Foto: Jabbar Ramdhani
Shamsi mengatakan kehidupan toleransi di Indonesia terbangun cukup baik dan membanggakan. Kondisi ini tercipta karena kehidupan beragama jadi bagian dari sejarah masyarakat Indonesia.
"Saya katakan cukup toleran karena masyarakat Indonesia sejarahnya sangat toleran. Kehidupan beragama sudah jadi bagian dari sejarah itu sendiri," kata Shamsi di Masjid Raya Pondok Indah, Jalan Sultan Iskandar Muda, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Shamsi menambahkan, sikap toleransi yang hidup di masyarakat ini
menjadi kunci atas keutuhan Indonesia. Toleransi ibarat perekat dari
aneka keberagaman yang juga ada di Indonesia.
"Dan saya kira, hal itu jugalah yang membuat negara Indonesia tetap utuh sampai sekarang. Padahal keragaman-keagamaan luar biasa, keragaman etnik, dan lain-lain. Tapi saya kira toleransi inilah yang membuat kita utuh sebagai NKRI," ujar pria asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, ini.
Menurutnya, hadirnya toleransi ini adalah sebagai kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dan Shamsi, yang sudah hidup di AS selama 21 tahun, menyatakan kebanggaannya sebagai bangsa Indonesia.
Shamsi tidak menampik adanya kasus-kasus diskriminasi antara kelompok mayoritas dan minoritas atas dasar sentimen agama. Menurutnya, hal ini perlu diantisipasi agar tidak sampai menyebabkan terjadi perpecahan.
"Saya kira itu memang perlu diantisipasi. Jangan sampai kemudian sentimen agama itu memecah belah bangsa kita. Karena bagaimanapun, bangsa Indonesia ini, persatuan bangsa Indonesia adalah sesuatu yang sangat mahal. Oleh sebab itu, perlu kita jaga," tutur Shamsi, yang menjabat sebagai imam Islamic Center New York selama 2001-2012.
Namun, bila memang terjadi beda pendapat, Shamsi mengatakan harus disampaikan dengan cara yang tetap berdasarkan hukum yang berlaku. Ia memberikan contoh bagaimana kasus dugaan penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena pidatonya di Kepulauan Seribu.
"Mungkin kalau kita bicara tentang kejadian-kejadian terakhir, ketika ada kejadian ucapan dari Gubernur DKI nonaktif, Ahok, soal pidato di Kepulauan Seribu yang dianggap sebagai pelecehan dari para ulama. Lalu kemudian ada umat yang bereaksi. Saya kira reaksi itu adalah sangat menggambarkan sikap yang elegan, sikap yang demokratis," ujar Shamsi.
"Karena itu adalah protes yang dilakukan dalam batas-batas praktik demokrasi. Dengan jumlah yang sangat besar ini, tidak ada kerusakan-kerusakan, tidak ada pelecehan terhadap orang lain. Saya kira ini sejarah yang harus dibanggakan oleh bangsa ini," sambungnya.
Shamsi mengatakan sikap toleransi di Indonesia adalah sebuah jati diri bangsa yang harus dipertahankan. Hal ini sudah tumbuh jauh sebelum Indonesia merdeka.
Ia melihat bagaimana sejarah perkembangan masyarakat Indonesia, bagi kaum mayoritas selalu menjaga hak kelompok minoritas. Shamsi berharap, sejarah ini tetap disadari oleh bangsa Indonesia.
"Saya kira, siapa pun yang menjadi dominan di negara ini, yang harus kita kedepankan adalah toleransi. Oleh sebab itu, saya kira kita perlu pertahankan sejarah toleransi ini, sehingga masyarakat Indonesia tetap dikenang oleh masyarakat dunia sebagai bangsa yang toleran," tutur Shamsi.
"Jadi jangan sampai kita mengingkari sejarah. Bahwa siapa pun mayoritas, siapa pun minoritas, tidak pernah menurunkan sikap dan karakter toleransi kita dalam kehidupan," imbuhnya.
(jbr/nkn)
"Dan saya kira, hal itu jugalah yang membuat negara Indonesia tetap utuh sampai sekarang. Padahal keragaman-keagamaan luar biasa, keragaman etnik, dan lain-lain. Tapi saya kira toleransi inilah yang membuat kita utuh sebagai NKRI," ujar pria asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, ini.
Menurutnya, hadirnya toleransi ini adalah sebagai kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dan Shamsi, yang sudah hidup di AS selama 21 tahun, menyatakan kebanggaannya sebagai bangsa Indonesia.
Shamsi tidak menampik adanya kasus-kasus diskriminasi antara kelompok mayoritas dan minoritas atas dasar sentimen agama. Menurutnya, hal ini perlu diantisipasi agar tidak sampai menyebabkan terjadi perpecahan.
"Saya kira itu memang perlu diantisipasi. Jangan sampai kemudian sentimen agama itu memecah belah bangsa kita. Karena bagaimanapun, bangsa Indonesia ini, persatuan bangsa Indonesia adalah sesuatu yang sangat mahal. Oleh sebab itu, perlu kita jaga," tutur Shamsi, yang menjabat sebagai imam Islamic Center New York selama 2001-2012.
Namun, bila memang terjadi beda pendapat, Shamsi mengatakan harus disampaikan dengan cara yang tetap berdasarkan hukum yang berlaku. Ia memberikan contoh bagaimana kasus dugaan penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena pidatonya di Kepulauan Seribu.
"Mungkin kalau kita bicara tentang kejadian-kejadian terakhir, ketika ada kejadian ucapan dari Gubernur DKI nonaktif, Ahok, soal pidato di Kepulauan Seribu yang dianggap sebagai pelecehan dari para ulama. Lalu kemudian ada umat yang bereaksi. Saya kira reaksi itu adalah sangat menggambarkan sikap yang elegan, sikap yang demokratis," ujar Shamsi.
"Karena itu adalah protes yang dilakukan dalam batas-batas praktik demokrasi. Dengan jumlah yang sangat besar ini, tidak ada kerusakan-kerusakan, tidak ada pelecehan terhadap orang lain. Saya kira ini sejarah yang harus dibanggakan oleh bangsa ini," sambungnya.
Shamsi mengatakan sikap toleransi di Indonesia adalah sebuah jati diri bangsa yang harus dipertahankan. Hal ini sudah tumbuh jauh sebelum Indonesia merdeka.
Ia melihat bagaimana sejarah perkembangan masyarakat Indonesia, bagi kaum mayoritas selalu menjaga hak kelompok minoritas. Shamsi berharap, sejarah ini tetap disadari oleh bangsa Indonesia.
"Saya kira, siapa pun yang menjadi dominan di negara ini, yang harus kita kedepankan adalah toleransi. Oleh sebab itu, saya kira kita perlu pertahankan sejarah toleransi ini, sehingga masyarakat Indonesia tetap dikenang oleh masyarakat dunia sebagai bangsa yang toleran," tutur Shamsi.
"Jadi jangan sampai kita mengingkari sejarah. Bahwa siapa pun mayoritas, siapa pun minoritas, tidak pernah menurunkan sikap dan karakter toleransi kita dalam kehidupan," imbuhnya.
(jbr/nkn)
0 komentar:
Posting Komentar