JAKARTA —
Hingga hari Selasa (28/3), polisi belum menerima pemberitahuan mengenai rencana
aksi pada Jumat, 31 Maret, atau yang sering disebut sebagai aksi 313. Padahal,
pemberitahuan aksi itu perlu agar polisi tahu siapa penanggung jawab aksi dan
berapa jumlah peserta aksinya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris
Besar Raden Prabowo Argo Yuwono sebelumnya, Senin (27/3), mengimbau agar
masyarakat cukup melakukan kegiatan di masjid masing-masing. ”Intinya untuk apa
sih hal (aksi) seperti itu,” katanya.
Menurut Argo, pihaknya juga belum
mengetahui tuntutan apa yang akan disampaikan pada aksi 313. Polisi terus
memantau perkembangan kegiatan tersebut dan mempersiapkan personel yang
memadai.
”Kegiatan politik di Jakarta biar berjalan sendiri tidak usah ditambahi
dengan kegiatan yang memperkeruh suasana. Biarkan Pilkada DKI berjalan sesuai
aturan yang ada,” kata Argo.
Pelanggaran
kampanye
Sementara
itu, bidang hukum dan advokasi tim pemenangan pasangan calon Basuki Tjahaja
Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Badja) menemukan masih ada sejumlah pelanggaran
dalam kampanye putaran kedua. Tim akan melaporkan pelanggaran tersebut kepada
Bawaslu DKI Jakarta untuk ditindaklanjuti.
Pantas Nainggolan, anggota bidang
hukum dan advokasi tim Badja, Selasa, dalam konferensi pers di Rumah Cemara,
Menteng, menjelaskan, sejumlah pelanggaran yang ditemukan antara lain banyaknya
spanduk intimidatif, ceramah provokatif, selebaran, hingga aksi pengerahan
massa.
Hindari
provokasi
Pantas
Nainggolan yang juga Ketua Komisi E DPRD DKI itu menyatakan mengimbau agar
semua pihak menghindari kampanye yang provokatif dan menggunakan isu-isu suku,
ras, dan atargolongan (SARA). Menurut dia, sebagian warga Jakarta saat ini
tidak nyaman dengan kampanye provokatif seperti itu. Warga Ibu Kota berharap kampanye
putaran kedua dilakukan dengan cara-cara yang lebih elegan dan bermartabat.
”Kampanye adalah pendidikan politik. Jadi, pasangan calon jangan menggunakan
isu SARA,” ujar Nainggolan seusai konferensi pers di Rumah Cemara, Menteng,
Jakarta Pusat. Setiap pasangan calon sebaiknya bermain dengan cara yang elegan,
bermartabat, dan tidak menghalalkan segala cara.
Tidak nyaman
Seorang
warga RT 012 RW 002 Kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Pono (52),
menyatakan tidak nyaman terhadap provokasi berbasis SARA. Pono tidak setuju
dengan cara menekan warga dalam menentukan pilihan di pilkada. Dia berharap
ajakan memilih pasangan calon tertentu dilakukan dengan kampanye bersih.
Kurniawan (50), pedagang minuman di Kompleks DPR Senayan berpendapat, spanduk
provokatif itu tidak baik karena negara Indonesia ini berdasarkan pada
Pancasila, bukan negara Islam. Diah Wahyuningsih (30), karyawan swasta di
kantor asuransi, berpendapat, spanduk provokatif sangat meresahkan. Pemprov DKI
Jakarta sebaiknya mengambil langkah tegas dengan mencopot spanduk-spanduk
tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar