tamu bisa menjadi bangga karena datang terlambat dan membuat Presiden
kembali ke Istana dari jadwal dia soan untuk silahturahmi ke rumah
Megawati, justru sikap Jokowi yang seperti ini menyentil etika tamu.
Tapi kita harus positive thinking lah, Jakarta kan macet,
padahal biasanya kalau hari pertama lebaran jalan-jalan di Jakarta
selalu kosong melompong. Sekali lagi, Jokowi memperlihatkan pada rakyat
Indonesia bahwa dia seorang pemimpin sejati!
Anyway, 20 menit pertemuan dengan Bachtiar Nasur seluruhnya menguntungkan Presiden Jokowi!
- Bachtiar Nasir dan keenam pengurus GNPF-MUI datang bertemu Presiden Jokowi pada kapasitas dia sebagai ketua dan pengurus GNPF-MUI dan bukan sebagai bagian dari Front Pembela Islam atau FPI. Artinya dia terpisah dari kelompoknya Rizieq Shihab. Pandangan politik saya mengatakan bahwa pertemuan dia bisa saja sebagai tanda kelompok GNPF-MUI mulai pro Jokowi dan memanfaatkan keabsenan Sang Imam Besar. Atau bisa saja, mereka sadar bahwa usaha Rizieq Sihab terbebas dari tuntutan hukum adalah usaha yang sia-sia.
- Pertemuan itu dihadiri pula oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Artinya akses komunikasi langsung dengan Presiden bisa saja di-iya-kan pihak Istana, tapi kita tahu, Presiden Jokowi adalah seorang yang sangat profesional. Dia sangat pandai memilah-milah masalah. Masih mudah berkomunikasi dengan Jokowi lewat forum “Jokowi Menjawab” dari pada lewat cara format yang pakai surat dan lain lain, karena kalau lewat surat tetap saja harus lewat protokoler Istana. Disamping itu, kita tahu betul bagaimana Wiranto bersikap terhadap mereka. setelah pertemuan bubar, bukan serta-merta mereka bisa smsan atau whatsupan langsung dengan Presiden.
- Dukungan dan pengakuan kelompok GNPF-MUI atas semua kebijakan program pembangunan Jokowi, terutama reforma agraria, merupakan wujud keberpihakan Jokowi untuk ekonomi kerakyatan. Artinya, apapun yang dicanangkan Presiden Jokowi harus diterima mereka. Karena pada dasarnya mereka tidak punya kapasitas untuk mencampuri urusan dalam Istana.
- Istilah rekonsiliasi yang dikatakan para pentolan GNPF-MUI belum tentu memiliki makna yang sama dengan rekonsiliasi menurut pihak Istana. Mereka bilang Ingin memperbaiki kondisi, silaturahmi, meningkatkan komunikasi menuju rekonsiliasi. Buat saya ini artinya mereka bersedia menyebrang ke kubu Jokowi.
- Pertemuan ini secara langsung ataupun tidak langsung cukup memukul telak kubu toko sebelah yang dulu mendanai mereka untuk melakukan aksi bela agama satu dua tiga. Ah investasi yang sia-sia kalau akhirnya kartu joker kelompok ini masuk saku kemeja batiknya Presiden Jokowi.
- Presiden Jokowi mau win-win solution? Saya ragu. Keamanan nasional adalah utama bagi presiden kita. Denny Siregar bilang kalau Jokowi mau membunuh seekor kodok, dia akan elus-elus dulu si kodok dan dia masukkan kedalam panci yang diisi air dingin yang dia simpan diatas kompor. Lalu dia nyalakan kompor dengan api kecil. Si kodok merem melek merasa berenang didalam kolam yang hangat. Kemudian dia tutup panci itu dan sedikit demi sedikit api kompor dibesarkan sampai di kodok mati terrebus tanpa perlawanan.
- Komunikasi boleh-boleh saja dibangun sampai cair, namun dipertemuan itu Presiden Jokowi tidak membahas rekonsiliasi secara teknis.
Dari tujuh poin pandangan politik saya,
saya yakin, Bachtiar Nasir sekarang tidak punya banyak pilihan. Masih
bagus Presdien Jokowi tidak meminta dia untuk membubarkan GNPF-MUI.
Karena dipandang dari sudut manapun, beradaan GNPF-MUI sudah tidak
berguna. GNPF-MUI terlahir karena fatwa MUI yang menyatakan bahwa Basuki
Tjahaja Purnama sudah menistakan agama Islam dan menuntut untuk di
penjara. Hari ini, misi mereka sudah terlaksana. Lalu untuk apa
dipertahankan? Dibubarkan saja. Tapi Jokowi tidak meminta itu semua.
Ketujuh perwakilan pengurus GNPF-MUI
mengakui bahwa Jokowi tidak pernah melabelkan organisasi keagamaan
tengah berhadapan dengan pemerintah. Memang dari awal juga Jokowi tidak
pernah berselisih dengan kelompok keagamaan manapun. Hubungan mesra
selalu terjalin dengan NU, Muhammadiyah, MUI dan para sesepuh ulama,
mereka saja yang memisahkan diri dan meng-emas-kan diri merasa lebih
tinggi dari MUI sekalipun. Mereka sendiri yang merasa punya masalah
dengan Pemerintah.
Eh, ada Kapitra Ampera loh di pertemuan
itu. Sepertinya dia menerima saran yang saya tulis di artikel saya yang
lalu. Saya meminta dia untuk meluangkan waktu sebentar untuk bertanya
pada dirinya, “Mau sampai kapan saya dihina oleh seorang Rizieq Shihab?”
Atau tanyakan seperti ini, “Apa yang sedang saya bela? Harga diri saya
atau harga diri dia?”. Iyalah, siapa yang tidak mau selamat? Apalagi
berhadapan dengan seorang Nahkoda kapal yang sepertinya sudah biasa
menghadapi badai. (baca : https://seword.com/wp-admin/post.php?post=131099&action=edit)
Ini benar-benar awal yang baik. Mungkin
dengan cara senyap Jokowi, lama-lama FPI bisa diluruskan dan 100 persen
berpihak dan mendukung pemerintahan yang sah. Kalau macam-macam lagi,
tinggal digebuk aja dan dengan mudah dibubarkan. Mereka akhirnya merasa
cape juga jadi PAHUHA alias Pasukan Penabur Huru Hara.
Sikat habis Pakde! Bikin mereka ga bisa bergerak !
0 komentar:
Posting Komentar