Kinerja aparat kepolisian di era Jokowi dan Tito Karnavian memang luar biasa. Setelah berhasil memperbaiki peringkat sebagai lembaga terkorup dari peringkat dua ke peringkat lima, aparat kepolisian terus memperbaiki kinerjanya. Jokowi dan Tito berhasil menghapus praktek pungli di lembaga kepolisian. Mereka juga mampu mengendalikan aksi demo berjuta-juta manusia.
Kali ini, dengan sigap aparat kepolisian segera mentertibkan spanduk-sapnduk provokatif yang memicu perpecahan.
Penyidik Polda Metro Jaya terus mengusut kasus pemasangan sapnduk provokatif yang mengandung SARA dan banyak beredar di Jakarta. Pemasang spanduk itu dapat dijerat dengan pasal yang beragam, mulai dari penghasutan hingga penodaan agama.
“Banyak ya. Kalau misalnya ada suatu ajakan, bisa kena Pasal 160 KUHP (penghasutan), yang penting nanti apakah terlaksana ajakan itu,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, di kantornya, Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Pasal tersebut dapat diterapkan jika ajakan atau provokasi dalam sapnduk provokatif itu terlaksana. Jika hasutan yang tertuang dalam spanduk itu tak berdampak di masyarakat, polisi tidak bisa menjerat pelaku dengan Pasal 160 KUHP.
“Kemudian setelah itu bisa terkena Pasal 156 KUHP (tentang Penodaan Agama) dan juga Pasal 310 atau 311 KUHP (tentang Pencemaran Nama Baik dan Fitnah), tergantung polisi melakukan penyidikan,” papar dia.
Sejauh ini, belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemasangan sapnduk provokatif. Polisi masih terus melakukan penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi.
“Belum. Kita masih lakukan penyelidikan. Nanti dijerat pidana (pasal apa) tergantung pemeriksaan dan pihak penyidik,” ucap Argo.
Sejumlah spanduk bertuliskan “Menolak Menshalatkan jenazah Bagi Pembela Penista Agama” terpasang di beberapa masjid di Jakarta dan tempat lain. Pemprov DKI Jakarta telah menurunkan ratusan spanduk tersebut.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pemasangan spanduk yang mengimbau warga tidak menyalatkan jenazah warga muslim tertentu memicu perpecahan dalam masyarakat.
“Spanduk-spanduk di sejumlah rumah ibadah kita, tidak menyalatkan jenazah tertentu meski sesama Muslim, menimbulkan polarisasi tajam di tengah masyarakat,” kata Lukman.
Ia mengatakan seharusnya imbauan semacam itu tidak boleh ada karena menyalatkan jenazah hukumnya fardhu kifayah.
Saya tidak mengomentari pasal penghasutan karena kemungkinannya sangat kecil untuk dikenai pasal tersebut. Syarat pasal penghasutan ketika benar-benar berpengaruh di masyarakat. Sedangkan spanduk tersebut sangat kecil kemungkinannya untuk mempengaruhi masyarakat. Warga Jakarta sudah lebih pintar dan tidak mudah di provokasi.
Saya akan sedikit mengomentari tentang pasal penodaan agama. Saya sepakat jika dimasukan ke pasal penodaan agama. Mereka telah mempermainkan ajaran agama hanya untuk kepentingan politik.
Agama adalah ajaran yang sangat sakral. Agama mengajarkan menusia untuk bisa berakhlak kepada sang Maha Pencipta (hablun min Allah) dan kepada manusia (Hablun min An-nas). Agama telah mengatur sedemikian rupa bagaimana seseorang bersikap kepada Tuhan.
Islam mengatur umatnya untuk menyembah Allah salah satunya dengan shalat. Shalat termasuk ibadah mahdhah yang telah diatur sedemikian rupa prosedurnya dan diajarkan oleh kanjeng Nabi. Islam juga mengajarkan ibadah ghoiru mahdhah yang terimplementasi dalam hubungan sesame manusia.
Salah satu shalat yang termasuk fardhu kifayah (kewajiban kolektif) adalah menshalati jenazah muslim. Jika ada muslim yang meninggal, namun warga satu kampong tidak mau menshalatkan, maka satu kampung tersebut terkena dosa.
Jika ada orang yang mengajak orang Islam untuk tidak menshalatkan jenazah sesama muslim saya katakana ini Iblis. Dia mengajak umat Islam untuk meninggalkan ajaran Islam. Dia mengajak umat Islam untuk melakukan dosa dengan tidak menshalati jenazah muslim.
Sikap ini bisa dikategorikan menoda agama karena mempermainkan dan mengotak-atik ajaran agama seenak perut. Parahnya, agama dijual hanya untuk kepentingan politik.
Jika polisi berhasil mengusut dalang dibanding spanduk provokatif serta memperkarakan dengan pasal penodaan agama, maka kita semua akan mengetahui siapa sesungguhnya penista agama. Penista agama bukanlah Ahok. Ahok sedang mengingatkan umat Islam bahwa ada sebagian orang Islam yang menggunakan ayat ajaran agama untuk kepentingan politik.
Mereka menjual ayat-ayat dengan murah hanya tidak ingin Ahok memenangkan Pilkada. Mereka menakuti-nakuti masyarakat bahwa jika memilih Ahok maka akan masuk neraka. Mereka tidak hanya menista agama, tapi mereka telah mengambil hak prerogatif Allah sebagai dzat yang paling berhak untuk memasukkan manusia ke surga atau neraka.
Keterlaluan memang. Mereka menuduh orang lain menistakan agama, padahal mereka sendiri lah yang menista agama. Sangat membuat miris!
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar