Cerita jenazah nenek Hindun yang ditolak
dishalatkan dimusholla didekat rumahnya tinggal menjadi buah bibir dan
perbincangan banyak kalangan, hal ini menimbulkan dan mendatangkan
banyak tanggapan dan juga banyak kecamanan terhadap hal ini.
Sunengsih (46), putri Hindun, menuturkan
ibunya meninggal Selasa (7/3) lalu. Dia menuturkan, setelah memandikan
jenazah di rumah, dirinya lalu menghubungi pengurus musholla Al Mu’minun
yang berada di dekat rumahnya.
“Saya ngomong ke Ustaz Syafi’i (pengurus
musala -red), ‘Pak Ustaz ini ibu saya minta dishalatkan di musholla bisa
nggak?’ Pak Ustaz langsung jawab, ‘Nggak usah, Neng, percuma. Udah di
rumah aja. Entar saya pimpin’. Memang benar sih dia pimpin, saya bilang
ya udah,” tutur Sunengsih saat ditemui di rumahnya, Jl Kramat Raya 2,
Gang CC, RT 9 RW 5, Kelurahan Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu
(11/3/2017).
Meski menerima jenazah ibunya dishalatkan
di rumah, Sunengsih menyimpan penyesalan karena tak bisa memenuhi
keinginan ibunya dishalatkan di musholla didekat rumahnya. Terlebih
setelah muncul kabar bahwa musholla Al Mu’minun memang menolak
menyalatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama.
Sunengsih beranggapan jenazah ibunya
ditolak disalatkan di musala. Soal kabar bahwa penolakan itu karena
ibundanya memilih Ahok, Sunengsih menyesalkan jika memang itu alasannya.
Kisah ini sungguh memprihatinkan kita
dengar, hanya karena berbeda pilihan politik lantas kita bisa tega
abaikan orang dan keluarga yang sedang mengalami kedukaan dan musibah,
kita tahu bahwa situasi ini muncul setelah menjamurnya spanduk-spanduk
yang berisi tentang ancaman “Masjid ini tolak mensholatkan pendukung
penista agama”.
Mengenai hal ini Anies Baswedan menyampaikan seruan dan reaksinya yang diantaranya berbunyi demikian
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah Pilkada DKI Jakarta
telah memasuki putaran kedua. Putaran pertama telah kita semua lalui.
Namun dalam gegap gempita putaran kedua ini, kita perlu tetap menjaga
persatuan serta menunaikan kewajiban dan hak kita dengan baik.
Sejak kampanye putaran pertama, kita
dengar berbagai cerita di masyarakat tentang eksploitasi kemiskinan
dengan ancaman pemberhentian program KJP, program PPSU dan
program-program lain.
Beberapa waktu belakangan ini kita
juga mendengar berita terkait ancaman penolakan shalat jenazah terhadap
individu yang tidak memilih calon muslim.
Aksi mengancam bisa menghasilkan
reaksi mengancam pula. Menjawab ancaman dengan ancaman seperti ini,
walau atas inisiatif pribadi secara independen, bisa membuat suasana
jadi makin tidak sehat. Ancaman telah membuat warga memberikan suara
karena rasa takut, reaksi ancaman juga akan membuat warga memilih bukan
karena harapan perubahan. Setiap ancaman diluncurkan, muncul reaksi
ancaman balik. Semua ini harus segera dihentikan.
Meskipun partai politik pengusung
Anies-Sandi, tim kampanye Anies-Sandi maupun relawan tidak pernah
membuat spanduk ancaman dan tidak menganjurkan namun kami tetap perlu
menyampaikan beberapa butir seruan sebagai berikut:
1. Menyerukan pada semua agar
menghentikan segala bentuk ancaman kepada warga, apalagi ancaman yang
mengeksploitasi kemiskinan warga, dengan ancaman penghentian
program-program bantuan untuk rakyat bila petahana tidak dipilih lagi.
Ancaman ini dapat memicu keresahan dan dapat memancing reaksi kemarahan.
2. Menyerukan kepada warga untuk tetap
menunaikan seluruh ketentuan hukum dan setiap kewajiban terhadap
jenazah; serta menurunkan spanduk ancaman penolakan shalat jenazah.
3. Kepada seluruh relawan pendukung
pasangan Anies-Sandi, saya minta agar para relawan bersama dengan warga
dan para tokoh/ulama untuk turun tangan dan terlibat langsung membantu
apabila ada yang mengalami kesulitan dalam pengurusan jenazah bagi tiap
warga yang memerlukan.
