Hebatnya Manusia (1)
TUHAN tidak hanya mencipta manusia saja
sebagai makhluk hidup di dunia ini. Sebagai pendamping, TUHAN
menghadirkan hewan dan tumbuhan serta berbagai benda lainnya. Terdapat
perbedaan signifikan di antara semua ciptaan TUHAN ini. Kalau hewan
hanya bisa berprokreasi saja, tidak demikian dengan manusia. Selain
berprokreasi, manusia juga mampu berkarya-cipta. Dari zaman “baheula”
sampai saat ini, sudah tak terhitung hasil karya cipta manusia. Utamanya
berbagai instrumen guna menjawab kebutuhan hidup. Tengok beragam jenis
pesawat yang “berseliweran” di berbagai bandara seluruh dunia. Tengok
pula kapal-kapal berbagai ukuran menyusuri sungai sampai samudera raya.
Paling fenomenal adalah “super tanker” dan kapal induk. Atau skyscraper yang mencoba menggapai langit. Salah satunya adalah Burj Khalifa di Dubai yang sampai saat ini masih memegang rekor gedung tertinggi di dunia.
Dari zaman “baheula,” cerita tentang
“superioritas” manusia sudah tercatat dan “menyejarah.” Wajar apabila
berbagai kitab suci sampai-sampai turut mencatatnya sesuai dengan versi
masing-masing. Ambil contoh kitab suci agama Kristen, yaitu Alkitab,
khususnya di bagian Perjanjian Lama.
Kejadian 1: 26 – 27Kej. 1:26 Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”Kej. 1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka
Luar biasa, bukan? Hanya manusia yang
diciptakan “segambar” dan “serupa” dengan TUHAN. Pertanyaan penting
adalah: “Apa makna dari kata “segambar” dan “serupa?”
- Kata “segambar” dan “serupa” bukan berarti manusia sama dengan TUHAN. Jauh, teramat jauh menyamakan diri manusia dengan TUHAN. Suatu hal yang mustahil! Sebab TUHAN Sang Pencipta, manusia hanya ciptaan.
- Kata “segambar” dan “serupa,” tidak boleh lepas dari kalimat selanjutnya di ayat 26, yaitu: “… mereka berkuasa atas ikan-ikan … dan seterusnya.”
- Kalimat ini mau memperlihatkan bahwa manusia beroleh akal dan budi (nurani). Instrumen yang ecmemungkinkan manusia mampu berkarya-cipta. Serta membedakan: “benar atau salah, baik atau buruk, dan dosa atau tidak dosa.” Tentu parameternya kitab suci dan norma-norma serta nilai moralitas yang berlaku sesuai konteks.
- Dengan demikian, kata “menguasai” di sini bukan berarti “memperkosa.” Melainkan dengan akal-budi “mengelola” secara bijak dan menjaga lestari bumi di mana manusia ada dan hidup.
Hanya ini sajakah kehebatan manusia dibanding makhluk hidup lain?
*********************
TUHAN vs. Hantu
Semua yang mengaku ber-TUHAN dan beragama
pasti meng-aminkan TUHAN teramat suci, kudus, dan mulia. Secara hirarkis
(kalau boleh diberlakukan), TUHAN berada di posisi puncak atau
tertinggi. TUHAN juga diaku Maha Kuasa, Maha Kasih, Maha Adil, Maha
Benar, Maha Baik, dan lain sejenisnya. Sebuah pengakuan betapa “kecil”
dan “terbatasnya” manusia walau beroleh anugerah akal-budi. Itu
sebabnya, wajib menyembah dan memuja-muji TUHAN lewat berbagai versi
peribadahan maupun tutur kata dan perilaku keseharian. Juga wajib
hukumnya untuk patuh, taat, dan setia pada semua ajaran, perintah, dan
hukum TUHAN.
Sebaliknya dengan hantu. Kamus Besar Bahasa Indonesia online
mendefinisikan hantu sebagai roh jahat (yang dianggap terdapat di
tempat-tempat tertentu). Sudah “takdir” hantu harus berada pada posisi
paling rendah. Manusia yang mengaku ber-TUHAN dan beragama juga
mempersepsikan hantu adalah “makhluk” jahat yang hina, buruk, dan busuk.
Itu sebabnya hantu tidak boleh disembah dan dipuja-puji. Juga tidak
boleh meniru perilaku seperti yang bisa di lihat di film-film hantu.
Misalnya, perilaku suka menakut-nakuti, seperti hantu pocong atau
kuntilanak, dan lain sejenisnya. Kecuali hantu di film “Si Manis
Jembatan Ancol.” Hehehe. Jadi “haram” hukumnya menyembah, memuja-muji,
dan meniru perilaku hantu. .
*************
“Hebatnya” Manusia (2)
Kehebatan manusia tidak hanya soal
ber-prokreasi dan berkarya-cipta. Dalam situasi dan kondisi khusus,
manusia bahkan mampu “mempermainkan” posisi tertinggi TUHAN. Kalau lagi
perlu, TUHAN beroleh tempat tertinggi. Misalnya dalam keadaan sekarat.
TUHAN pasti akan dipanggil-panggil, disembah-sembah, dan dimohon-mohon,
tanpa henti. Sebaliknya kalau lagi tidak butuh. Ajaran, perintah, dan
hukum TUHAN terlupakan. Tanpa sungkan dan malu justru mengadopsi
perilaku hantu.
Hebatnya lagi, manusia juga mampu membuat
batasan TUHAN dengan hantu menjadi teramat tipis. Jauh lebih tipis dari
sehelai rambut di kepala. Sebuah puisi “jenius” ciptaan seorang “anonim”
memberi jawab tentang hal ini. Judul dan isi puisi ini hanya
menggunakan 1 kata, yaitu TUHAN. Nah, sekarang coba lafalkan atau
lantunkan kata TUHAN berulang tanpa henti di depan kaca: “TU HAN TU HAN
TU HAN tu han tu han tu han tu HAN TU HAN TU HAN tu han tu, dan
seterusnya dan seterusnya.” Wajib melafalkan dengan berbagai intonasi.
Mulai dari penyembahan, permohonan, sampai teriak seperti orang
ketakutan atau kesurupan. Lebih bagus kalau cahaya lampu remang-remang.
Hasilnya? Silahkan coba terlebih dulu. Pasti akan beroleh jawaban:
“Hanya manusia yang mampu membuat batasan atara TUHAN dengan hantu jadi
teramat tipis.
Itu baru dari sebuah puisi. Bagaimana dengan kata dan perilaku?
“Hebatnya” Manusia Indonesia (3)
Sebagai negara yang mengaku agamis, TUHAN
mendapat tempat khusus dalam asas berbangsa dan bernegara. Sila Pertama
Pancasila adalah Ke-TUHAN-nan yang maha esa. Bukan “ke-hantu-an” yang
maha esa. Penyembahan hanya kepada dan untuk TUHAN, bukan hantu.
Harapannya, dengan menyembah TUHAN, manusia-manusia Indonesia akan hidup
berlandaskan ajaran, perintah, dan hukum TUHAN. Niscaya akan terwujud
NKRI yang penuh damai, bahagia, dan sejahtera.
Tragisnya, dalam praksis, justru rayuan
maut dan godaan hantu yang menang. Ajaran, perintah, dan hukum TUHAN
relatif cuma sebagai simbol ber-TUHAN dan beragama. Berikut beberapa
contoh:
- Tengok perilaku pengendara kendaraan bermotor. Sumpah serapah dan makian kasar adalah pemandangan sehari-hari di jalan raya. Padahal TUHAN mengajarkan untuk bersabar dan disiplin;
- Tengok KDRT yang terjadi di banyak rumahtangga. Padahal TUHAN mengajarkan untuk saling mengasihi. Sayangnya karena budaya malu teramat kental, hal ini menjadi aib sehingga belum terekspose maksimal. ;
- Tengok bejatnya orang dewasa terhadap kaum anak-anak. Sangking kebelet nafsu menyimpang, praktek peodofil banyak terjadi di Indonesia. Beruntung belum lama ini sindikat peodofil “Loly Candy’s” berhasil terungkap. Bayangkan kalau tidak? Akan berapa banyak lagi anak-anak Indonesia yang menjadi korban? Padahal TUHAN mengajarkan agar para orang tua menjaga dan mendidik anak-anak dengan penuh cinta “agape” atau paling tidak cinta “philia;”
- Tengok ormas anti keberagaman. Keberagaman harus dibasmi berganti seragam dalam segala hal. Termasuk dalam cara berpikir. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara akal dan budi atau nurani. Jadinya, dengan gampang merasa diri paling benar, suci, dan kudus. Orang lain kafir dan layak diperlakukan semena-mena. Padahal TUHAN pencinta keberagaman. Dan mengajarkan agar satu sama lain saling menghormati dan menghargai dalam keberagaman.
- Tengok salah satu Paslon di Pilkada DKI Jakarta yaitu Paslon No. 3 Anies-Sandi. Segala cara dihalalkan. Dengan satu tujuan, yaitu menang di Pilkada DKI Jakarta Putaran Ke-2. Sudah terlalu banyak berita tentang hal ini. Gambaran bermuka sejuk penuh kasih TUHAN berganti dengan “genderuwo” yang mengerikan. Padahal TUHAN mengajarkan setiap manusia Indonesia untuk berjiwa kesatria dan menjunjung tinggi sportifitas yang jujur dan tulus.
Hebatnya, ketika jam ibadah tiba, tidak
lupa beribadah. Apalagi kalau hari raya agama. Berbondong-bondong
merayakan sambil tidak lupa menyerbu tempat-tempat ibadah sesuai agama
masing-masing. Usai ibadah? Pasca hari raya agama? Saling memaki penuh
sumpah serapah kembali hadir. KDRT kembali hadir di banyak rumah tangga
Indonesia. Praktek “biadab” peodofil kembali hadir dengan cara
mengendap-mengendap mencari mangsa baru. Praktek anti keberagaman
kembali hadir. Peng-halal-an segala cara agar menang juga kembali hadir.
Semua yang bertentangan dengan ajaran, perintah, dan hukum TUHAN
kembali mewarnai tutur kata dan perilaku banyak manusia Indonesia.
Duhhh, malang benar nasib TUHAN.
Sebaliknya hantu pasti berbangga diri dan kian “jumawa.” Sebab kian hari
kian bertambah banyak manusia Indonesia yang tergoda menjadi
pengikutnya. Khususnya yang berasal dari penghuni bumi datar bersama
segelintir elite.
TU HAN TU HAN TU HAN tu han tu han tu han tu HAN TU HAN TU HAN TU HAN TU HAN TU HAN tu han tu han tu han tu han tu!
Akhir kata, “mumpung” masih beroleh nafas
hidup dan akal-budi masih berfungsi normal, mari kita semua manusia
indonesia bertobat!
Ever Onward No Retreat. GOD Bless NKRI tercinta always & more!
0 komentar:
Posting Komentar