Sekali lagi kita melihat betapa brilian
Pak Presiden Republik Indonesia di dalam memberikan semangat kepada
rakyatnya, termasuk ormas intoleran seperti GNPF MUI yang dikomandoi
oleh ekor Rizieq, Bachtiar Nasir. Sebenarnya jika kita ingin melihat
secara kritis dan detail, GNPF MUI sebenarnya gagal paham dengan namanya
sendiri.
Seharusnya, sesuai dengan namanya, mereka
adalah pengawal fatwa MUI. Namun di dalam tindak tanduknya, mereka malah
terkesan mengawal ulama cabul dan ingin Presiden menghentikan dan
mengintervensi kasus kriminalisasi tersebut.
Beberapa bulan yang lalu, MUI pun sudah menjadi organisasi yang mulai bergeser ke arah sayap kanan, bersama dengan Jokowi. Terbukti dari pelantikan Ma’ruf Amin sebagai panitia pengawal Pancasila di Istana Negara langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Maka sekarang, GNPF MUI dipaksa bergeser dan didorong ke ujung tebing, seolah-olah ditanya sebenarnya apa standpoint
mereka. Rasanya di dalam terjepitnya GNPF MUI, mereka mulai bermasalah
secara internal, bahkan organisasi seumur jagung dan masih hangat
sehangat titik-titik, harus memilih di antara dua pilihan.
Kedua
pilihan tersebut adalah mereka dipaksa untuk tetap menjadi ‘ekor’
Rizieq, atau ‘ekor’ MUI. Ujung-ujungnya memang tidak enak, tetap ‘ekor’,
karena memang pada awalnya tujuan diciptakan GNPF MUI sangat tidak
jelas. Mereka harus menerima akibat buruk, tetap menjadi ‘ekor’.
Pada
akhirnya, mereka terpaksa memilih MUI, karena dengan memilih Rizieq,
tidak ada untung-untungnya sama sekali. Pertimbangannya seharusnya
sederhana, mereka dipaksa untuk memilih antara tersangka atau organisasi
resmi di Indonesia. Jelas bagi mereka mendukung MUI yang adalah
organisasi resmi, jauh lebih menguntungkan.
tampang mereka sebelum bertemu Jokowi, terlihat gagah
Memang
menguntungkan, karena dengan demikian, mereka aman, setidaknya berada di
bawah ketiak MUI yang juga berafiliasi dengan Jokowi. Akhirnya
tekanan-tekanan baik dari internal maupun bully-an masyarakat kepada
GNPF MUI membuat Bachtiar Nasir pada akhirnya mengemis-ngemis untuk
bertemu Jokowi.
GNPF MUI
sebagai penengah, tidak serta merta membuang Rizieq ke tempat sampah
idealisme. Bagaimanapun juga, Rizieq sudah ikut berkontribusi
membesarkan GNPF MUI. Maka besar kemungkinan, ketika bertemu dengan
Presiden, Bachtiar Nasir membawa kasus Rizieq dan mencoba membelanya.
sewaktu bertemu… baru sadar ternyata Jokowi bukan lawan yang sepadan buat mereka..
Lalu apa
respon Jokowi? Hmm.. Ini pun saya penasaran. Suatu hal yang pasti, hasil
pertemuan GNPF MUI dengan Presiden Jokowi membuat mereka panas dingin,
direndahkan sedemikian rupa oleh istana. Bayangkan saja Presiden sudi
menemui mereka pada waktu open house Lebaran di Istana yang mengundang
semua golongan masyarakat.
Bukan hanya
menemui mereka seperti layaknya orang-orang pada umumnya, Jokowi pun
hanya memberikan waktu 20 menit, itu pun didominasi oleh pihak istana. Hahaha. Presiden dan pihak istana berhasil mempermalukan GNPF MUI dengan cara yang sangat elegan.
Tidak perlu
demo besar-besaran seperti Amien Rais di dalam menurunkan harga diri
Soeharto, bahkan ingin menggunakan tangan Prabowo untuk menurunkan
Soeharto. Jokowi hanya perlu duduk di istana, seolah-olah diam dan tidak ngapa-ngapain.
Dalam strategi ini, Jokowi unggul jauh di
atas Amien Rais. Jokowi tidak perlu membawa mahasiswa untuk melancarkan
aksinya, sedangkan Amien Rais didukung oleh banyak mahasiswa. Amien Rais
pun direndahkan serendah-rendahnya, dengan gaya catur santai nan
mengejutkan ala Jokowi.
Pada
akhirnya, Jokowi berhasil merendahkan lawan-lawan politik yang
mengeksploitasi agama untuk merebut kekuasaan. Taktik istana ternyata
berhasil. Bahkan bukan hanya menjatuhkan pola pikir radikal dan ekstrim
para pengekor Rizieq. Istana berhasil mengubah 180 derajat arah pikir
GNPF MUI.
Sejak kapan
kita bermimpi bahwa GNPF MUI ingin NKRI yang utuh? Bukankah selama ini
mereka sangat loyal kepada Rizieq yang menganggap ISIS adalah saudara
mereka? Apa yang terjadi dengan GNPF MUI? Sekali lagi, orang yang ada di
belakang ini adalah Jokowi.
Gerakan catur Jokowi membuat Bachtiar Nasir dan para begundalnya harus tunduk kepada NKRI.
“Kami tidak
ingin Indonesia perang saudara atau diperalat oleh yang menginginkan
Indonesia pecah. Cita-cita kami, kembali ke NKRI yang utuh seperti yang
dicita-citakan pendiri bangsa ini,” kata Bachtiar.
Dengan cara ‘mendiamkan’ kasus Ahok,
Jokowi sangat diuntungkan. Mengapa? Karena kasus Ahok itu sangat tidak
masuk akal jika vonis hakim kepada kasus Ahok 2 tahun. Maka dengan Ahok
masuk penjara, Ahok aman, Jokowi pun dapat dengan leluasa menggebuk dan
menghantam ormas-ormas radikal. Kasus hukum Ahok saja tetap diproses.
Bagaimana mungkin kasus dugaan chat porno Rizieq didiamkan? Hahaha.
Sungguh tidak masuk akal jika kasus Ahok
pun diusut sampai tuntas, bahkan divonis dua kali lebih berat dari
tuntutan jaksa, sedangkan kasus serius Rizieq yang jelas-jelas melanggar
tidak diusut. Lucu. Bahkan terlebih lagi, banyak yang mengatakan bahwa
pasal yang menjerat Ahok masih agak prematur, sedangkan pasal pornografi
yang menjerat Rizieq sangat matang.
Ahok dijerat dengan Pasal 156 a Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang
nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal 156 a KUHP:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang
siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan
perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 28 ayat 2 UU no 11 Tahun 2008 tentang ITE:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sedangkan pasal yang menjerat Rizieq tentang pornografi:
Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi :
Setiap
orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi
Sementara itu, Pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi:
Setiap
orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki,
atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan
perundang-undangan
Pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi :
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Jadi tidak berlebihan bahwa semua yang
dikerjakan Jokowi sebenarnya merupakan gebrakan yang lebih dahulu
dilakukan oleh Ahok. Memang menyedihkan, melihat anak bangsa yang begitu
berkontribusi bagi Jakarta, harus berakhir karir politiknya dengan
jeratan pasal yang masih prematur. Namun tanpa Ahok, saya yakin jalan
Jokowi untuk mempertahankan NKRI sangat sulit. Jokowi sekarang dengan
mudah menekuk ormas-ormas radikal. Bahkan ormas tersebut dapat mengakui
kekalahannya dan berkata “Cita-cita kami adalah NKRI yang utuh”.
Lantas apakah mereka sepenuh-penuhnya
tunduk pada NKRI? Belum tentu. Jangan terlalu cepat berharap kepada
perubahan total di tubuh GNPF MUI. Bisa saja mereka hanya melakukan lip service
alias ‘sebatas perkataan’. Dengan kondisi ini, kita dapat ibaratkan
Jokowi sedang men-skak-mat lawannya dan pada akhirnya lawan harus
mengakui kekalahannya, meskipun lawan tidak terima. Bravo Jokowi!Terima
kasih Ahok, terima kasih Jokowi.
Betul kan yang saya katakan?