Akhir kata, mari kita kembali
mengingat bahwa Insya Allah masih ada kehidupan bersama sesudah tanggal
19 April 2017 nanti. Persahabatan, persaudaraan, pertetanggaan dan kerja
sama masih harus terus berlanjut.
Akan hal ini pula penulis memiliki
pandangan atas kasus yang terjadi saat ini, supaya hal ini bisa menjadi
refleksi dan perenungan kita bersama.
Spanduk Jahat ini
bersifat sangat kejam, karena seolah-olah pihak yang menolak jenazah ini
tidak mau tahu dan tidak peduli terhadap musibah dan duka yang dialami
oleh keluarga yang berduka sekalipun yang berduka adalah saudara seimannya,
mereka akan sangat tega mengabaikan dan membiarkan jenazah tak terurus
hanya karena almarhum atau almarhumah yang wafat memilih yang tidak
mereka pilih.
Spanduk Jahat ini
memiliki dampak psikologis yang besar bagi masyarakat, karena
pengetahuan agama yang kurang ditambah rasa takut akan dikucilkan warga
sekitar, akhirnya banyak warga yang takut dan terpaksa turuti dan ikuti
ancaman ini.
Spanduk Jahat ini jelas bukan produk kampanye dari Timses pasangan Ahok – Djarot,
sebab kita tahu bahwa isi dari spanduk ini jelas-jelas bisa
membimbangkan dan menghilangkan suara pendukung Ahok – Djarot yang
beragama muslim hal ini jelas merugikan kubu Ahok – Djarot, oleh sebab
itu spanduk jahat ini jelas bukan produk kampanye Ahok – Djarot.
Spanduk Jahat ini kemungkinan adalah produk kampanye Timses Anies – Sandi, sebab kita tahu bahwa isi dan dampaknya akan sangat menguntungkan pasangan ini, ditambah lagi dengan adanya kesan pembiaran
dari kubu Anies – Sandi akan hal ini sehingga ada kesan “Setuju” dan
mendukung spanduk ini, karena kita juga tahu spanduk-spanduk ini sudah lama beredar dan menyebar namun mengapa baru kini dan baru kemarin Anies suruh spanduk-spanduk ini dicopot?
Apakah kubu Anies – Sandi benar-benar tidak tahu, tidak dengar, dan
tidak lihat bahwa spanduk “jahat” yang telah beredar ini meresahkan
banyak orang?
Spanduk Jahat ini
memiliki kadar kekejaman, kejahatan, dan kekejian yang sangat tinggi,
jadi karena semua orang yakin bahwa spanduk jahat ini jelas bukan produk
kampanyenya Timses Ahok – Djarot maka semua orang akan menaruh curiga
pada pasangan Anies – Sandi, hal ini akan menjadi hal yang sangat
merugikan pasangan Anies – Sandi karena publik akan menilai bahwa
pasangan ini sangat kejam dan keji karena ancam dan paksa orang supaya
pilih mereka dan tega menelantarkan keluarga yang terkena musibah duka
jika tidak memilih mereka.
Spanduk Jahat yang
diserukan Anies untuk segera diturunkan akan makin memojokan dan
menyudutkan pihak Anies karena dinilai sangat terlambat, publik akan
dengan cerdas bertanya “kenapa baru sekarang? emang baru tahu? kenapa gak
sejak semulanya Anies bereaksi dan bertindak menurunkan?”, tindakan ini
justru akan jadi pukulan balik bagi Anies, publik akan melihat kesan cuci tangan dalam hal ini.
Spanduk Jahat ini justru
memberitahu kita tentang siapa yang sebaiknya kita pilih, jika kita
pilih calon yang diuntungkan spanduk ini maka sudah sangat jelas kita
pasti akan dibuatnya sengsara karena ia berani, rela, dan tega berbuat
apa saja demi diraihnya jabatan dan capai ambisinya, jadi jika belum
jadi saja sudah sejahat itu apalagi jika sudah jadi?
Spanduk Jahat ini justru
jelas menunjukan kita bahwa orang-orang yang mendukung akan hal ini
ternyata tidak lebih mulia dari Ahok yang katanya penista agama itu,
sebab jika anda memang lebih baik dan lebih mulia dari Ahok tentunya
anda tidak akan pernah bisa sanggup dan tega biarkan orang yang sedang
mengalami musibah duka terbengkalai tidak tertolong hanya karena ia
tidak memilih yang anda pilih, perbuatan anda yang tolak jenazah bahkan
jauh lebih hina, dan jauh lebih jahat dari seorang penista agama, jika
anda memang lebih baik dan lebih mulia dari pada Ahok maka tunjukanlah
kepada kami ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin itu, selamat memilih Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar