Agama apapun di dunia ini selalu
mengajarkan tentang kebaikan. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan
perilaku jahat kepada para pemeluknya. Kebaikan yang diajarkan di dalam
agama-agama itu tidak muncul dari tempat lain melainkan bersumber dari
Tuhan sendiri; sebab Tuhan adalah sosok yang Mahabaik dan Mahabijaksana.
Tuhan yang Mahabaik dan Mahabijaksana itu menghendaki supaya manusia
berbuat baik kepada sesamanya, bukan sebaliknya, melakukan perilaku
jahat. Tidak mungkinlah sesuatu yang jahat datang dari Tuhan.
Sayangnya, tidak sedikit juga orang
mengenakan jubah agama untuk tujuan yang lain. Demi tujuan yang tidak
kita ketahui itu, mereka tega mengumbar kebencian atas nama Tuhan dan
agama. Mereka lupa atau secara sengaja melupakan bahwa semua orang sama
di mata Tuhan. Padahal, Tuhan tidak mempersoalkan apa agama kita.
Asalkan kita bisa melakukan perbuatan baik, kita sudah bisa menyenangkan
hati Tuhan.
Itulah yang terjadi di negara kita. Kita
sudah sering menerima beragam fitnah, ujaran kebencian, dan tindak
kekerasan atas nama Tuhan dan agama. Kenyataan yang pahit itu membuat
banyak orang bertanya-tanya, “Kok bisa-bisanya orang beragama
melakukan perilaku tidak terpuji itu atas nama Tuhan dan agama? Bukankah
Tuhan melalui agama mengajarkan kebaikan?”
Orang-orang yang terjebak pada fanatisme
sempit seperti itu menjamur ke mana-mana, bahkan mungkin mereka ada di
sekitar kita. Mereka anti terhadap segala kemajemukan di masyarakat.
Jika kita melihat kembali kejadian demi kejadian yang muncul belakangan
ini, misalnya, tampak sekali bahwa ada orang-orang yang merasa terganggu
dengan keberagaman di negara kita. Hal seperti itu jelas mencederai
kebhinnekaan yang ada di negeri ini. Padahal, kita tahu bahwa sikap yang
seharusnya muncul dari dalam diri kita berhadapan dengan kemajemukan
yang ada di masyarakat tidak lain adalah sikap toleransi.
Jangan lupa bahwa Indonesia ini dibangun oleh banyak orang dari berbagai latarbelakang suku, agama, dan ras. Maka dari itu, saya berpikir bahwa merupakan suatu kemunduran jika kita mulai mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat kita.
Syukurlah, kedatangan Raja Salman bin
Abdulaziz al-Saud ke Indonesia dalam beberapa hari ini membawa suatu
wawasan baru bagi banyak orang di Indonesia, terutama bagi mereka yang
selama ini berkoar-koar melawan segala kemajemukan di Indonesia.
Seperti kita ketahui bahwa hari ini Raja
ketujuh Arab Saudi itu bertemu dengan tokoh-tokoh lintas agama. Di depan
mereka, ia mengapresiasi keberagaman yang ada di Indonesia. Pertemuan
Raja Salman dengan tokoh-tokoh agama itu jelas merupakan suatu tamparan
keras bagi kelompok intoleran di Indonesia. Bahwasanya, seorang Penjaga
Dua Kota Suci agama Islam saja tidak anti terhadap adanya perbedaan
agama di masyarakat.
Jika Raja Arab saja mau menghargai
perbedaan yang ada di masyarakat kita bahkan bersedia mengapresiasi
terhadap keberagaman itu, mengapa kita yang ada di Indonesia justru
bertindak intoleran terhadap sesama kita hanya karena mereka tidak
seagama dengan kita?
Apakah hidup keagamaan dan pemahaman agama Anda jauh lebih baik dari Raja Salman? Jika Anda menjawab YA, saya hanya bisa bilang bahwa Anda sungguh terlalu. Apakah Anda berani mengatakan bahwa Raja Salman itu patut dianggap kafir karena ia menerima perbedaan? Sekali lagi, jika Anda menjawab YA, saya hanya bisa bilang bahwa Anda sungguh terlalu.
Seharusnya, sikap Pemimpin Wangsa Saud itu
membuat Anda yang selama ini bersikap intoleran merasa malu. Bayangkan,
Raja Salman saja mau menerima perbedaan, padahal ia berasal dari negara
Arab yang notabene tempat lahirnya agama Islam, masa Anda yang hanya
bertingkah mirip orang Arab sok anti terhadap perbedaan agama? Semoga
saja sikap yang ditunjukkan oleh Raja Arab terhadap kemajemukan di
Indonesia patut dicontoh oleh setiap orang di Indonesia. Salam
sehati-sejiwa.
0 komentar:
Posting Komentar